Blog

Get informed about our latest news and events

PELUANG APLIKASI TEKNIK BIOPORI DI KEBUN KAKAO RAKYAT

PELUANG APLIKASI TEKNIK BIOPORI DI KEBUN KAKAO RAKYAT

Sri Mulato [ccctcid.com]

PENDAHULUAN

Dalam 10 tahun terakhir ini, tren produksi kakao nasional cenderung stagnan. Degradasi lahan kakao dianggap sebagai salah satu penyebabnya. Kondisi ini diperparah dengan munculnya fenomena perubahan iklim. Suhu udara naik. Laju evapotranspirasi tanamam dan air tanah makin meningkat. Terjadi defisit air tanah. Pasokan air ke tanaman terganggu saat musim kemarau. Signal kekeringan ekstrim terlihat pada daun. Warna daun menguning dan akhirnya layu. Ada beberapa solusi untuk mengatasi kekeringan, satu di antaranya adalah penerapan teknik biopori secara masif di lahan kakao petani.

RETENSI AIR TANAH

Siklus hidrologi adalah daur air di permukaan bumi secara kontinu dan berulang. Dimulai dari evaporasi air laut oleh radiasi matahari. Air laut bertransformasi dari fase cair menjadi uap. Terbentuk gumpalan awan di atmosfir. Setelah mencapai fase jenuh, awan terkondensasi menjadi air hujan dan turun menerpa permukaan bumi. Aliran air melewati 3 jalur, yaitu meresap ke dalam tanah, terjebak di cekungan permukaan bumi dan sisanya kembali ke laut lewat sungai. Air meresap secara lateral di bawah permukaan tanah. Bermanfaat untuk mendukung aktivitas fisiologis tanaman. Retensi air hujan dalam tanah dipengaruhi oleh struktur dan ukuran partikel tanah.

Pasir: memiliki ukuran partikel antara 0,05 – 2 mm. Porositasnya besar. Laju serapan air hujan berjalan cepat, dengan rating [+++]. Menjadikan, tanah berpasir lebih cepat kering. Kemampuan menahan air dan nutrisi sangat rendah. Sulit diandalkan sebagai penyimpan air untuk mencukupi kebutuhan tanaman kakao [Gambar 1]:

Gambar 1. Pengaruh tekstur tanah terhadap laju resapan air hujan.

Lanau: memiliki partikel berukuran sedang [0,002 – 0,5 mm]. Mempunyai retensi air yang lebih baik daripada tanah berpasir. Karakteristik drainasenya sedang. Selama musim kemarau, tanah lanau dapat menahan air lebih lama dibandingkan dengan tanah berpasir. Tanah lanau mampu memasok air yang lebih terjamin bagi tanaman. Namun, belum cukup memadai untuk ditanami kakao.

Tanah liat: mengandung partikel halus [< 0,0002 mm]. Ukuran pori-pori tanah sangat kecil. Laju drainase air sangat lambat. Air dan unsur hara tanaman bisa tertahan lebih lama dalam tanah. Tanaman kakao bisa tumbuh dan berproduksi secara baik pada jenis tanah ini.

Tanah liat tersusun atas 30 – 40 % lempung, 50 % pasir dan 10 – 20 % debu. Ketebalan solum disesuaikan dengan jangkauan akar kakao. Warna tanah bisa dijadikan indikator kesuburan tanah. Warna tanah terkait dengan kandungan bahan organik dan kedalaman tanah [Gambar 2].

Gambar 2. Tampilan visual tanah pada berbagai kedalaman.

Terdapat 3 jenis kedalaman tanah, yaitu, dangkal [20 cm], sedang [50 – 75] dan dalam lebih dari 75 cm. Masing-masing diukur atas dasar jarak dari permukaan tanah. Air tanah dangkal terletak di bawah “top soil“. Warna tanah cenderung abu-abu [grey]. Lapisan ini sudah mengalami pelapukan. Pernah mengalami proses gleisasi. Akibat tergenang air dalam waktu lama. Lapisan ini termasuk miskin kandungan oksigen dan unsur hara. Tidak cocok untuk tanaman kakao. Di kedalaman sedang, warna tanah berubah agak coklat. Bahan organik tanah telah mengalami proses pencoklatan [browning] secara biologis. Belum sepenuhnya cocok untuk pertumbuhan tanaman kakao secara optimal. Tanah yang paling baik untuk pertanaman kakao adalah di lapisan dalam. Warna tanah semakin coklat gelap. Ketersedian bahan organik, mineral dan air sudah memenuhi kebutuhan tanaman kakao.

PERAKARAN TANAMAN KAKAO

Performa tumbuh tanaman kakao bisa diukur dari pertumbuhan tajuk dan perkembangan akar. Tajuk mudah dilihat secara visual karena posisinya di atas permukaan tanah. Jika kondisi tajuk tidak normal, petani bisa segera melakukan tindakan koreksi. Sebaliknya, kesehatan akar tidak bisa segera dideteksi secara kasat mata. Yang menjadi pedoman adalah pertumbuhan tajuk dan akar harus dijaga seimbang. Diukur dari perbandingan lebar tajuk horizontal dan jarak rambatan akar lateral dalam tanah. Secara umum, lebar rambatan akar lateral 2 – 3 kali lebih besar daripada radius tajuk. [Gambar 3].

Gambar 3. Sistem perakaran dan proyeksi tajuk pohon kakao.

Sebagian besar akar lateral menggerombol dan menjalar 30 cm di bawah permukaan tanah. Hanya 4 % akar lateral berkembang lebih dalam dari 30 cm. Fungsi akar lateral adalah menyerap air dan hara tanah untuk disalurkan ke seluruh bagian tanaman. Jangkauan jelajah akar lateral ke arah samping pohon mencapai 8 m. Melebihi proyeksi tajuk horizontal yang hanya 4 m.

Akar tunggang berbentuk silindris dan menancap ke bawah sampai kedalaman 150 cm. Berfungsi mirip angkor baja pada gedung bertingkat. Menambatkan tanaman di dalam tanah. Menjamin pohon kakao berdiri tegak dan kuat. Menjaga stabilitas pohon kakao dari paparan angin. Pada umur tanaman 6 tahun, akar tunggang sudah mampo menembus tanah sampai kedalaman 61 cm. Diameternya mencapai 7,50 cm. Berfungsi juga sebagai penyimpan cadangan makanan. Sehingga, kondisi tanaman kakao dengan kedalaman akar tunggang sampai 60 cm terlihat masih segar dibandingkan perakaran tanaman pada kedalaman 30 cm [Gambar 4].

Gambar 4. Kondisi kesehatan tanaman kakao atas dasar kedalaman perakaran.

TEKNIK BIOPORI

Pemanasan global berdampak pada perubahan iklim. Siklus hidrologi berubah drastis. Volume dan frekuensi hujan tidak menentu. Durasi musim kemarau cenderung lebih panjang. Menyebabkan kekeringan ekstrim. Kenaikan suhu lingkungan mendorong meningkatnya proses evapotranspirasi. Bisa dijadikan petunjuk ketersediaan air tanah. Evapotranspirasi merupakan akumulasi penguapan air dari dalam tanah lewat tajuk tanaman dan permukaan tanah yang terbuka. Penguapan air paling tinggi terjadi dari kedalaman tanah antara 0 sampai 20 cm. Posisi lapisan ini dekat permukaan tanah. Jarak difusi air menuju permukaan tanah paling pendek. Saat terpapar sinar matahari, air permukaan langsung menguap ke atmosfir. Makin masuk ke lapisan dalam [20 – 40 cm], laju evapotranspirasi makin menurun.

Dari aspek neraca air, evapotranspirasi dianggap sebagai “output” air menuju atmosfir. Sedangkan, curah hujan adalah “input” air. Sejumlah air masuk ke bumi dari atmosfir. Terjadi defisit air tanah jika nilai “output” lebih besar dari “input”. Ini terjadi pada saat musim kemarau. Tipikal curah hujan dan nilai evapotranspirasi di salah satu wilayah penghasil kakao disajikan pada Gambar 5 berikut,

Gambar 5. Kaitan evapotranspirasi dan curah hujan.

Musim kemarau berlangsung dari bulan Mei hingga Oktober, ditandai curah hujan di bawah 100 mm per bulan. Sedangkan, musim hujan jatuh pada bulan November hingga bulan April tahun berikutnya. Memiliki kisaran curah hujan antara 200 sampai  400 mm/bulan. Di wilayah tropis, nilai Eto bulanan tidak berubah secara signifikan. Nilai Eto terrendah 2,90 mm/hari/pohon, terjadi saat musim hujan. Sebaliknya, pada musim kemarau, nilai Eto rata-rata sebesar 3,5 mm/hari/pohon. Melebihi nilai curah hujan. Kadar lengas tanah akan mengalami penurunan. Tidak mencukupi untuk mendukung kegiatan fisilogis tanaman kakao. Tanaman perlu mendapatkan asupan air dari luar secara artifisial [irigasi buatan]. Siraman air per pohon dengan selang plastik dianggap ribet. Karena jarak sumber air ke masing-masing pohon sangat jauh dan variatif. Opsi lain yang lebih aplikabel adalah aplikasi biopori.

Rancangan biopori tergolong sederhana dan berbiaya murah. Ketika sudah terpasang, mekanisme kerja biopori berfungsi mandiri. Tidak perlu keterlibatan petani secara inten. Karena biopori bisa menyimpan air saat kemarau. Biopori terbuat dari pipa pralon diameter 12,50 cm [5 dim] dan panjang 40 cm [menyesuaikan jangkauan akar tunggang kakao]. Di sepanjang dinding, tutup atas dan dasar pipa pralon diberi luban diameter 2 cm. Lubang di tutup atas untuk akses masuk air hujan, sedangkan lubang di dinding dan di tutup bawah sebagai jalan keluar air menuju akar tanaman. Setiap 3 pohon kakao difasilitasi 2 pipa biopori pada posisi mengikuti jarak tanam [Gambar 6].

Gambar 6. Pemasangan pipa biopori di antara tanaman kakao.

Pipa biopori diharapkan mampu menampung air hujan sebagai pengganti kehilangan air akibat evapotranspirasi [Eto]. Nilai Eto dipakai sebagai patokan untuk menentukan volume simpanan air dalam pipa saat musim kering. Eto rata-rata pada musim kemarau adalah 3,50 mm air/hari/pohon. Setiap 1 mm Eto setara dengan kehilangan air sebanyak 10 m3/hektar/hari. Dengan jarak tanam 3 x 3 m, populasi normal tanaman kakao per hektar adalah 1000 pohon. Maka seluruh pipa biopori harus terisi sebanyak 3,50 x 10 = 35 m3/hari/hektar. Dengan asumsi, rata-rata petani hanya memiliki 500 pohon per LLG [Luasan Lahan Garapan]. Air pengisi biopori adalah 35 m3 dibagi 2 atau sama dengan 17,50 m3. Jika setiap 3 pohon kakao dilayani 2 pipa, maka kebutuhan pipa biopori sebanyak [500/3] x 2 = 360 buah/LLG. Panjang 1 pipa pralon kurang lebih 4 m, jadi total biopori memerlukan 90 lonjor pipa pralon. Petani bisa memanfaat momentum kenaikan harga biji kakao saat ini untuk membiayai pembuatan dan pemasangan biopori secara mandiri di kebun masing-masing.

Kombinasi aplikasi biopori dan kompos merupakan opsi untuk mengurangi kebutuhan jumlah pipa biopori. Kompos mengandung unsur karbon [C] dalam jumlah cukup banyak. Unsur ini akan meningkatkan kelengasan, kesuburan dan pengikatan air dalam tanah. Di beberapa wilayah penghasil kakao, kadar bahan C umumnya kurang dari 1 %. Idealnya, kadar C tanah sesuai GAP adalah 3 %. Selain membuat tanah lebih subur, bahan organik ini memiliki daya pengikat air yang banyak. Kompos di dalam pipa biofori berfungsi seperti “spon”. Memiliki kapasitas menahan air yang tinggi. Setiap kenaikan 1 % kadar C dalam tanah akan menambah kapasitas penyerapan air hingga 75 m3 per hektar. Dengan kombinasi biopori dan kompos, kebutuhan lubang biopori tidak lagi sebanyak 360 buah per LLG.

PENUTUP

Pemanasan global berdampak pada perubahan iklim. Siklus hidrologi berubah drastis. Volume dan frekuensi hujan sulit diprediksi. Durasi musim kemarau lebih panjang. Menyebabkan kekeringan ekstrim. Iklim di beberapa wilayah penghasil kakao yang semula cocok untuk tanaman kakao mengalami defisit air. Aplikasi kombinasi lubang biopori dan kompos di kebun kakao rakyat dianggap bisa menjadi salah satu solusi untuk konservari air tanah. Rancangan biopori tergolong sederhana dan berbiaya murah.

SUMBER BACAAN

Febrian, AN, [2015]. Studi Laboratorium Pengaruh Penggunaan Fluida Komplesi CaBr2 Terhadap Sifat Fisik Batuan Sandstone Sintetik. Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Trisakti. Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: 2460-8696 142.

https://cropsandsoils.extension.wisc.edu/the-important-role-of-soil-texture-on-water/

https://www.fao.org/Introduction to evapotranspiration.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/Ot.140/4/2014 Tentang Pedoman Teknis Budidaya Kakao Yang Baik [Good Agriculture.Practices]..

Prastowo, E [2019]. Kebutuhan Air Irigasi Tanaman Kopi dan Kakao. Warta Pusat Penelitian Kakao. 31 | 3 | Oktober 2019.

Sumarno Dkk [2024]. Penerapan Teknologi Lrbb (Lubang Resapan Biopori Berkompos) Di Kebun Kopi Rakyat Desa Argotirto, Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Jurnal Aplikasi Sains Teknologi Nasional Vol. 05 No. 02 Oktober, 2024.

Wahono, A [2018]. Variasi Kedalaman Air Tanah di Kebun Kakao Rakyat: Studi Kasus di Kabupaten Mimika. Warta Pusat Penelitian Kakao.

Zakariyya, F & T. Iman Santoso, [2021]. Melihat Lebih Dekat Karakter Perakaran Kakao. Warta Pusat Penelitian Kakao.

=====O=====

Gambar 1. Pengaruh tekstur tanah terhadap laju resapan air hujan.

Lanau: memiliki partikel berukuran sedang [0,002 – 0,5 mm]. Mempunyai retensi air yang lebih baik daripada tanah berpasir. Karakteristik drainasenya sedang. Selama musim kemarau, tanah lanau dapat menahan air lebih lama dibandingkan dengan tanah berpasir. Tanah lanau mampu memasok air yang lebih terjamin bagi tanaman. Namun, belum cukup memadai untuk ditanami kakao.

Tanah liat: mengandung partikel halus [< 0,0002 mm]. Ukuran pori-pori tanah sangat kecil. Laju drainase air sangat lambat. Air dan unsur hara tanaman bisa tertahan lebih lama dalam tanah. Tanaman kakao bisa tumbuh dan berproduksi secara baik pada jenis tanah ini.

Tanah liat tersusun atas 30 – 40 % lempung, 50 % pasir dan 10 – 20 % debu. Ketebalan solum disesuaikan dengan jangkauan akar kakao. Warna tanah bisa dijadikan indikator kesuburan tanah. Warna tanah terkait dengan kandungan bahan organik dan kedalaman tanah [Gambar 2].

 

Gambar 2. Tampilan visual tanah pada berbagai kedalaman.

Terdapat 3 jenis kedalaman tanah, yaitu, dangkal [20 cm], sedang [50 – 75] dan dalam lebih dari 75 cm. Masing-masing diukur atas dasar jarak dari permukaan tanah. Air tanah dangkal terletak di bawah “top soil“. Warna tanah cenderung abu-abu [grey]. Lapisan ini sudah mengalami pelapukan. Pernah mengalami proses gleisasi. Akibat tergenang air dalam waktu lama. Lapisan ini termasuk miskin kandungan oksigen dan unsur hara. Tidak cocok untuk tanaman kakao. Di kedalaman sedang, warna tanah berubah agak coklat. Bahan organik tanah telah mengalami proses pencoklatan [browning] secara biologis. Belum sepenuhnya cocok untuk pertumbuhan tanaman kakao secara optimal. Tanah yang paling baik untuk pertanaman kakao adalah di lapisan dalam. Warna tanah semakin coklat gelap. Ketersedian bahan organik, mineral dan air sudah memenuhi kebutuhan tanaman kakao.

PERAKARAN TANAMAN KAKAO

Performa tumbuh tanaman kakao bisa diukur dari pertumbuhan tajuk dan perkembangan akar. Tajuk mudah dilihat secara visual karena posisinya di atas permukaan tanah. Jika kondisi tajuk tidak normal, petani bisa segera melakukan tindakan koreksi. Sebaliknya, kesehatan akar tidak bisa segera dideteksi secara kasat mata. Yang menjadi pedoman adalah pertumbuhan tajuk dan akar harus dijaga seimbang. Diukur dari perbandingan lebar tajuk horizontal dan jarak rambatan akar lateral dalam tanah. Secara umum, lebar rambatan akar lateral 2 – 3 kali lebih besar daripada radius tajuk. [Gambar 3].

 

Gambar 3. Sistem perakaran dan proyeksi tajuk pohon kakao.

Sebagian besar akar lateral menggerombol dan menjalar 30 cm di bawah permukaan tanah. Hanya 4 % akar lateral berkembang lebih dalam dari 30 cm. Fungsi akar lateral adalah menyerap air dan hara tanah untuk disalurkan ke seluruh bagian tanaman. Jangkauan jelajah akar lateral ke arah samping pohon mencapai 8 m. Melebihi proyeksi tajuk horizontal yang hanya 4 m.

Akar tunggang berbentuk silindris dan menancap ke bawah sampai kedalaman 150 cm. Berfungsi mirip angkor baja pada gedung bertingkat. Menambatkan tanaman di dalam tanah. Menjamin pohon kakao berdiri tegak dan kuat. Menjaga stabilitas pohon kakao dari paparan angin. Pada umur tanaman 6 tahun, akar tunggang sudah mampo menembus tanah sampai kedalaman 61 cm. Diameternya mencapai 7,50 cm. Berfungsi juga sebagai penyimpan cadangan makanan. Sehingga, kondisi tanaman kakao dengan kedalaman akar tunggang sampai 60 cm terlihat masih segar dibandingkan perakaran tanaman pada kedalaman 30 cm [Gambar 4].

Gambar 4. Kondisi kesehatan tanaman kakao atas dasar kedalaman perakaran.

 

TEKNIK BIOPORI

Pemanasan global berdampak pada perubahan iklim. Siklus hidrologi berubah drastis. Volume dan frekuensi hujan tidak menentu. Durasi musim kemarau cenderung lebih panjang. Menyebabkan kekeringan ekstrim. Kenaikan suhu lingkungan mendorong meningkatnya proses evapotranspirasi. Bisa dijadikan petunjuk ketersediaan air tanah. Evapotranspirasi merupakan akumulasi penguapan air dari dalam tanah lewat tajuk tanaman dan permukaan tanah yang terbuka. Penguapan air paling tinggi terjadi dari kedalaman tanah antara 0 sampai 20 cm. Posisi lapisan ini dekat permukaan tanah. Jarak difusi air menuju permukaan tanah paling pendek. Saat terpapar sinar matahari, air permukaan langsung menguap ke atmosfir. Makin masuk ke lapisan dalam [20 – 40 cm], laju evapotranspirasi makin menurun.

Dari aspek neraca air, evapotranspirasi dianggap sebagai “output” air menuju atmosfir. Sedangkan, curah hujan adalah “input” air. Sejumlah air masuk ke bumi dari atmosfir. Terjadi defisit air tanah jika nilai “output” lebih besar dari “input”. Ini terjadi pada saat musim kemarau. Tipikal curah hujan dan nilai evapotranspirasi di salah satu wilayah penghasil kakao disajikan pada Gambar 5 berikut,

Gambar 5. Kaitan evapotranspirasi dan curah hujan.

Musim kemarau berlangsung dari bulan Mei hingga Oktober, ditandai curah hujan di bawah 100 mm per bulan. Sedangkan, musim hujan jatuh pada bulan November hingga bulan April tahun berikutnya. Memiliki kisaran curah hujan antara 200 sampai  400 mm/bulan. Di wilayah tropis, nilai Eto bulanan tidak berubah secara signifikan. Nilai Eto terrendah 2,90 mm/hari/pohon, terjadi saat musim hujan. Sebaliknya, pada musim kemarau, nilai Eto rata-rata sebesar 3,5 mm/hari/pohon. Melebihi nilai curah hujan. Kadar lengas tanah akan mengalami penurunan. Tidak mencukupi untuk mendukung kegiatan fisilogis tanaman kakao. Tanaman perlu mendapatkan asupan air dari luar secara artifisial [irigasi buatan]. Siraman air per pohon dengan selang plastik dianggap ribet. Karena jarak sumber air ke masing-masing pohon sangat jauh dan variatif. Opsi lain yang lebih aplikabel adalah aplikasi biopori.

 

Rancangan biopori tergolong sederhana dan berbiaya murah. Ketika sudah terpasang, mekanisme kerja biopori berfungsi mandiri. Tidak perlu keterlibatan petani secara inten. Karena biopori bisa menyimpan air saat kemarau. Biopori terbuat dari pipa pralon diameter 12,50 cm [5 dim] dan panjang 40 cm [menyesuaikan jangkauan akar tunggang kakao]. Di sepanjang dinding, tutup atas dan dasar pipa pralon diberi luban diameter 2 cm. Lubang di tutup atas untuk akses masuk air hujan, sedangkan lubang di dinding dan di tutup bawah sebagai jalan keluar air menuju akar tanaman. Setiap 3 pohon kakao difasilitasi 2 pipa biopori pada posisi mengikuti jarak tanam [Gambar 6].

Gambar 6. Pemasangan pipa biopori di antara tanaman kakao.

Pipa biopori diharapkan mampu menampung air hujan sebagai pengganti kehilangan air akibat evapotranspirasi [Eto]. Nilai Eto dipakai sebagai patokan untuk menentukan volume simpanan air dalam pipa saat musim kering. Eto rata-rata pada musim kemarau adalah 3,50 mm air/hari/pohon. Setiap 1 mm Eto setara dengan kehilangan air sebanyak 10 m3/hektar/hari. Dengan jarak tanam 3 x 3 m, populasi normal tanaman kakao per hektar adalah 1000 pohon. Maka seluruh pipa biopori harus terisi sebanyak 3,50 x 10 = 35 m3/hari/hektar. Dengan asumsi, rata-rata petani hanya memiliki 500 pohon per LLG [Luasan Lahan Garapan]. Air pengisi biopori adalah 35 m3 dibagi 2 atau sama dengan 17,50 m3. Jika setiap 3 pohon kakao dilayani 2 pipa, maka kebutuhan pipa biopori sebanyak [500/3] x 2 = 360 buah/LLG. Panjang 1 pipa pralon kurang lebih 4 m, jadi total biopori memerlukan 90 lonjor pipa pralon. Petani bisa memanfaat momentum kenaikan harga biji kakao saat ini untuk membiayai pembuatan dan pemasangan biopori secara mandiri di kebun masing-masing.

Kombinasi aplikasi biopori dan kompos merupakan opsi untuk mengurangi kebutuhan jumlah pipa biopori. Kompos mengandung unsur karbon [C] dalam jumlah cukup banyak. Unsur ini akan meningkatkan kelengasan, kesuburan dan pengikatan air dalam tanah. Di beberapa wilayah penghasil kakao, kadar bahan C umumnya kurang dari 1 %. Idealnya, kadar C tanah sesuai GAP adalah 3 %. Selain membuat tanah lebih subur, bahan organik ini memiliki daya pengikat air yang banyak. Kompos di dalam pipa biofori berfungsi seperti “spon”. Memiliki kapasitas menahan air yang tinggi. Setiap kenaikan 1 % kadar C dalam tanah akan menambah kapasitas penyerapan air hingga 75 m3 per hektar. Dengan kombinasi biopori dan kompos, kebutuhan lubang biopori tidak lagi sebanyak 360 buah per LLG.

PENUTUP

Pemanasan global berdampak pada perubahan iklim. Siklus hidrologi berubah drastis. Volume dan frekuensi hujan sulit diprediksi. Durasi musim kemarau lebih panjang. Menyebabkan kekeringan ekstrim. Iklim di beberapa wilayah penghasil kakao yang semula cocok untuk tanaman kakao mengalami defisit air. Aplikasi kombinasi lubang biopori dan kompos di kebun kakao rakyat dianggap bisa menjadi salah satu solusi untuk konservari air tanah. Rancangan biopori tergolong sederhana dan berbiaya murah.

SUMBER BACAAN

Febrian, AN, [2015]. Studi Laboratorium Pengaruh Penggunaan Fluida Komplesi CaBr2 Terhadap Sifat Fisik Batuan Sandstone Sintetik. Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Trisakti. Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: 2460-8696 142.

https://cropsandsoils.extension.wisc.edu/the-important-role-of-soil-texture-on-water/

https://www.fao.org/Introduction to evapotranspiration.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/Ot.140/4/2014 Tentang Pedoman Teknis Budidaya Kakao Yang Baik [Good Agriculture.Practices]..

Prastowo, E [2019]. Kebutuhan Air Irigasi Tanaman Kopi dan Kakao. Warta Pusat Penelitian Kakao. 31 | 3 | Oktober 2019.

Sumarno Dkk [2024]. Penerapan Teknologi Lrbb (Lubang Resapan Biopori Berkompos) Di Kebun Kopi Rakyat Desa Argotirto, Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Jurnal Aplikasi Sains Teknologi Nasional Vol. 05 No. 02 Oktober, 2024.

Wahono, A [2018]. Variasi Kedalaman Air Tanah di Kebun Kakao Rakyat: Studi Kasus di Kabupaten Mimika. Warta Pusat Penelitian Kakao.

Zakariyya, F & T. Iman Santoso, [2021]. Melihat Lebih Dekat Karakter Perakaran Kakao. Warta Pusat Penelitian Kakao.

=====O=====

Leave a Reply

Your email address will not be published.

× WhatsApp