Blog

Get informed about our latest news and events

PERUBAHAN FISIS DAN KIMIAWI BIJI KOPI SELAMA PENYANGRAIAN

PERUBAHAN FISIS DAN KIMIAWI BIJI KOPI SELAMA PENYANGRAIAN

Sri Mulato [cctcid.com]

 

PENDAHULUAN

Seduhan kopi merupakan salah satu jenis minuman populer yang digemari oleh masyarakat luas. Seduhan kopi bisa dinikmati sensasi citarasa khasnya lewat indra peminumnya. Citarasa [flavor] adalah gabungan antara aroma dan rasa unik yang dimiliki oleh seduhan kopi. Citarasa terbentuk selama biji kopi mengalami pemanasan pada suhu cukup tinggi di dalam drum penyangraian [roaster]. Awalnya, energi panas akan dimanfaatkan untuk penguapan air dari dalam biji kopi disertai perubahan fisis biji, antara lain, warna, ukuran dan volumenya. Kemudian, diikuti oleh interaksi secara kimiawi antar senyawa-senyawa dalam biji kopi menjadi senyawa-senyawa baru penghasil citarasa khas kopi. Secara garis besar, reaksi kimiawi berlangsung secara berurutan, yaitu reaksi Maillard, karamelisasi dan pirolisis yang disertai dengan pembentukan dan pelepasan gas CO2 [Gambar 1].

Gambar 1. Perubahan fisik dan kimiawi biji kopi selama penyangraian.

PERUBAHAN FISIK BIJI KOPI

Perubahan fisik biji kopi selama penyangraian berlangsung secara simultan dan saling terkait. Hasilnya bisa diamati langsung secara visual [warna, ukuran biji], maupun lewat uji kuantitatif menggunakan alat ukur [densitas dan kehilangan berat]. Monitoring perubahan fisik biji kopi didiawali dari kondisi biji kopi sebelum disangrai. Sebagai ilustrasi, pada kajian ini digunakan jenis kopi Robusta, warna kuning muda-kecoklatan, kadar air awal 12,50 %, ukuran 7,5 mm dan kerapatan curah [bulk density] 615 kg per m3 [0,615 kg/liter].

 

Warna biji kopi

Biji kopi dimasukkan ke dalam drum sangrai bersuhu 195 oC. Satu menit setelahnya, suhu drum akan turun secara drastis menjadi 100 – 105 oC dan kemudian meningkat sesuai dengan pasokan energi panasnya. Ketersediaan panas dalam drum akan diserap untuk menaikkan suhu biji dan diikuti dengan penguapan air dari dalam biji. Seiring dengan penyusutan air, biji kopi akan mengalami reaksi pencoklatan secara kimiawi. Secara laboratoris, perubahan warna biji kopi diukur tingkat kecerahannya dengan Lovibond meter. Nilai kecerahan [L] merupakan ukuran jumlah sinar pada panjang gelombang tertentu yang dipantulkan ulang oleh permukaan biji kopi. Makin tinggi nilai L, biji kopi memiliki warna makin cerah.Pada skala produksi, perubahan warna biji kopi selama penyangraian dicocokkan dengan standar warna Agtron [Gambar 2].

Gambar 2. Tingkat kecerahan warna biji selama penyangraian.

Seperti halnya nilai L, nilai Agtron yang tinggi menunjukkan warna biji sangrai masih cerah. Tingkat kecerahan biji kopi sebelum disangrai adalah 60 – 65 [tidak ada nilai Agtron untuk warna biji kopi]. Setelah mengalami  penyangraian ringan [light], warna permukaan biji kopi sangrai berubah kecoklatan dengan nilai L turun menjadi 44 – 45  atau sepdan dengan nilai Agtron 60. Setelah mencapai ke tingkat medium, nilai L biji kopi sangrai turun menjadi 38 – 40 atau setara nilai Agtron 45. Pada tingkat penyangraian gelap, warna biji kopi sangrai makin mendekati hitam dengan nilai L 30 yang setara nilai Agtron 35. Dalam proses produksi kopi, perubahan warna biji kopi merupakan salah satu faktor penting untuk menentukan titik akhir proses penyangraian.

 

Berat biji kopi

Biji kopi akan mengalami susut berat selama penyangraian akibat dari penguapan air. Penyangraian selama 14 menit akan menurunkan kadar air awal biji kopi yang semula 12,50 % menjadi 4 %. Pada kadar air biji kopi di bawah 4 %, beberapa jenis senyawa organik mulai bersintesa satu dengan lainnya dan membentuk senyawa kimia baru disertai penguapan gas karbondioksida [CO2]. Pelepasan kulit ari dari permukaan biji kopi juga memberikan kontribusi pada susut berat biji. Secara kumulatif, evaporasi air, pelepasan kulit ari dan reaksi kimia berkorelasi positip pada kehilangan berat biji kopi selama penyangraian. Makin gelap tingkat sangrai, kehilangan berat semakin banyak. Pada skala praktek, kehilangan berat biji selama penyangraian disebut sebagai rendemen dan dipakai sebagai tolok ukur keekonomian operasional mesin sangrai. Kisaran nilai rendemen pada 3 operasional tingkat sangrai adalah antara 80 sampai 87 %  [Gambar 3].

Gambar 3. Penurunan kadar air dan berat biji kopi selama penyangraian.

 

Densitas curah biji kopi

Densitas curah biji kopi dinyatakan sebagai perbandingan antara berat dan volume biji. Pada awalnya, biji kopi mempunyai densitas curah 615 kg/m3dengan kadar air 12,50 %. Setelah biji kopi disangrai selama 7 menit, kadar air biji kopi turun menjadi 8 %. Secara bersamaan densitas curahnya juga berkurang menjadi 506 kg/m3. Pada 14 menit penyangraian, kerapatan curah biji kopi turun secara tajam menjadi 400 kg/m3 [Gambar 4].

Gambar 4. Penurunan densitas curah biji kopi selama penyangraian.

 

Selain kehillangan berat, volume biji kopi selama penyangraian mengalami ekspansi akibat tekanan uap air dan gas CO2 dalam dinding sel biji.  Pada tingkat sangrai gelap [dark], diameter biji kopi akan membesar kira-kira 30 – 40 % dari ukuran sebelum disangrai. Pada skala praktek, nilai ini dipakai sebagai petunjuk untuk menentukan kapasitas drum sangrai.

PERUBAHAN KIMAWI BIJI KOPI

Secara alami, biji kopi mengandung berbagai jenis senyawa kimia pembentuk citarasa, yaitu karbohidrat, senyawa nitrogen, lemak dan senyawa asam. Sebelum disangrai senyawa-senyawa tersebut tidak aktif dan tidak berinteraksi satu dengan yang lain. Setelah mengalami pemanasan dalam drum sangrai, senyawa-senyawa tersebut bersintesa membentuk senyawa baru, melalui beberapa tahapan reaksi kimiawi seperti disajikan pada Gambar 5 berikut,

Gambar 5. Tahapan reaksi pembentukan citarasa khas kopi selama penyangraian.

 

Reaksi Maillard

Reaksi ini dianggap sebagai cikal-bakal pembentukan warna dan aroma biji kopi sangrai. Reaksi ini mulai berjalan secara intensif saat kadar air rendah dan suhu 140 – 170 °C. Ratusan jenis senyawa pembentuk aroma dan rasa khas kopi muncul dari reaksi Maillard yang terdiri dari 3 fase. Pada fase 1, terjadi pemecahan senyawa protein menjadi asam amino. Secara bersamaan, senyawa karbohidrat sederhana terpecah menjadi monosakarida glukosa dan fruktosa. Hasil reaksi asam amino dengan monosakarida adalah senyawa amadori [Gambar 6].

Gambar 6. Awal pembentukan citarasa lewat reaksi Maillard.

 

Karena sifatnya yang tidak stabil, senyawa amadori mengalami dehidrasi dengan cepat membentuk senyawa karbonil dan reaksi degradasi mengikuti mekanisme reaksi Strecker. Reaksi ini berlangsung pada fase-II dan melibatkan sintesa antara senyawa alfa asam amino dengan senyawa dikarbonil. Produk reaksi Strecker adalah beberapa jenis senyawa volatil, antara lain pirazin dan senyawa non-volatil piridin. Pirazin berperan dalam pembentukan aroma karena mempunyai nilai ambang batas aroma paling rendah sehingga uap pirazin mudah dideteksi oleh indera penciuman [hidung]. Sedangkan piridin berperan sebagai senyawa penyumbang rasa pahit. Warna biji berubah menjadi kuning-kecoklatan. Fase-III merupakan tahap akhir dari rangkaian reaksi Maillard, yaitu pembentukan senyawa melanoidin. Senyawa ini adalah produk reaksi kondensasi dari beberapa senyawa produk reaksi Maillard fase-II dan memberikan kontribusi dalam pembentukan warna coklat-tua dan citarasa.

 

Reaksi Karamelisasi

Reaksi ini dimulai saat kadar asam amino pada biji kopi semakin rendah setelah dipakai untuk reaksi Maillard. Rentang suhu reaksi ini mulai dari 170 oC sampai 200 oC. Senyawa gula [sukrosa] akan mengalami dehidrasi dan bergabung [kondensasi] menjadi senyawa karamel [Gambar 7].

Gambar 7. Reaksi kimia karamelisasi.

 

Jenis produk reaksi karamelisasi tergantung pada derajad dehidrasinya. Saat pemanasan suhu 170 oC, sukrosa akan mengalami kehilangan 4 molekul air [H2O] dan berubah menjadi senyawa karamelan. Senyawa ini menyebabkan warna biji kopi menjadi coklat dan berkontribusi pada sensasi rasa manis. Pada suhu lebih tinggi, sukrosa akan berubah menjadi senyawa karamelen akibat kehilangan 8 molekul airnya. Penambahan waktu pemanasan akan menghasilkan senyawa karamelin yang menyebabkan warna biji kopi sangrai berubah coklat-tua. Selain berperan pada pembentukan warna, senyawa furan adalah produk reaksi karamelisasi juga berperan pada pembentukan rasa [manis-karamel] dan kacang [nutty].

Pirolisis

Saat suhu biji kopi sangrai melebihi 200 oC,  reaksi karamelisasi berlanjut ke fase reaksi pirolisis [Gambar 8].

Gambar 8. Reaksi kimia pirolisis.

Pirolisis adalah reaksi dekomposisi senyawa organik komplek dalam biji kopi, pada kondisi suhu tinggi dan minim oksigen, menjadi fraksi-fraksi senyawa karbon sederhana berbentuk gas dan padat. Gas hasil pirolisis tinggal dalam dinding sel biji kopi yang kuat dan bersifat impermiabel [sukar ditembus]. Dengan meningkatnya suhu dan waktu sangrai, tekanan gas hasil pirolisis membesar yang pada akhirnya mampu memecah dinding sel dan memunculkan suara retakan [cracks] yang makin intensif.  Sebagian senyawa organik membentuk arang [atom karbon] berwarna makin gelap dan diselimuti senyawa minyak di permukaannya. Citarasa biji kopi sangrai menjadi lebih pahit [bitter] dan keasaman yang makin menurun.

 

Keasaman

Keasaman [acidity] merupakan atribut citarasa yang menunjukkan kualitas biji kopi. Keasaman adalah sensasi rasa asam yang memiliki kompleksitas yang seimbang dengan rasa lainnya dan memberikan sensasi menyenangkan di lidah. Sebaliknya, rasa masam [sourness] merupakan rasa asam yang berlebihan dan menyebabkan sensasi yang tidak nyaman di lidah. Beberapa jenis senyawa asam penyumbang rasa asam dalam biji kopi kopi diklasifikasikan menjadi 3 golongan, yaitu, asam alipatik, khlorogenat dan fenolat. Konsentrasi ketiga golongan asam tersebut akan berpengaruh pada nilai pH biji kopi sangrai [Gambar 9].

Gambar 9. Perubahan nilai pH biji kopi pada beberapa tingkat sangrai.

Salah satu tolok ukur keasaman biji kopi adalah dengan mengukur nilai pHnya. Awalnya nilai pH biji kopi adalah 5,7. Setelah biji kopi disangrai sampai mencapai tingkat first crack [light], nilai pH biji kopi menurun drastis sampai 5,20. Hal ini disebabkan oleh peruraian senyawa sukrosa, glukosa dan fruktosa membentuk senyawa-senyawa asam golongan alifatik [asam sitrat, malat, laktat, pirufat dan asam asetat] secara maksimal. Makin tinggi suhu sangrai, laju pembentukan senyawa asam semakin cepat sehingga nilai pH biji kopi sangrai menjadi lebih rendah. Eksistensi senyawa-senyawa asam tersebut dalam biji kopi bertahan konstan sampai tingkat sagrai medium [48 detik setelah first crack]. Setelah mencapai tingkat sangrai gelap [second crack], nilai pHnya meningkat ke kisaran 5,30 akibat senyawa asam alifatik terdekomposisi menjadi gas CO2. Proses dekomposisi senyawa asam berlanjut pada tingkat sangrai 48 detik setelah second crack. Proses dekomposisi asam berlangsung lebih cepat pada suhu sangrai 210 oC dan berakibat pada kenaikan nilai pH biji sangrai lebih tinggi [5,40].  Golongan asam khlorogenat akan terurai pada suhu tinggi menjadi beberapa senyawa asam kuinat. Pada tingkat sangrai di atas gelap [very dark]. Senyawa asam kuinat terbentuk makin banyak dan akan berkontribusi pada sensasi rasa masam [sourness] pada seduhan kopinya.

=====O=====

Leave a Reply

Your email address will not be published.

× WhatsApp