PERAN FERMENTASI DALAM PASCAPANEN BUAH KAKAO
Sri Mulato [cctcid.com]
PENDAHULUAN
Cita rasa camilan dan minuman cokelat sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, metoda panen dan pascapanen. Berasal dari hulu sungai Amazon, genus tanaman kakao semula berjumlah 22 spesies. Tiga diantaranya berkembang secara komersiil yaitu Criollo, Forastero dan Trinitario. Jenis Trinitario merupakan hibrida antara Criollo dan Forastero. Dengan alasan produktivitas tinggi, jenis Forastero lebih berkembang secara ekonomis. Komposisi produksi kakao global saat ini terdiri atas 80 % Forastero, 15 % Trinitario dan 5 % Criollo [Tabel 1].
Tabel 1. Jenis tanaman kakao, produsen dan kegunaan dalam industri cokelat.
Tahun 2021, total produksi kakao Indonesia diperkirakan lebih kurang 700-an ribu ton. Sebagian kecil sekitar 25 – 30 ton adalah jenis Criollo, diproduksi oleh PT. Perkebunan Nusantara XII di Jawa Timur. Mayoritas produksi kKo adalah jenis Forastero yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat. Sebutan dagang kakao Forastero adalah kakao lindak atau kakao “bulk”. Ciri fisik keping biji kakao [cut bean] lindak berwarna ungu-tua dengan atribut sensori pahit dan sepat. Cita rasa biji kakao lindak bisa didongkrak lewat proses fermentasi secara benar.
PANEN
Biji kakao bercita rasa khas cokelat diperoleh dari panen buah tepat matang. Ditandai oleh bentuk, ukuran dan warna kulit buahnya. Pada umur buah 40 hari setelah pembungaan, ukuran buah kakao klon TSH kurang lebih 5 cm, bentuk memanjang dan kulit buah berwarna hijau. Ukuran buah mencapai maksimum 15 cm pada umur buah 60 hari. Sampai umur panen 150 hari [5 bulan], ukuran buah relatif konstan dengan bentuk mendekati oval. Warna kulit buah berubah menjadi kuning-semburat jingga. Setiap klon kakao memiliki penciri fisiologis kematangan buah yang berlainan. Ukuran buah kakao klon ICCRI lebih panjang dengan warna buah muda merah tua. Saat matang, panjang buahnya bisa mencapai 25 cm dengan warna kulit buah merah-muda. Pada kondisi tepat matang, kandungan senyawa penyusun lemak dan pembentuk cita rasa sudah mencapai maksimal. Secara kimiawi, kematangan buah juga bisa diamati dari kandungan senyawa gula dalam pulpa [lendir] yang menyelimuti testa biji kakao [Gambar 1].
Gambar 1. Perubahan fisiologis dan kimiawi buah kakao selama pertumbuhan.
Pada umur buah 40 hari, kandungan padatan pulpa mulai terbentuk, masih sangat tipis. Kandungan padatan pulpa hanya 7 Brix dengan nilai pH 3,85. Seiring dengan meningkatnya umur buah, lapisan pulpa semakin tebal dan mencapai puncaknya saat buah tepat matang. Pada usia buah 150 hari, kandungan padatan pulpa mencapai 25 Brix. Nilai pH menurun drastis sampai 3,50 akibat terbentuknya lebih banyak asam sitrat. Waktu yang tepat untuk panen buah. Lapisan pulpa di permukaan testa adalah senyawa organik, substrat mikroba untuk proses fermentasi [Tabel 2].
Tabel 2. Komposisi kimia pulpa biji kakao.
BIO-KIMIAWI FERMENTASI
Fermentasi merupakan proses mikrobiologis terkontrol untuk merubah senyawa kimia bawaan biji kakao menjadi senyawa baru pembentuk cita rasa khas cokelat. Proses fermentasi biji kakao berlangsung dalam 3 tahap secara berurutan. Fermentasi diawali di lapisan pulpa, diikuti asidifikasi daging biji [nib] dan diakhiri dengan reaksi pencoklatan daging biji [Gambar 2].
Gambar 2. Tahapan reaksi fermentasi.
Tahap I: Degradasi pulpa berlangsung pada 24 jam pertama fermentasi. Setelah kulit buah kakao dibuka, pulpa secara spontan diinokulasi oleh berbagai jenis mikroorganisme alami dari lingkungan. Kandungan pektin dan gula [disakarida sukrosa] membuat pulpa sangat kental, membatasi difusi oksigen dari udara lingkungan ke permukaan testa. Lingkungan pulpa mengalami fase anaerobik, defisit oksigen. Senyawa gula dalam pulpa diurai lebih dulu oleh mikroba jenis khamir [yeast]. Terbentuk alkohol, gas CO2 dan H2O. Disertai munculnya aroma alkohol yang menyengat dan pelepasan energi panas sebesar 93 kJ per mol gula. Suhu fermentasi meningkat dari 25 ke 35 oC. Peran khamir mencapai maksimum pada 24 jam pertama, kemudian turun. Disusul peran enzim pektinase mengurai senyawa pektin. Degradasi pektin menyebabkan lapisan pulpa mencair dan menetes sebagai limbah cair fermentasi. Lapisan pulpa berangsur menipis.
Tahap II: Asidifikasi daging biji terjadi pada rentang jam fermentasi ke 24 sampai 72. Saat lapisan pulpa semakin tipis, akses oksigen semakin terbuka. Menjadikan enviromen di sekitar testa biji berubah aerobik. Surplus oksigen memicu aktivitas mikroba jenis lakto dan asetobakter. Berperan merubah etanol menjadi asam laktat dan asam asetat. Puncak konsentrasi asam laktat tercapai pada jam ke 48 dan kemudian menurun. Pembentukan asam asetat berlanjut dan mencapai maksimum pada jam ke 90. Disertai pelepasan aroma cuka dan panas sebesar 493 kJ per mol. Menyebabkan suhu fermentasi meningkat mendekati 50 °C. Pori-pori dinding testa semakin melebar. Membuka akses asam laktat dan asam asetat masuk ke dalam daging biji. Terjadi proses asidifikasi [pengasaman] komponen kimia dan kecambah biji. Nilai pH biji turun dari 5,5 menjadi 5,25. Menyebabkan daya kecambah mati. Diikuti serangkaian reaksi enzimatis dalam keping biji. Protein, karbohidrat dan polifenol mengalami transformasi enzimatik endogenik, yang melibatkan enzim proteolisis, hidrolase dan oksidase. Protein diuraikan oleh enzim endoprotease menjadi peptida dan asam amino bebas. Disakarida sukrosa [gula] terhidrolis dengan bantuan enzim invertase menjadi monosakarida glukosa dan fruktosa. Saat penyangraian, asam amino dan monosakarida akan bersintesa mengikuti mekanisme reaksi Maillard. Menghasilkan berbagai komponen kimia pembentuk cita rasa khas cokelat.
Tahap III: Reaksi pencoklatan keping biji muncul pada rentang waktu fermentasi jam ke 72 sampai 120. Ditandai oleh perubahan warna dan tekstur keping biji kakao yang cukup signifikan. Pada jam ke 0, keping biji didominasi warna ungu gelap [slaty] dengan tekstur pejal, warnakeping biji mirip batu sabak. Setelah proses asidifikasi pada jam ke 24 sampai 72, warna keping biji mulai memudar menjadi ungu cerah dan terbentuk tekstur berongga ringan. Sebelum difermentasi, senyawa polifenol tersimpan dalam sel berukuran besar [vacuole] berwarna ungu. Dinding sel pecah saat biji mengalami proses asidifikasi. Polifenol terbebas dan diurai menjadi kuinon oleh enzim polifenol oksidase. Selama 96 jam fermentasi, kandungan polifenol menurun sebanyak 70 %. Sedangkan antosianin terdegradasi sebanyak 90 %. Ini dianggap sebagai indikator tingkat fermentasi biji kakao sudah mendekati fase akhir. Kuinon bereaksi secara ireversibel dengan asam amino dan peptida membentuk tanin dan melanin. Kedua senyawa ini adalah pigmen warna coklat. Pada akhir jam ke 120 [5 hari], warna keping biji yang semula ungu berubah menjadi coklat penuh dengan tekstur berongga dominan. Suatu tolok ukur biji kakao sudah merampungkan proses fermentasi secara penuh [fully fermented].
TEKNIK FERMENTASI
Aktor utama proses fermentasi biji kakao adalah mikro-organisme. Pertumbuhan mikroorganisme fermentasi dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu,
Faktor Internal
Faktor ini terkait dengan sifat genetik [forastero, criollo dan trinitario], kematangan dan kesehatan buah hasil panen serta kuantum biji kakao yang menjalani proses fermentasi.
Genetik
Setiap jenis kakao Criollo, Forastero dan Trinitario mempunyai sifat genetik bawaan yang berlainan, antara lain warna keping biji dan komposisi kimianya [Gambar 3].
Gambar 3. Warna bawaan daging biji Criollo, Trinitario dan Forastero.
Penciri biji kakao Forastero adalah warna keping biji ungu tua, aroma kuat, rasa pahit dan sepat. Keping biji kakao Criollo berwana putih-kekuningan dengan rasa pahit minimal. Criollo mengandung senyawa theobromin, kafein dan senyawa polifenol lebih rendah daripada Forastero. Criollo juga memiliki kandungan senyawa pembentuk cita rasa [precursor] yang lebih variatif, yaitu prosianidin, gula pereduksi, dan asam amino. Sebagai hibrida, biji kakao Trinitario mempunyai sifat di antara Criollo dan Forastero. Memiliki warna keping putih semburat ungu. Menjadikan karakter rasa biji Trinitario tidak terlalu pahit dan sepat. Biji kakao Forastero mengandung senyawa favan-3-ols, antosianin dan flavonol. Ketiganya menyebabkan biji forastero berwarna ungu tua. Reaksi fermentasi butuh waktu sampai 5 hari untuk merubah warna ungu tua menjadi coklat. Biji kakao Trinitario memiliki kandungan polifenol lebih rendah. Waktu fermentasi lebih pendek, yaitu 3 sampai 4 hari. Biji kakao Criollo tidak mengandung antosianin. Warna keping bijinya dominan putih. Waktu fermentasinya sangat pendek, 2 – 3 hari saja.
Kematangan dan Kesehatan Buah Kakao
Kulit buah kakao Forastero matang berwarna kuning. Secara kimiawi, pulpa buah matang memiliki kandungan gula di atas 20 Brix. Mencukupi sebagai pemasok substrat mikroba fermentasi. Selain matang, buah kakao hasil panen harus sehat, tidak ada indikasi terserang hama dan penyakit. Salah satu hama buah kakao utama adalah PBK [Penggerek Buah Kakao]. Gejala serangan hama ini diawali di permukaan kulit buah. Secara visual, kulit buah terlihat belang-belang berwarna hijau-kuning tidak merata. Target serangan hama PBK adalah daging biji. Intensitas serangannya nampak jelas saat buah kakao sudah dibuka [Gambar 4].
Gambar 4. Intensitas serangan hama PBK pada biji kakao.
Sumber serangan hama PBK adalah serangga [Conopomorpha cramerella]. Dimulai dari peletakan telur serangga di permukaan alur kulit buah kakao. Menetas menjadi larva yang kemudian melubangi kulit dan masuk ke dalam buah. Larva memakan pulpa, plasenta dan keping biji sebagai sumber energi untuk berkembang biak. Pada buah sehat, biji kakao masih terikat dalam kondisi utuh oleh plasenta. Terlihat segar, putih dan lembek basah. Serangan PBK ringan merusak ikatan di ujung plasenta. Beberapa biji kakao mulai terlepas. Serangan PBK belum merusak lendir dan biji kakao. Setelah dibersihkan, biji kakao masih bisa difermentasi. Pada serangan medium, hampir 50 % pulpa dan biji sudah rusak. Pulpa mengering, keping biji mengeras dan berwarna kecoklatan. Sisa biji yang belum terserang masih bisa difermentasi. Serangan PBK berat hanya menyisakan biji sehat maksimum 10 %. Masih ada peluang bisa difermentasi. Itupun tidak disarankan karena diduga sudah terkontaminasi oleh komponen serangga. Biji kakao terserang sangat berat tidak bisa lagi difermentasi. Sebaiknya segera dipendam dalam tanah. Selain sebagai bahan kompos, siklus hidup hama PBK akan terputus.
Massa Biji Kakao
Reaksi fermentasi bersifat eksotermis [mengeluarkan panas]. Kuantum keluaran panasnya sangat tergantung pada massa biji kakao yang difermentasi. Reaksi tahap I menghasilkan alkohol dan panas sebesar 93 kJ per mol gula. Pada tahap II, produksi asam asetat melepaskan panas sebesar 496 kJ per mol alkohol. Akumulasi panas keduanya akan diserap oleh massa biji kakao yang sedang difermentasi. Semakin banyak massa biji kakao, semakin besar produksi panas dan suhu biji kakao akan semakin tinggi. Selama ini, massa biji kakao minimal pada fermentasi skala kecil adalah 40 kg. Panas yang dihasilkan cukup untuk menjaga suhu fermentasi tahap I dan II di kisaran 42 sampai mendekati 50 oC. Kinerja mikroba dan enzim lebih aktif. Mampu merubah warna keping biji yang semula “slaty” menjadi coklat. Persentase keping biji “slaty” kurang dari 3 %. Setara dengan “grade” mutu I, berdasar SNI biji kakao nomor 2323-2008. Fermentasi biji kakao kurang dari 40 kg tidak mampu memasok panas yang cukup. Proses fermentasi, asidifikasi dan pencoklatan tidak bisa berlangsung secara normal. Berdampak pada peningkatan pesentase biji “slaty” antara 8 sampai 20 %. Tergolong biji kakao “grade” II dan III.
Penyimpanan Buah Sehat
Musim panen kakao bersifat fluktuatif, ada panen puncak dan panen rendah. Pada saat panen puncak, ketersediaan buah kakao melimpah. Memudahkan untuk memanen buah sehat sebanyak 400 buah per sehari panen. Buah hasil panen bisa dibuka sore hari menghasilkan 40 kg biji kakao. Saat panen rendah, jumlah panen tersebut sulit dipenuhi dalam sehari panen. Petani kakao umumnya hanya memiliki lahan kakao seluas 1 hektar. Untuk itu, petani bisa menyimpan hasil panen buah harian di tempat teduh, misalnya 40 buah. Setelah 10 hari, secara kumulatif akan diperoleh 400 buah. Buah kakao termasuk jenis aklimaterik, tidak akan terjadi proses pematangan lanjut selama penyimpanan. Buah kakao tidak akan membusuk. Bahkan selama penyimpanan, senyawa karbohidrat komplek dalam pulpa akan terdegradasi menjadi senyawa gula. Nilai Brix pulpa yang semula 18 naik menjadi 20 setelah buah kakao sehat disimpan selama 6 hari. Ketersediaan senyawa gula berdampak pada produksi panas lebih banyak. Memicu peningkatan suhu fermentasi lebih tinggi. Pada 24 jam pertama, suhu fermentasi bisa mencapai 43 oC. Padahal, suhu fermentasi biji tanpa penyimpanan buah hanya mampu naik sampai 35 oC.
Faktor Eksternal
Faktor ini terkait dengan lingkungan terdekat di mana proses fermentasi dilakukan, yang meliputi rancangan reaktor, akses oksigen, saluran pembuangan cairan fermentasi dan pengadukan biji [agitasi].
Reaktor Fermentasi
Kriteria minimal sebuah bioreaktor fermentasi biji kakao adalah,
- tahan beban statis massa biji kakao
- tidak mudah berkarat dari serangan asam asetat
- kedap terhadap panas untuk menjaga stabilitas suhu fermentasi
- tersedia akses udara [oksigen] dan pembuangan cairan fermentasi
- kelengkapan sistem agitasi [pengadukan] dan kontrol suhu fermentasi
- bersifat aseptik untuk mencegah kontaminasi benda asing.
Reaktor fermentasi biji kakao umumnya berbentuk kotak persegi terbuat dari papan kayu tebal. Meskipun bentuknya sederhana, kotak kayu bisa berfungsi sebagai bioreaktor. Mampu mempertahankan panas, mencegah kehilangan panas dan menjaga lingkungan aseptik yang mendukung pertumbuhan mikroba. Desain kotak fermentasi kapasitas 40 kg biji kakao disajikan pada Gambar 5 berikut,
Gambar 5. Desain kotak fermentasi kapasitas 40 kg biji kakao.
Dimensi kotak adalah lebar dan panjang simetris 40 cm, tinggi 50 cm dan tebal papam kayu 3 cm. Kontruksi ini memenuhi kriteria kekuatan menahan beban biji kakao, isolasi panas hasil fermentasi dan resisten terhadap cairan asam asetat hasil fermentasi yang bersifat korosif. Sambungan antar kayu tidak menggunakan paku, melainkan pasak dari bahan bambu. Akses pasokan udara dan keluaran cairan fermentasi disalurkan lewat lubang-lubang dan celah antar papan pembentuk dinding. Bagian atas peti ditutup karung goni yang bersih. Berfungsi sebagai isolator panas, penahan penguapan air untuk menjaga kelembahan dalam peti dan mencegah kontaminasi benda asing dari luar kotak.
Agitasi [Pengadukan]
Agitasi bertujuan untuk homogenisasi proses fermentasi. Mekanisme agitasi dilakukan dengan 2 kotak. Keduanya disusun secara kaskade bertingkat. Kotak pertama disangga di atas meja kecil dan kotak kedua ditempatkan di bawahnya sejajar dengan posisi meja. Biji kakao sebanyak 40 kg diisikan ke dalam kotak pertama di posisi atas. Ditutup dengan karung kopi dan dibiarkan berproses selama 48 jam. Setelahnya, biji kakao dari kotak pertama diaduk sambil dirotasi posisinya ke kotak kedua. Ada perpindahan posisi biji kakao di masing-masing kotak. Biji kakao yang sebelumya di posisi atas kotak pertama, kini menempati posisi bawah di kotak kedua. Setelah pengadukan selesai, kotak kedua ditutup lagi dengan karung goni. Pengadukan hanya dilakukan sekali selama proses fermentasi, yaitu di akhir jam ke 48.
KONTROL PROSES
Warna Biji Kakao dan Suhu Fermentasi
Perubahan kimiawi biji kakao selama proses fermentasi harus dimonitor secara reguler. Proses kontrol dilakukan untuk menjaga konsistensi mutu hasil fermentasi. Kontrol adalah suatu tindakan untuk mengawasi, mengendalikan dan mengatur variabel fermentasi baik secara visual maupun dengan alat bantu [termometer]. Variabel yang mudah diamati dalam fermentasi adalah perubahan suhu dan warna biji kakao [Gambar 6].
Gambar 6. Kontrol warna dan suhu massa biji kakao selama fermentasi.
Pada jam ke 0, testa biji kakao segar masih diselimuti pulpa warna putih dominan. Belum terjadi reaksi fermentasi. Suhu massa biji kakao dalam kotak masih rendah antara 30 – 35 oC. Pada 24 jam bertama, reaksi fermentasi tahap I sudah mulai terdeteksi. Lapisan lendir sedikit terbuka secara parsial, menampakkan sebagian kecil permukaan testa. Senyawa gula terdegradasi menjadi alkohol oleh khamir pada kondisi anaerobik, disertai pelepasan panas. Suhu biji kakao secara gradual naik dari 35 menjadi 43 oC. Reaksi fermentasi tahap II berlangsung pada rentang jam ke 24 sampai 72. Alkohol dikonversi menjadi asam laktat dan asetat oleh lakto dan aseto bakteri. Sambil melepaskan panas. Suhu massa biji kakao makin menanjak ke 47 oC. Tebal lapisan lendir makin menyusut. Permukaan testa biji kakao mulai terlihat jelas, berwarna kecoklatan. Pada jam ke 120 [5 hari], suhu biji mendekati 50 oC. Lapisan pulpa makin habis, warna testa semakin coklat dominan. Indikasi bahwa proses fermentasi sudah paripurna.
Uji Belah [Cut Test]
Tingkat kesempurnaan reaksi fermentasi dapat dilihat dari hasil uji belah [cut test]. Secara periodik per 24 jam, diambil sampel sebanyak 45 biji kakao masing-masing 15 biji dari kotak bagian atas, tengah dan bawah. Setiap biji kakao dibelah menjadi 2 keping simetris. Secara visual, warna keping biji diamati dan dicocokkan dengan warna baku [Gambar 7].
Gambar 7. Warna keping biji kakao pada berbagai tingkatan fermentasi.
Pada jam ke 0, keping biji berwarna abu-abu tua dan bertekstur pejal. Dalam terminologi mutu, keping biji yang demikian disebut biji “slaty”. Warna keping biji berubah ungu setelah difermentasi 24 jam. Indikasi bahwa fermentasi mulai berjalan. Sampai jam ke 72, keping biji berwarna coklat sedikit keunguan dengan tekstur berongga. Pada jam ke 120, keping biji didominasi oleh warna coklat merata dengan tekstur bergelombang lebih jelas. Pada fermentasi lebih dari 120 jam, permukaan keping biji mulai ditumbuhi misela jamur berwarna putih disertai munculnya bau tidak sedap. Telah terjadi “over fermented”. Protein dalam biji kakao sudah mengalami degradasi dengan pelepasan gas ammonia atau sulfida.
Biji kakao “slaty” identik dengan biji kakao tidak difermentasi sama sekali. Dipersepsikan sebagai biji kakao mutu rendah. Biji kakao yang demikian tidak memunculkan cita rasa khas cokelat pada saat disangrai. Karena tidak mengandung senyawa pembentuk [prekursor] cita rasa. Salah satu batasan klasifikasi mutu biji kakao adalah persentase biji “slaty”. Hal itu juga tercantum dalam SNI biji kakao nomor: 2323-2008 [Tabel 3].
Tabel 3. Syarat mutu biji kakao SNI: 2323-2008, terkait dengan fermentasi.
Biji kakao “grade” I baik jenis Criollo [F] mapun Forastero [B] mensyaratkan persentase biji “slaty” maksimal 3 %. Grade II 8 %. Sedangkan, “grade” III memperbolehkan persentase biji “slaty” sampai maksimum 20 %.
DAFTAR ACUAN
Bariah.K, Fazilah & Tajul [2017]. Effect of Cocoa Pods Storage on the Temperature and Physicochemical Changes during Shallow Box Fermentation. IJISET – International Journal of Innovative Science, Engineering & Technology, Vol. 4 Issue 12, December 2017.
Hamrick, D & K. F. Stark [2018]. Belize in the Cocoa-Chocolate Global Value Chain
Duke Global Value Chains Center, Duke University.
https://3dwarehouse.sketchup.com/model/6bee012fde039f78e10344b2d137df28/cocoa-fermentation-box
Karen E. Rojas. K. E., et-al, [2020]. Identification of potential maturity indicators for harvesting cacao. Heliyon 6, e03416. Journal homepage: www.cell.com/heliyon.
Saripah, B. & Azhar [2012]. Five Years Of Using Cocoa Black Ants, To Control Cocoa Pod Borer At Farmer Plot – An Epilogue. Malaysian Cocoa Journal. https: //www.researchgate.net/publication/260677111.
Sri Mulato [2013]. Pedoman dalam proses Fermentasi Kakao. Majalah Triwulan CSP. Edisi bulan Desember 2013.
Tunjung Sari, A. Budi., H. Firmanto & T. Wahyudi [2021]. Small-Scale Fermentation of Cocoa Beans and the Parameter for on-Process Monitoring. Pelita Perkebunan 37 [1] 2021, 76—84.
Viesser, L.A., et-al., [2021]. Global cocoa fermentation microbiome: revealing new taxa and microbial functions by next generation sequencing technologies. World Journal of Microbiology and Biotechnology, Volume 37.
=====O=====