Blog

Get informed about our latest news and events

FORMULASI PRODUK COKELAT SKALA ARTISAN

FORMULASI PRODUK COKELAT SKALA ARTISAN

Sri Mulato [cctcid.com]

PENDAHULUAN

Cokelat termasuk makanan camilan. Berperan mengurangi rasa lapar sesaat. Memberi sedikit asupan energi ke dalam tubuh. Produk cokelat di pasaran sudah berkembang sangat variatif, baik dalam bentuk [batangan dan pralin] maupun cita rasanya. Motivasi konsumen untuk memilih suatu produk cokelat sangat berlainan. Bisa atas dasar cita rasanya yang lezat dan khas, tampilan yang menarik, kandungan nutrisi dan juga energinya. Bagi industri skala artisan, formulasi produk cokelat sebelum diproduksi dan dipasarkan sangat krusial. Mengingat aktivitas produksi artisan bersifat pesanan [customized]. Formulasi adalah serangkaian proses produksi suatu produk berbasis campuran bahan baku utama dan bahan tambahan dalam proporsi yang tepat. Proses ini diperlukan untuk menjamin konsistensi mutu produk cokelat artisan sesuai kebutuhan konsumen, baik dari aspek sensorik, nutrisi, kalori, tekstur, harga dan umur simpan.

BAHAN BAKU UTAMA

Peraturan BPOM Nomor 21 Tahun 2016 membagi produk cokelat menjadi 2 kategori. Kode 05.1.4 untuk produk cokelat asli dan kode 05.1.5 untuk produk cokelat kompon. Ingredien [komponen] penyusun produk cokelat kategori 05.1.4 tertera pada Tabel 1 berikut ini,

Tabel 1. Komponen penyusun produk cokelat asli.

Cokelat adalah hasil olahan pangan berasal dari biji kakao. Diawali panen buah kakao matang dan sehat dari pohon kakao [Theobroma cacao]. Kulit buah hasil panen dikupas untuk diambil bijinya. Setelah difermentasi selama 5 hari berurutan, aroma khas cokelat akan terbentuk dalam biji kakao. Diakhiri proses pengeringan biji kakao sampai kadar airnya mencapai 7 % [Gambar 1].

Gambar 1. Urutan pengolahan buah hasil panen sampai biji kakao kering.

Biji kakao kering diolah lanjut menjadi bahan baku utama cokelat, yaitu pasta, lemak dan bubuk kakao [Gambar 2]. Dimulai dengan proses penyangraian biji kakao pada kisaran suhu 130 – 140 oC selama 30 menit. Muncul aroma dan cita rasa khas cokelat lebih tajam. Kulit biji [shell] mengembang dan mudah dipisahkan dari daging biji kakao [nib] lewat proses pengupasan [deshelling]. Setiap 10 kg biji kakao akan dihasilkan 8 kg daging biji dan 2 kg kulit biji [Gambar 3].

Gambar 2. Konversi biji kakao menjadi pasta, lemak dan bubuk kakao.

Gambar 3. Neraca massa pengupasan biji kakao sangrai.

Perlakuan mekanik yang intensif selama proses penggilingan [grinding] menyebabkan dinding sel daging biji pecah. Cairan lemak keluar dari sel membentuk cairan kental berwarna coklat, disebut pasta kakao. Lewat proses pengempaan bertekanan tinggi, lemak kakao terpisah dari pasta kakao. Mensisakan padatan disebut bungkil kakao dengan proporsi seperti disajikan pada Gambar 4 berikut,

Gambar 4. Neraca massa pengempaan pasta kakao.

Lemak kakao memiliki sifat plastis, lumer pada suhu tubuh, warna putih-kekuningan dan memadat pada suhu kamar. Lemak kakao digunakan sebagai bahan baku makanan cokelat kualitas tinggi [couverture]. Sedangkan, bungkil padat dihaluskan menjadi bubuk kakao. Kadar lemak bubuk kakao yang ada di pasaran mempunyai 3 tingkatan, yaitu lemak rendah [10-12%], medium [13-15 %] dan lemak tinggi [> 22 %]. Bubuk kakao merupakan bahan baku utama produk cokelat kompon. minuman, es krim dan kue cokelat kering.

BAHAN BAKU TAMBAHAN

Susu Bubuk

Susu berperan meningkatkan cita rasa gurih, tekstur lembut, warna cerah, memperkaya kandungan gizi dan penyedia energi pada makanan cokelat. Susu hewani berbentuk bubuk putih kering. Dihasilkan dari dehidrasi susu cair dalam pengering semprot [spray dryer]. Secara mikroskopis, sifat fisik susu bubuk tersusun dari partikel irregular, berpori-pori dan mempunyai luas permukaan yang besar. Menjadikan susu bubuk mudah bercampur dan menyatu secara homogen dalam adonan cokelat. Pada lingkungan lembab, susu bubuk mudah menyerap uap air dan menggumpal. Menyulitkan pencampuran dengan adonan cokelat.

Secara umum, susu bubuk mempunyai beberapa keunggulan, antara lain,

  1. Kandungan zat gizi yang lengkap
  2. Koefisien cerna yang tinggi
  3. Mutu protein dan lemak yang baik

Komposisi zat gizi dalam bubuk susu adalah lemak, protein dan gula laktosa masing-masing sebanyak 26, 25 dan 38 %. Kandungan air dan abu sebesar 5 dan 6 %. Lemak susu terdiri atas 12 jenis asam lemak jenuh dan tidak jenuh dengan proporsi 60 dan 40 % [Gambar  5].

Gambar 5. Proporsi asam lemak jenuh dan tidak jenuh dalam susu bubuk.

Susu bubuk dan lemak kakao sangat kompatibel. Mudah dicampur membentuk adonan cokelat yang homogen. Keberadaan lemak susu dalam adonan cokelat dapat mencegah fenomena “flat blooming”. Bintik-bintik putih di permukaan produk cokelat pasca pencetakan. Fenomena ini tidak merubah cita rasa cokelat dan tidak membahayakan kesehatan. “Fat bloming” hanya menyebabkan penampakan visual produk cokelat menjadi tidak menarik. Terkesan seperti terserang jamur dan berwarna kusam [Gambar 6].

Gambar 6. Fenomena difusi lemak [fat blooming] pada produk cokelat.

 Gula Tebu

Gula berfungsi sebagai bahan pemanis adonan cokelat. Salah satu jenis pemanis alami yang populer adalah gula tebu. Berasal dari cairan [nira] perasan batang pohon tebu [Saccharum officinarum]. Komponen utama gula tebu adalah sukrosa. Merupakan pemanis standar dari hampir semua produk makanan dan minuman cokelat. Keberadaan gusus hidroksil menyebabkan kristal gula sangat mudah larut dalam air, tetapi tidak larut dalam lemak kakao. Gula tebu bersifat nutritif. Setiap gram gula tebu memberikan energi sebanyak 4 kkalori. Secara kimiawi, kristal gula pasir termasuk jenis disakarida. Tersusun dari glukosa dan fruktosa, dengan proporsi 50 : 50 % [Gambar 7].

Gambar 7. Struktur kimia gula sukrosa.

Glukosa mudah diserap oleh darah. Disalurkan ke otak sebagai sumber energi. Glukosa dipakai sebagai indikator kadar gula dalam darah. Kandungan fruktosa dalam darah akan dikonversi oleh organ hati menjadi glikogen [sejenis lemak]. Disimpan dalam otot sebagai cadangan energi.

Gula Kelapa

Gula ini berasal dari nira pohon kelapa [Cocos nucifera] atau pohon aren [Arenga pinnata]. Keduanya mengandung sukrosa lebih sedikit. Sehingga tingkat kemanisannya juga lebih rendah dibandingkan gula tebu. Namun, gula kelapa memiliki nilai Indek Glikemik [IG] lebih rendah dari gula tebu, masing-masing 35 dan 68. IG merupakan ukuran laju [kecepatan] pelepasan glukosa dalam darah sesaat setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung gula [Gambar 8].

Gambar 8. Laju peruraian gula pada makanan ber-IG tinggi dan rendah.

Makanan dengan nilai IG tinggi akan melepaskan glukosa ke dalam darah lebih cepat. Menyebabkan kadar gula darah naik secara drastis. Menstimulir kerja pankreas lebih keras. Produksi insulin dipacu lebih cepat untuk menurunkan kadar glukosa darah kembali normal. Sebaliknya, makanan dengan nilai IG rendah akan melepaskan glukosa secara lambat [slow release]. Insulin bekerja lebih pelan dan terkontrol. Selain itu, gula kelapa mengandung mineral jenis K, Mg, Zn dan Fe serta vitamin B1, B2, B3, B6 dan C.

Pemanis Buatan

Sekarang ini, banyak produk pangan mengandung pemanis buatan baik sebagai pengganti [substitusi] maupun sebagai pencampur [kombinasi] pemanis alami. Pemanis buatan diproduksi menyerupai sifat-sifat gula alami, terutama dalam hal warna, bau, cita rasa, ukuran partikel, kemudahan berinteraksi dengan bahan-bahan lainnya dan keamanan dikonsumsi. Secara ekonomis, harga pemanis buatan lebih murah. Tingkat kemanisan pemanis buatan 30 – 40 kali lebih tinggi dari pemanis alami. Proporsi pemakaianyapun lebih sedikit. Produk dengan rasa manis yang sama diperlukan proporsi pemanis buatan jauh lebih sedikit. Proses pencampurannya juga lebih mudah. Pemanis buatan termasuk jenis non-nutritif [tidak menghasilkan kalori]. Sering ditambahkan pada produk makanan dan minuman rendah kalori. Ditujukan untuk konsumen yang sedang menjalani program diet dan terapi penyakit diabetes.

Lesitin

Adonan cokelat merupakan campuran dari lemak [lemak kakao dan susu], pasta kakao dan gula. Ketiganya mempunyai sifat kimiawi yang berbeda dan tidak bisa berinteraksi dengan baik tanpa dimediasi oleh bahan lain, yaitu lesitin. Kristal gula tidak larut dalam lemak. Terutama jika kadar air gula di atas standar. Molekul air akan menarik kristal gula yang bersifat hidrofilik. Membentuk gumpalan fasa air-gula. Sebaliknya, partikel halus pasta kakao bersifat hidrofobik. Tidak berinteraksi dengan air. Adonan cokelat menjadi tidak homogen. Terjadi dua fasa yang terpisah dan saling menjauhi. Lesitin mempunyai sifat amfoter, bisa berafiliasi dengan air dan minyak secara bersamaan. Senyawa ini berperan sebagai perantara. Mampu mendekatkan dan mengikat fasa air-gula dan fasa lemak-pasta kakao. Membentuk fasa tunggal yang homogen [Gambar 9].

Gambar 9. Interaksi lemak, pasta, gula dan lesitin dalam adonan cokelat.

Lesitin juga berperan sebagai pereduksi kekentalan [viscosity reducer] sehingga adonan cokelat mudah dicetak. Penambahan lesitin antara 0,30 – 0,35 % mampu menurunkan viskositas adonan cokelat sebesar 8 – 10 %. Jika ditambahkan berlebihan, lesitin justru akan meningkatkan viskositas. Juga memunculkan sensasi rasa getir pada adonan cokelat. Secara medis, lesitin mengandung senyawa kolin. Berperan dalam metabolisme, transportasi kolesterol dan transmisi sinyal antar membran sel. Bermanfaat untuk mencegah gangguan sistem kerja saraf otak yang berpotensi memicu gejala parkinson dan alzheimer.

PENGUJIAN FORMULA

Komposisi bahan baku dalam formula akan menjadi acuan penamaan produk cokelat yang dihasilkan, seperti cokelat hitam [dark chocolate], cokelat susu [milk chocolate], cokelat manis [sweet chocolate] dan cokelat putih [white chocolate]. Keempatnya ditentukan oleh persentase kandungan pasta kakao dalam resepnya. Semakin tinggi kadar pasta kakao, warna produk semakin gelap dengan rasa pahit lebih dominan dan lebih menyehatkan. Kandungan senyawa flavanol paling tinggi. Di antara 4 jenis cokelat di pasaran, hanya cokelat putih yang tidak mengandung pasta kakao [Tabel 2].

Tabel 2. Formula berbagai produk cokelat.

Cokelat putih mayoritas tersusun oleh lemak kakao, gula dan susu. Produk ini padat energi. Berasal dari komponen lemak dengan muatan kalori sebesar 9 kkal/gr. Produk ini kurang cocok untuk kosumen yang sedang menjalani program diet. Produk cokelat susu dan cokelat manis didominasi oleh komponen gula antara 50 sampai 65 %. Kedua jenis cokelat ini banyak digemari oleh anak-anak. Kurang tepat untuk konsumen yang sedang menjalani terapi diabet.

Pengujian proses produksi dimulai dari penyusunan resep [formula], penimbangan bahan dan pemasukan bahan ke dalam mesin pencampur [Gambar 10].

Gambar 10. Rangkaian proses pengujian formula cokelat.

Pasta cair ditambahkan paling awal. Diikuti dengan parutan lemak kakao padat. Suhu mesin diatur pada 40 – 50 oC untuk menjaga pasta dan lemak kakao tetap cair. Hal ini memudahkan bubuk gula dan bubuk susu padat terdispersi secara merata dalam adonan. Di antara bahan penyusun adonan cokelat, bubuk gula memiliki ukuran partikel paling besar,  antara 100 – 300 µ. Menyebabkan adonan cokelat terasa kasar di lidah. Adonan cokelat perlu dilembutkan lebih lanjut dalam mesin penghalus tipe roll atau ball mill. Proses ini dihentikan saat ukuran partikel adonan turun menjadi 10 – 20 μ. Adonan cokelat kemudian dipoles supaya lebih mengkilat. Pemolesan [conching] dilakukan di dalam bejana berpengaduk roll atau bola. Suhu diatur pada 60 – 70 oC untuk menguapkan sisa air dan senyawa penyebab cacat rasa [off flavor]. Selama pemolesan, lemak kakao dan emulsier [lesitin] ditambahkan ke dalam adonan cokelat. Viskositas adonan cokelat lebih encer. Memudahkan proses pencetakan berikutnya.

PENCETAKAN ADONAN

Lemak kakao bersifat polimorpis. Tidak bisa langsung dicetak tanpa melewati proses tempering. Saat meleleh pada suhu 48 – 50 oC, adonan cokelat mengandung 5 kristal yang berbeda bentuknya, tipe I sampai V [Gambar 11].

Gambar 11. Bentuk kristal lemak kakao dalam adonan cokelat cair.

Pada pendinginan “spontan” sampai suhu 18 oC, adonan cokelat tidak bisa membeku dengan sempurna. Di dalam adonan masih mengandung 3 tipe kristal, yaitu I, II dan III. Adonan tetap lembek meskipun disimpan pada suhu dingin dalam waktu cukup lama. Pendinginan adonan secara “lambat” sampai 18 oC bisa menghasilkan padatan cokelat monokristal tipe IV. Bersifat lebih keras, namun kristal ini kurang stabil. Cenderung mengalami “blooming” saat penyimpanan. Tempering adalah pendinginan adonan cokelat secara bertingkat fungsi suhu dan waktu sebelum proses pencetakan. Masing-masing jenis cokelat memiliki kurva tempering yang berlainan [Gambar 12].

Gambar 12. Kurva tempering berbagai jenis adonan cokelat.

Adonan cokelat beku saat disimpan, dilelehkan perlahan sampai suhu 48 oC. Terjadi pra-kristalisasi saat suhu adonan diturunkan secara moderat sampai 30 – 31 oC. Kristal IV bertransformasi secara sporadis mementuk kristal tipe V. Susunan kristal menjadi lebih kompak dan tertata saat adonan dituang ke dalam cetakan. Padatan hasil cetakan terlihat lebih keras, stabil, mengkilap [glossy], memiliki tekstur halus dan mudah meleleh di mulut. Jika padatan hasil cetakan dipatahkan akan terdengar bunyi cetag [snap]. Cetakan yang telah terisi kemudian dimasukkan ke dalam pendingin bersuhu 18 – 21 oC. Padatan cokelat akan mengkerut dan terlepas dari permukaan cetakan. Produk hasil cetakan segera dibungkus dengan lembar [foil] aluminium [Gambar 13].

Gambar 13. Pengemasan produk hasil cetakan adonan cokelat.

Lembar aluminium [foil] digunakan sebagai material pembungkus primer [langsung bersentuhan dengan produk]. Berperan melindungi produk cokelat dari kerusakan cita rasa yang disebabkan oleh cahaya, oksigen dan uap air. Kemasan primer dilindungi oleh kemasan sekunder sebagai selongsong. Bersifat dekoratif untuk menarik minat pembeli dan memberikan informasi tentang produk.

DAFTAR BACAAN

BPOM [2017. Pedoman Cokelat. Direktorat Standardisasi Produk Pangan. Jakarta

BSN [2006].Bahan tambahan pangan pemanis buatan. Persyaratan penggunaan dalam. SNI 01-6993-2004

https://www.cctcid.com/good-manufacturing-practices-gmp-gula-semut-untuk-alternatif-bahan-pemanis-seduhan-kopi/diunggah 30/12/2022.

https://Nutritionrefined.Com/Guide-To-Tempering-Chocolate/

https://www.cctcid.com/2020/03/29/mengenal-varian-produk-cokelat-pasaran/

https://www.cctcid.com/2022/05/16/peran-fermentasi-dalam-pascapanen- kakao/

Sri Mulato [2006]. Pengolahan Hulu dan Hilir Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Jember

Sri Mulato [2009]. Kakao, Cokelat dan Kesehatan. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Jember.

=====O=====

Leave a Reply

Your email address will not be published.

× WhatsApp