Blog

Get informed about our latest news and events

JABARAN KRITERIA MUTU SNI KOPI BUBUK

JABARAN KRITERIA MUTU SNI KOPI BUBUK 01-3542-2004

 

Sri Mulato [cctcid.com]

RINGKASAN

Kopi bubuk adalah bahan baku minuman penyegar yang sangat populer. Kini hampir 2,5 milyar cangkir kopi dikonsumsi per hari oleh masyarakat dunia. Diperlukan standar mutu kopi bubuk untuk menjamin kelayakan edar dan tidak membahayakan kesehatan publik secara luas. Azas keamanan pangan tercermin dalam 2 kriteria mutu. Pertama bisa dirasakan secara inderawi, yaitu warna, bau dan rasa. Kriteria kedua hanya bisa diketahui secara uji laboratoris, antara lain, kemurnian, cemaran logam dan cemaran mikrobiologis. Kedua kriteria mutu tersebut dituangkan dalam suatu rumusan dokumen SNI [Standar Nasional Indonesia]. Dirancang berlandaskan pada pembuktian secara ilmiah. Menjadi SNI definitif, ketika rancangan tersebut sudah disepakati oleh produsen, konsumen dan pemerintah.

RUANG LINGKUP SNI

SNI kopi bubuk Nr 01-3542-2004 adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional untuk semua produk kopi bubuk lokal dan impor. Dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh BSN [Badan Standarisasi Nasional]. Penerapan SNI terhadap suatu produk bertujuan untuk menjamin kepastian mutu produk yang bermanfaat bagi produsen, konsumen maupun pemerintah. Produsen berpegang pada SNI sebagai instrumen internal untuk pengawasan proses produksi di tingkat pabrik. Konsumen mendapat kepuasan bisa membeli produk sesuai yang dibutuhkan. Pemerintah selaku regulator bisa mengendalikan secara eskternal terhadap peredaran mutu produk demi kesehatan masyarakat. Ruang lingkup SNI kopi bubuk meliputi acuan normatif, istilah dan definisi, kriteria uji, syarat mutu, pengambilan contoh, higienitas, pengemasan dan syarat penandaan. Tulisan ini hanya membahas tentang kriteria uji dan persyaratan mutu [Tabel 1].

Penerapan SNI memerlukan dukungan laboratorium pengujian yang kompeten. Ditunjuk oleh Kepala BSN, dikelola oleh Lembaga Sertifikasi Produk [LSpro] dan telah diakreditisasi oleh lembaga lokal dan global. Kredibilitas dan validitas hasil uji merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan kepercayaan publik. Hasil uji laboratorium LSpro akan dijadikan acuan untuk menilai kesesuaian mutu produk pabrikan dibandingkan persyaratan mutu dalam SNI. Jika hasilnya sesuai, produsen kopi bubuk bisa mengajukan kepada LSpro terdekat untuk mendapatkan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda [SPPT] SNI. Logo SNI bisa dituliskan di dinding kemasan. Sebagai bukti bahwa produk kopi tersebut merupakan hasil olahan yang mengikuti manajemen mutu SNI.

PENJABARAN KRITERIA UJI

Persyaratan produk kopi bubuk dibagi menjadi 2 kategori. Pertama adalah kategori produk kopi bubuk murni. Kedua adalah kopi bubuk plus bahan tambahan [campuran]. Masing-masing kategori mempunyai kriteria uji dan persyaratan mutu yang berbeda. Keberadaan bahan tambahan dalam proporsi tertentu akan merubah secara signifikan karakteristik produk finalnya. Perubahan mendasar pada produk kopi bubuk campuran adalah citarasa, warna, tampilan, umur simpan dan harga jual. Bahan pangan berbasis karbohidrat yang populer ditambahkan ke dalam kopi bubuk adalah biji jagung, beras dan biji sereal.

Kriterian Uji Keadaan Produk

Uji ini dinilai atas dasar bau, rasa dan warna terhadap sampel kopi bubuk . Ketiganya dideteksi oleh panelis penguji dengan menggunakan indra penglihatan, penciuman dan perasa. Hasil penilaian kriteria uji ini dituangkan dalam bentuk pernyataan, normal atau tidak normal. Warna dan bau kopi bubuk merupakan karakter produk yang pertama terdeteksi oleh panelis. Bau kopi bubuk dianggap normal ketika bisa memberikan sensasi menyenangkan pada rongga hidung. Ada korelasi positif antara bau dan warna. Bau normal selaras dengan warna normal. Berarti kopi bubuk layak dikonsumsi. Kelayakan ini akan dipertegas setelah uji rasa. Bau tidak normal merupakan keadaan yang menyimpang. Tabel 2 menunjukkan karaktek mutu warna, bau dan rasa tidak normal yang sering dijumpai pada sampel kopi bubuk. Ketiganya ditimbulkan oleh kontaminasi eksternal bau asing [non-kopi] yang terserap ke dalam kopi bubuk. Atau secara internal muncul dalam kopi bubuk akibat timbulnya senyawa baru hasil reaksi secara kimiawi dan mikrobiologis selama berlangsungnya proses pengolahan dan penyimpanan.

Noda bintik-bintik putih dan bau tengik umumnya terjadi pada kopi bubuk yang dikemas dalam wadah yang kurang baik dan disimpan dalam waktu lama di lingkungan lembab. Setelah disangrai pada suhu tinggi, kopi bubuk adalah benda aktif. Mudah menyerap bau asing dan uap air yang ada di udara sekitarnya.  Dalam kemasan kedap udara, jamur tidak akan tumbuh pada kopi bubuk berkadar air sangat rendah di bawah 7 %. Dalam kondisi terbuka, kopi bubuk akan menyerap uap air dari udara. Kadar airnya akan berangsur meningkat menyesuaikan dengan kelembaban udara di sekelilingnya. Dimungkinkan, kopi bubuk akan kehilangan aroma dan rasa khasnya akibat reaksi hidrolisis dan oksidasi minyak dalam kopi. Hidrolisis lemak oleh enzim lipase akan melepaskan asam lemak [FFA, Free Fatty Acid]. FFA sangat rentan terhadap oksidasi lipid, terutama lemak tak jenuh rantai panjang. Hidrolisis dan oksidasi tersebut menyebabkan kopi bubuk berbau tengik dan apek, rasa asem basi [rancid] dan  muncul rasa pertinggal tidak nyaman [after taste]. Selain dari proses mikro biologis, cemaran bau bisa muncul saat proses penyangraian. Kebocoran pada sistem pembakaran bahan bakar pemanas sangrai berpotensi  kontaminasi asap ke dalam biji kopi sangrai dan berlanjut sampai ke proses penggilingan.

Kadar Air

Nilai kadar air maksimum kopi bubuk menurut SNI No: 01-3542-2004 adalah 7 %. Nilai ini ditentukan atas dasar hasil eksperimen. Diambil dari kurva sorpsi eksotermis kadar air kesetimbangan [KAK] kopi bubuk pada kelembaban relatif udara [Rh ] 68 – 70 % [Gambar 1].

Tepat pada nilai KAK, laju pelepasan dan penyerapan uap air dari permukaan kopi bubuk ke udara dan sebaliknya berlangsung secara seimbang. Kadar air kopi bubuk hanya akan mengalami perubahan sesuai dengan nilai kelembaban relatif udara di sekitarnya [ERH]. Kadar air 7 % setara dengan nilai aktivitas air [Aw] sebesar 0,6 pada ERH 60 %. Aktivitas air adalah kandungan air bebas dalam kopi bubuk yang masih bisa dimanfaatkan oleh mikroba untuk berkembang biak. Pada nilai A≤ 0,6, tidak tersedia air bebas dalam bubuk. Mikroba jenis apapun tidak akan hidup dalam kopi bubuk. Jamur jenis tertentu mulai bisa tumbuh pada nilai Aw di atas 0,6. Semakin tinggi nilai Aw kopi bubuk, semakin banyak jenis mikroba yang bisa berkembang. Potensi kerusakan mutu kopi bubuk semakin besar. Kehalusan kopi bubuk berpengaruh pada nilai KAK. Kopi bubuk kasar lebih lambat menyerap uap air, nilai KAKnya mendekati 7 %. Sebaliknya, kopi bubuk halus memiliki nilai KAK di bawah 6 %. Permukaan yang terekspose ke udara lingkungan lebih besar. Pada saat ERH naik sampai di atas 70 %, kopi bubuk halus akan menyerap uap air dari udara lingkungan lebih cepat daripada kopi bubuk kasar. Secara bersamaan, nilai Aw kopi bubuk halus meningkat melewati batas 0,60. Beberapa jenis kapang mulai tumbuh pada kopi bubuk. Bau kopi bubuk berubah tengik. Secara umum, kehalusan kopi bubuk di pasaran berkisar antara halus dan medium. Nilai KAK maksimum ditetapkan 7 % dan dijadikan acuan untuk persyaratan mutu kopi bubuk SNI. Kenyatannya, kadar air kopi bubuk hasil sangrai “dark” berkisar antara 2 – 3 % setara dengan nilai Aw 0,2 – 0,3.

Kadar dan Kealkalian Abu 

Secara kimiawi, kopi bubuk terdiri atas senyawa organik dan an-organik. Abu adalah residu kopi bubuk berupa padatan anorganik anhidrit [bebas air] setelah senyawa organiknya dibakar secara sempurna. Penyusun utama abu adalah mineral dari dalam tanah yang diserap oleh akar dalam bentuk ionik bersama air. Didistribusikan ke seluruh bagian tanaman untuk pertumbuhan. Termasuk terakumulasi dalam biji kopi. Pengukuran kadar abu pada kopi bubuk bertujuan untuk mengetahui,

  • Kemurnian kopi kopi bubuk
  • Kadar mineral bermanfaat
  • Kadar cemaran logam berat
  • Kontaminasi bahan an-organik selama proses produksi

Kadar abu ditentukan dengan memanaskan sampel kopi bubuk dalam oven pada suhu 550 oC. Senyawa organiknya akan terbakar seluruhnya. Meninggalkan sisa padatan yang tidak terbakar, yaitu abu. Persyaratan kadar abu kopi bubuk murni maksimum adalah 5 %. Kadar abu kopi bubuk murni akan menurun lebih rendah dari 5 % ketika dicampur dengan bahan pangan lain berkadar abu rendah. Misalnya, biji jagung maupun beras yang sering dicampurkan ke dalam kopi bubuk. Keduanya hanya memiliki kadar abu, masing-masing 0,25 dan 0,60 %. Sebaliknya, kadar abu kopi bubuk akan meningkat melebihi batas maksimumnya jika terkontaminasi bahan an-organik, misal pasir dan tanah selama proses produksi. Alkalinitas abu juga bisa dipakai sebagai petunjuk tingkat kemurnian kopi bubuk. Alkalinitas menunjukkan adanya unsur mineral dalam kopi bubuk yang bersifat basa, seperti natrium, kalium, kalsium dan magnesium. Analisis alkalinitas abu diukur dengan pelarutan abu dalam air. Lebih dari 80 % dari total abu akan terlarut dalam air. Setelah ditambahi H2O2 3%, HCl 0,5 N dan dicuci, larutan abu dititrasi dengan NaOH 0,5 N. Kopi bubuk murni membutuhkan volume titer NaOH lebih banyak, yaitu di kisaran 57 – 64 ml [persyaratan I]. Sedangkan, volume titer NaOH pada kopi bubuk campuran bahan pangan non-kopi turun menjadi hanya 35 ml [persyaratan II].

Sari Kopi dan Bahan Tambahan

Sari kopi adalah fraksi kopi bubuk yang terlarut dalam air. Tersusun dari senyawa-senyawa kimia organik dan an-organik, seperti gula, asam, kafein, asam khlorogenat, melanoidin, triglonelin dan mineral. Senyawa terlarut berkontribusi pada citarasa khas seduhan kopi, yaitu rasa manis, asam, pahit dan bodi. Sedangkan, fraksi kopi bubuk yang tidak terlarut dalam air akan membentuk ampas [residu]. Ampas  tersusun dari senyawa karbohidrat komplek pembentuk struktur biji kopi, seperti hemiselulosa, selulosa dan lignin. Kadar sari kopi bubuk murni berkisar antara 20 sampai 36 %. Kandungan sari kopi bervariasi tergantung pada jenis kopi, tingkat kematangan buah waktu panen dan tambahan bahan lain ke dalam kopi bubuk murni. Jenis kopi robusta petik merah memiliki kadar sari lebih tinggi daripada jenis arabika, yaitu masing-masing 33 % dan 29 % [persyaratan I]. Kadar sari biji kopi hasil petik buah hijau maupun kuning cenderung lebih rendah. Karena pembentukan senyawa organik penyusun biji kopi belum maksimal. Kadar sari juga dipengaruhi oleh tingkat sangrai. Kadar sari kopi bubuk berbanding lurus dengan tingkat sangrai. Makin tinggi tingkat sangrai, makin banyak senyawa organik komplek dalam biji kopi terurai secara thermis menjadi senyawa organik simpel. Kopi bubuk murni sangrai gelap [dark] memiliki porositas, sifat higroskopisitas dan tingkat kelarutan dalam air lebih tinggi daripada kopi bubuk hasil tingkat sangrai di bawahnya [Gambar 2].

Kadar sari kopi bubuk persyaratan II dibatasi maksimum 60 % untuk mencegah kopi bubuk dicampur dengan bahan non-kopi secara berlebihan. Meskipun peredarannya makin berkurang, kopi bubuk sampuran jagung, beras, kelapa masih dijumpai di pasaran. Dulunya,  penambahan bahan-bahan non-kopi ditujukan untuk menekan harga. Ditambahkan saat fabrikasi. Persyaratan kriteria uji kadar sari salah satunya untuk mengetahui seberapa banyak bahan tambahan dicampurkan dalam kopi bubuk murni. Semakin banyak bahan non-kopi yang ditambahkan, nilai kadar sari kopi bubuk campuran juga meningkat. Sebagai ilustrasi, kadar sari kopi campuran kopi bubuk dan 10 % jahe parut meningkat menjadi 50 %. Lebih tinggi dari nilai kadar sari kopi bubuk murni yang sebelumnya di kisaran 30 %.

Kadar Kafein

Dalam Peraturan Kepala BPOM No: 21 tahun 2016 tentang kategori pangan, definisi kopi bubuk adalah biji kopi yang telah disangrai kemudian digiling menjadi bubuk dengan kadar kafein anhidrat tidak lebih dari 2 %. Ada 2 penciri suatu produk bisa disebut kopi bubuk murni. Pertama, kopi bubuk mengandung kafein alami. Kedua, biji kopi berasal dari buah tanaman genus Coffea, spesies arabika [Coffea arabica], robusta [Coffea canephora], liberika [Coffea Liberica] dan ekselsa [Coffea dewervrei]. Secara kimiawi, kafein tersusun dari senyawa organik heterosiklik aromatik, terhubung oleh 2 cincin pirimidina dan imidazol [Gambar 3].

Kafein bersifat stimulan ringan. Menyebabkan efek fisiologik dan psikologik terhadap beberapa organ tubuh antara lain, sistem pencernaan, susunan syaraf pusat otak dan sistem urinasi. Kafein stabil terhadap panas tinggi, sampai suhu 315 oC. Sedikit mengalami sublimasi pada suhu penyangraian gelap [dark roast] 205 oC. Mudah larut dalam air. Di dalam tubuh, kafein akan mengalami metabolisme dalam hepar [hati] oleh enzim sitokrom menjadi 3 metabolit, yaitu senyawa paraxantin [84 %], theobromin [12%] dan theopilin [4 %]. Sebagai penanda keaslian kopi bubuk, SNI menetapkan kadar kafein bebas air [anhidrit] dalam kopi bubuk murni [persyaratan I] berkisar antara 0,92 sampai 2 %. Selain faktor jenis kopi, kadar kafein dipengaruhi oleh kematangan buah saat panen dan bahan tambahan non-kopi. Kopi arabika memiliki kadar kafein kopi lebih rendah daripada kopi robusta. Dengan jenis kopi yang sama, kadar kafein kopi bubuk murni yang diproduksi dari campuran biji hijau dan kuning juga cenderung lebih rendah. Campuran bahan tambahan non-kopi yang tidak mengandung kafein sama sekali, seperti jagung maupun beras, akan mengurangi proporsi jumlah kafein dalam kopi bubuk. Sehingga, kisaran persyaratan kadar kafein pada kopi bubuk campuran juga diturunkan di kisaran 0,45 sampai 2 % [persyaratan II].

Cemaran Logam

Cemaran unsur logam berat ke dalam kopi bubuk harus dihindari untuk mencegah efek toksik yang membahayakan bagi kesehatan manusia. Beberapa jenis logam toksik yang sering dijumpai dalam bahan pangan adalah tembaga [Cu], timah [Sn], timbal [Pb], merkuri [Hg], seng [Zn] dan arsen [Ar]. Sumber cemaran logam toksik ke dalam kopi bubuk berawal sejak dari tanaman lewat aplikasi pupuk, pestisida dan air pengolahan yang tercemar. Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu cara peningkatan produksi biji kopi adalah melalui pemupukan. Pupuk mengandung unsur hara [makanan] yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman kopi secara vegetatif maupun generatif. Karena respon terhadap pertumbuhan tanaman kopi dan produksinya lebih cepat, petani dan perusahaan kopi cenderung menggunakan pupuk kimia. Jenis dan dosis pupuk tanaman kopi robusta dan arabika disajikan pada Tabel 3 berikut,

Disamping efek positif, ternyata pupuk juga mengandung logam berat. Berbarengan dengan unsur hara, logam berat ikut terserap ke dalam tanaman dan terakumulasi dalam biji [Tabel 4]. Lewat aplikasi pupuk yang tidak terkendali, cemaran logam toksik nampaknya sulit dihindari. Secara umum, bahan pangan sudah tercemari oleh beberapa jenis logam toksik. Konsentrasinya harus dikontrol agar nilainya  jauh di bawah ambang batas yang membahayakan. Jika terjadi kontaminasi logam berat, sumber dan penyebab pencemaran segera  dideteksi sedini mungkin. Perlu peringatan dini dalam upaya pencegahan dan penanggulangan cemaran logam berat secara lebih tepat dan terarah.

Pupuk organik yang semula dianggap aman, ternyata juga sudah mulai tercemar logam berat, terutama kompos berbahan dasar sampah kota. Sistem pengelolaan sampah berbasis jenis dan asal limbah belum diterapkan secara baik. Menyebabkan sampah dari tempat pembuangan akhir [TPA] diduga sebagai salah satu sumber pencemaran logam berat pada kompos. Bahkan, pupuk kandang juga telah terkontaminasi oleh logam berat, lewat pakan yang sudah tercemar, seperti jerami, rumput, klobot dan jangkel jagung, ampas tahu dan kedele.

Isu cemaran pestisida pada biji kopi pernah menghangat, dikaitkan dengan biji kopi dari wilayah tertentu di Indonesia. Sejatinya, cemaran itu muncul imbas dari aplikasi pestisida komoditas lain yang berdekatan dengan kebun kopi. Pestisida digunakan secara cukup luas dan intensif pada tanaman berbasis hortikultura, khususnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Diduga, masih beredar formulasi pestisida yang mengandung senyawa logam berat. Penggunaan pestisida yang berlebihan dan tidak terarah meninggalkan residu dalam tanah. Melalui aliran air dan tiupan angin, residu tersebut berpotensi mencemari tanaman lain di sekitarnya. Sebagian di antaranya masuk ke binatang piaraan, seperti sapi, kerbau dan kambing lewat pakan hijauan.

Meskipun pada tingkat paling rendah, air pengolahan kopi perlu dicermati sebagai salah satu sumber cemaran logam berat. Proses buah kopi secara basah penuh [full washed process] menggunakan air pengolah cukup banyak, yaitu di kisaran 10 – 20 m3 per ton buah. Selama ini, air pengolah berasal dari air tadah hujan [embung], parit maupun sungai. Air embung relatif aman terhadap cemaran kogam berat. Air parit rentan terhadap cemaran pestisida dan pupuk an-organik dari lahan pertanian di sekitarnya. Potensi terbesar pencemaran terjadi dari air sungai. Cemaran air sungai di hulu, di mana kopi arabika diolah, dianggap belum mengkhawatirkan. Karena aktivitas industri di wilayah itu hampir tidak ada. Semakin ke hilir, tingkat cemaran sungai semakin serius. Selama ini, ada indikasi air sungai digunakan sebagai sarana untuk membuang limbah pabrik. Ada beberapa studi yang menunjukkan bahwa pertanian berbasis irigasi air sungai menyumbang 50 % munculnya cemaran logam toksik dalam bahan pangan. Akan terjadi siklus tertutup [closed loop] limbah cemaran logam toksik dalam kegiatan pertanian. Jerami dan hijauan yang sudah terpapar cemaran logam akan dipakai sebagai pakan ternak. Kotorannya dimanfaatkan untuk produki pupuk kandang dan kompos yang pada akhirnya menjadi pupuk kopi. Dalam siklus tertutup ini konsentrasi logam berat semakin membesar dan di masa datang akan terakumulasi lebih banyak dalam biji kopi. Perlu upaya untuk memutus mata rantai siklus logam berat ini dalam bisnis kopi. Salah satunya dengan menerapkan manajemen mutu SNI kopi bubuk secara terstruktur, masif, sistematis dan berkelanjutan. Mulai dari hulu sampai hilir.

Cemaran Mikroba

Cemaran mikroba diukur dari nilai uji Angka Lempeng Total [ALT] dan jumlah kapang yang tumbuh dalam kopi bubuk. Melalui inkubasi sampel kopi bubuk dengan ager pada suhu 30 – 35 °C secara aerobik selama 72 jam, ALT bisa dihitung atas dasar jumlah koloni mikroba yang muncul dalam cawan lempeng [plate]. Mikroba dalam cawan tumbuh dalam bentuk koloni kasat mata. Jumlah koloni bisa dihitung secara visual tanpa bantuan mikroskop. Jumlah mikroba dinyatakan dalam satuan unit koloni per gram atau ml sampel. Persyaratan ALT dan kapang kopi bubuk persyaratan I dan II, masing-masing adalah 106 koloni/gr dan 104 koloni/gram sampel.

Paska penyangraian pada suhu tinggi [205 oC], kadar air kopi bubuk sangat rendah, yaitu antara 2 – 3 % tergantung pada tingkat sangrainya. Nilai Aw pada kadar air tersebut berkisar antara 0,2 – 0,3, suatu kondisi bahwa bubuk kopi tidak lagi mengandung air bebas. Mikroba jenis apapun tidak akan tumbuh [Gamba 1]. Berdasarkan hasil survei di beberapa daerah, ditemukan bahwa nilai ALT kopi bubuk terukur 3 – 5 x 102 koloni/g sampel, jauh di bawah nilai persyaratan SNI. Tidak juga terdeteksi adanya kapang. Tidak ada isu kejadian substansial terkait bakteri patogen pada produk kopi bubuk. Kalaupun ada, paparan mikroba pada kopi bubuk muncul karena kualitas kemasan dan kondisi penyimpanan yang kurang memadai. Permeabilitas kemasan yang tinggi memungkinkan udara masuk dan berinteraksi dengan senyawa lemak dalam kopi bubuk. Terjadi reaksi hidrolisis dan oksidasi, menjadikan kopi bubuk berbau tengik [rancid]. Juga reaksi mikrobiologis oleh kapang menyebabkan kopi bubuk memunculkan bau apek [stinky].

KONTROL MUTU KOPI BUBUK BERBASIS SNI

Mutu adalah tingkat kesesuaian spesifikasi dan karakteristik produk seperti keinginan konsumen. Dalam proses produksi, mutu perlu dikendalikan secara regular, konsisten dan berkelanjutan, lewat 2 mekanisme kontrol, yaitu  internal dan eksternal [Gambar 4].

Kontrol internal dilakukan oleh manajemen produksi di pabrik yang bersangkutan dengan acuan SNI: 01-3542-2004. Proses kontrol mutu internal adalah suatu tindakan pengendalian seluruh faktor proses kopi bubuk untuk menjamin pencapaian sasaran mutu produk sesuai SNI 01-3542-2004. Jika sesuai [yes], produk kopi bubuk lolos untuk didistribusikan ke pasaran. Jika sebaliknya [No], produk tidak bisa dilepas ke pasar. Dicari penyebabnya melalui perangkat kendali mutu internal. Dimulai dari kesesuain mutu bahan baku atas dasar SNI biji kopi No: 01-2907-2008. Diikuti dengan pengecekan unsur-unsur produksi yang meliputi, kompetensi tenaga kerja, kondisi mesin, metoda pengolahan, laboratorium uji dan sanitasi. Kegiatan ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi sedini mungkin terjadinya penyimpangan pada setiap tahapan proses produksi. Supaya, tindakan koreksi yang tepat sasaran bisa dieksekusi secara cepat dan akurat.

Kewenangan kendali mutu eksternal ada di tangan Pemerintah. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017, Pemerintah memberi mandat pengawasan peredaran makanan [termasuk produk kopi bubuk] kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan [BPOM]. Pengawasan dilakukan melalui sertifikasi produk sebelum diedarkan dan memantau peredaran produk di pasaran. Temuan BPOM bisa dijadikan rujukan manajemen pabrik untuk menghasilkan konsistensi mutu produk kopi bubuk sesuai SNI: 01-3542-2004.

 

DAFTAR RUJUKAN

Agustini, S., & M.K., Yusya [2020]. The effect of packaging materials on the physicochemical stability of ground roasted coffee. Current Research on Biosciences and Biotechnology 1 (2) 2020 66-70.

Baptestini., F.M, P. C Corrêa1., G. H. Horta de Oliveira., P. R. Cecon., N. Fátima & F. Soares [2017]. Kinetic modeling of water sorption by roasted and ground coffee. Acta Scientiarum. Agronomy Maringá, v. 39, n. 3, p. 273-281, July-Sept., 2017.

Erfandi, D & I.Juarsah [2014]. Teknologi Pengendalian Pencemaran Logam Berat            Pada Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Gusli, S., [2012]. Menuju Formula Pemupukan Kopi: Pengalaman. Internasional Finance. Corporation.

Kusumaningrum, H.D & M.M, Rasyidah [2019]. Prevalence of spoilage mold in coffee before and after brewing. Food Research 3 [6] : 720 – 726 [December 2019].

Nakilcioğlu. E., & S., Ötleş [2019]. Physical characterization of Arabica ground coffee with different roasting degrees. Anais da Academia Brasileira de Ciências (2019) 91(2): e20180191. Annals of the Brazilian Academy of Sciences. ISSN 1678-2690. www.scielo.br.

SNI 01-3542-2004, Kopi bubuk. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

SNI 01-2907-2008, Biji Kopi. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta

Sri Mulato [2019]. Proses Produksi Kopi bubuk Skala IKM. https://www.cctcid.com/.

=====O=====

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

× WhatsApp