FAKTA DAN MASA DEPAN KOPI LIBERIKA
Sri Mulato [cctcid.com]
PENDAHULUAN
Perubahan iklim adalah sebuah kenyataan. Tercermin pada kenaikan suhu lingkungan yang sudah terasa dampaknya. Pola curah hujan kian tak menentu. Mengancam keberlanjutan rantai pasok kopi arabika dan robusta dari hulu [kebun] sampai hilir [industri kopi]. Mitigasi perubahan iklim sudah dilakukan di beberapa wilayah penghasil kopi. Namun, masih bersifat parsial, hasilnya belum optimal. Kurang dibarengi dengan pendekatan lewat keanekaragaman genetik kopi dan pemanfaatan lahan marginal. Kopi liberika, secara genetik, termasuk adaptif terhadap perubahan iklim. Bisa tumbuh dengan baik di lahan marginal [gambut dan rawa]. Saat ini, tersedia lahan ini seluas 7,8 juta ha tersebar di wilayah Provinsi Jambi, Riau dan Kalimantan. Didukung oleh pelepasan varietas kopi liberika unggul [Liberika Tungkal Komposit, Liberika Meranti-1 dan 2] untuk lahan gambut. Amunisi baru pemacu percepatan produksi kopi liberika secara massal. Saat ini, produksi biji kopi liberika tercatat hanya 2.000 ton/tahun. Peningkatan produksi kopi liberika harus selaras dengan upaya perluasan pasar domestik maupun global lewat strategi “branding” berbasis Indikasi Geografis [IG] secara berkelanjutan.
PROFIL KOPI LIBERIKA
Kopi liberika pertama kali ditemukan di Liberia Afrika. Kopi ini termasuk jenis Liberoid. Satu kelompok dengan kopi Ekselsa. Juga berasal dari Afrika [wilayah Chad]. Pada abad 1875, Belanda membawanya ke Indonesia. Berharap bisa menggantikan posisi kopi arabika yang waktu itu musnah terserang penyakit karat daun. Liberika memang lebih tahan penyakit karat daun ketimbang arabika. Meski, tidak sekuat robusta. Jenis kopi inilah yang kemudian berkembang lebih cepat merambah ke seluruh Nusantara. Kini mendominasi 75 % dari total produksi kopi domestik. Sementara, produksi kopi liberika baru mencapai 2 %. Kopi liberika mulai ditanam oleh petani di lahan gambut Tanjung Jabung sejak tahun 1940. Lebih cocok ditanam di lahan gambut jenis saprik [sudah lapuk] dan hemik [setengah lapuk], dibandingkan pada lahan gambut jenis fibrik [belum lapuk], seperti tertera pada Gambar 1 berikut,
Gambar 1. Tanaman kopi liberika umur 4 tahun di 2 jenis lahan gambut.
Kendala pengembangan kopi liberika di masa lalu adalah ketersediaan bahan tanam unggul. Petani kopi selama ini memperbanyak tanaman kopi liberika secara generatif. Berasal dari biji tanaman liberika lokal yang dianggap unggul. Cara perbanyakan ini cenderung menghasilkan pertanaman beragam akibat adanya segregasi. Sampai akhirnya, pada tahun 2014, ditemukan varietas kopi liberika unggul “Libtukom” [Liberika Tungkal Komposit] oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Varietas ini telah dibudidayakan di lahan gambut pada ketinggian sekitar 20 m dpl di Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Tumbuh dengan baik di bawah naungan pohon kelapa dan pinang. Hanya saja, tanaman liberika rentan terhadap intrusi air laut. Lahan gambut perlu dituntaskan lebih dulu dari air laut lewat saluran dan parit, sebelum ditanami kopi liberika secara massal [Gambar 2].
Gambar 2. Pohon penaung dan parit penuntasan air di lahan gambut.
Morfologi akar dan daun kopi robusta, ekselsa dan liberika berbeda cukup signifikan. Daun tanaman liberika cenderung tebal, ujung lancip, lebar dan bentuk oval. Lebar daun kopi liberika hingga 30 cm. Mengikuti postur pohon kopi liberika yang tinggi sampai 17 meter. Daun ekselsa berukuran sedang dan bentuk oval-gemuk. Terdapat pupus daun berwarna coklat muda. Sedangkan, daun robusta berbentuk ramping dan runcing diujungnya [Gambar 3].
Gambar 3. Morfologi akar dan daun kopi robusta, ekselsa dan liberika.
Ketiga jenis tanaman kopi secara umum memiliki sistem perakaran yang mirip. Terdiri atas akar serabut dan tunggang. Akar serabut berada pada posisi dangkal. Menyebar secara horizontal di bawah permukaan tanah melingkari akar pohon. Akar serabut berfungsi untuk menyerap air bersama unsur hara dari lapisan tanah bagian atas. Akar tunggang tumbuh menembus tanah sampai kedalaman 30 – 40 cm. Akar ini sebagai jangkar untuk menahan pohon kopi dan menyerap air dari lapisan tanah yang lebih dalam. Pohon liberika memiliki akar tunggang dan akar serabut yang merambat ke samping. Keduanya mampu menyerap air dan unsur hara dari tanah gambut. Evapotranspirasi tanaman kopi liberika lebih rendah dibandingkan tanaman hutan. Menyebabkan tanaman liberika mampu bertahan hidup di musim kemarau.
Perbanyakan kopi liberika secara klonal bisa ditempuh melalui metode setek, okulasi dan sambung pucuk. Sebagai bahan perbanyakan adalah bagian vegetatif tanaman, seperti, batang, akar dan daun yang berasal dari pohon induk. Teknik ini menghasilkan bibit yang seragam dan memiliki sifat genetik yang sama dengan induknya. Kemurnian dan keseragaman genetik bisa terjamin selama umur pertanaman. Bibit liberika diperbanyak di polibeg dan dirawat sampai umurnya siap salur ke lahan kebun [Gambar 4].
Gambar 4. Pembibitan kopi liberika secara klonal.
PANEN
Buah kopi liberika mulai dipanen pada umur 4 tahun. Secara fisiologis, ditandai dengan perubahan warna kulit buah secara bertahap. Semula hijau menjadi kuning dan berakhir warna merah [Gambar 5].
Gambar 5. Perubahan warna kulit buah kopi liberika.
Dikenal 2 cara panen buah kopi. Pertama, panen racutan: memetik seluruh buah yang ada di ranting, tanpa memperhatikan tingkat kematangannya. Hasil panen merupakan campuran buah berbagai warna seperti pelangi. Kedua, panen selektif: hanya buah merah saja yang dipetik. Selebihnya, buah hijau dan kuning dibiarkan matang di ranting dan dipanen selang 10 hari berikutnya. Buah merah menghasilkan ukuran dan massa biji paling besar. Senyawa kimia calon cita rasa sudah terbentuk secara maksimal. Buah hasil panen memiliki warna merah seragam [Gambar 6].
Gambar 6. Panen buah pelangi dan warna merah hasil panen selektif.
Buah kopi liberika bisa dipanen sepanjang tahun dengan pola panen puncak dan panen rendah. Panen puncak terjadi pada bulan Mei – Juli dan bulan November – Januari. Pada umur tanaman 4 tahun, panen puncak bisa menghangsilkan 4 – 5 kg buah per pohon. Setelah usia 10 tahun, setiap pohon liberika bisa dipanen sebanyak 15 – 20 kg buah kopi. Semakin tua, postur tanaman kopi liberika semakin tinggi, hingga 20 meter. Aktivitas panen perlu dibantu dengan tangga. Hasil pemetikan cenderung berwarna pelangi [Gambar 7].
Gambar 7. Panen buah kopi pada pohon liberika berpostur tinggi [20 m].
Pohon kopi liberika sebaiknya dipangkas secara reguler. Pangkasan berfungsi untuk membentuk percabangan [plagliotrop] dan mengontrol ketinggian tanaman [ortotrop]. Membatasi ketinggian tanaman tidak lebih 4 meter untuk memudahkan perawatan tanaman dan aktivitas panen.
PASCAPANEN
Perambangan
Perambangan ditujukan untuk memisahkan buah bernas dari buah kopong dan kotoran. Hasil panen buah kopi pelangi dirambang secara terpisah dengan buah panen selektif [petik merah]. Untuk skala kecil, perambangan dilakukan dalam ember atau bak air. Buah kopi kopong [terserang hama/penyakit] dan kontaminasi daun/ranting] akan mengambang di permukaan air. Buah bernas akan mengendap ke dasar bak air. Setelah dipisahkan dari bahan yang terapung, buah kopi bernas bisa diolah lanjut [Gambar 8].
Gambar 8. Perambangan buah kopi liberika hasil panen.
Tahapan ProsesPascapanen bertujuan untuk mencegah kerusakan mutu buah kopi hasil panen. Jika tidak segera diolah, buah kopi akan mengalami proses kimiawi dan mikrobiologis secara tidak terkontrol. Secara alami, biji kopi terletak di bagian paling dalam dari struktur buah. Terlindungi oleh 6 lapisan, yaitu, lapisan kulit buah terluar, pulpa, lendir, kulit tanduk dan kulit ari [Gambar 9].
Gambar 9. Anatomi buah kopi matang.
Kerusakan buah kopi dimulai dari kulitnya. Mikroba dari lingkungan menembus ke dalam pulpa [daging buah] lewat pori-pori kulit buah. Senyawa gula dalam pulpa dimanfaatkan sebagai substrat [makanan] mikroba untuk berkembang biak secara tidak terkontrol. Menyebabkan cita rasa biji kopi menurun. Metoda pengolahan buah kopi liberika bisa mengadopsi salah satu dari cara pengolahan buah kopi robusta dan arabika, yaitu, proses kering, honey, proses semi-basah dan proses basah [Gambar 10].
Gambar 10. Beberapa alternatif tahapan pengolahan buah kopi liberika.
Proses Kering
Metoda pengolahan buah kopi paling tradisional. Setelah dirambang, buah kopi bernas langsung dikeringkan di atas lantai jemur. Proses ini sering juga disebut proses natural. Umumnya diterapkan untuk mengolah buah kopi petik pelangi. Buah merah bernas juga bisa diproses secara natural, atas permintaan konsumen. Karena buah kopi masih utuh, waktu penjemuran buah kopi liberika berlangsung, hingga 3 – 4 minggu. Proses penjemuran diakhiri saat kadar air buah kopi telah mencapai 12,50 % [sesuai SNI biji kopi No 2907-2008]. Secara visual, buah kopi kering berwarna coklat-kehitaman, sering disebut kopi gelondong kering.
Proses Honey
Awalnya proses ini dikembangkan untuk mempersingkat waktu penjemuran. Lapisan kulit buah dan pulpa merupakan penghalang penguapan air. Lapisan keduanya harus dikupas dulu sebelum buah dijemur. Alat pengupas kulit dan pulpa buah disebut “pulper” [Gambar 11].
Gambar 11. Alat pengupas buah kopi hasil panen.
Drum pengupas memiliki profil bergelombang untuk meningkatkan gesekan antara permukaan drum dan buah kopi. Drum berputar searah gerakan gravitasi buah kopi. Mendorong buah kopi ke arah bawah melewati celah. Menyebabkan kulit buah kopi terkelupas. Lebar celah diatur sesuai dengan diameter buah kopi. Celah terlalu lebar menyebabkan buah kopi lolos, tidak terkupas. Sebaliknya, buah kopi akan tergencet jika lebar celah terlalu sempit. Berpotensi biji kopi pecah. Alat yang ada saat ini dirancang untuk mengupas buah kopi robusta dan arabika. Lebar celah diatur sesuai dengan diameter buah robusta dan arabika, masing-masing 27 dan 33 mm. Untuk mengupas buah kopi liberika, pelat pengatur lebar celah perlu dimodifikasi. Karena buah liberika memiliki diameter 42 mm [Gambar 12].
Gambar 12. Ukuran buah kopi robusta, arabika dan liberika.
Hasil pengupasan buah kopi disebut biji kopi gabah [parchment]. Biji kopi ini hanya terlapisi oleh kulit tanduk, sisa pulpa dan lapisan lendir [mucilage]. Waktu penjemuran biji kopi gabah menjadi lebih pendek, kurang dari 2 minggu.
Proses Semi-Wash
Proses ini merupakan penyempurnaan proses honey. Hasil proses ini adalah biji kopi gabah, tanpa lapisan pulpa plus lendir. Lapisan ini digosok secara mekanik sampai bersih dengan alat yang disebut “demucilager”. Waktu penjemuran biji kopi gabah tanpa lendir menjadi lebih singkat, hanya 10 hari.
Proses Full-Wash
Pada proses ini, sisa lapisan pulpa dan lendir dibersihkan secara mikrobiologis saat proses fermentasi. Senyawa gula dalam lendir diuraikan menjadi alkohol dan beberapa asam organik secara terkendali. Lama waktu fermentasi ditentukan atas dasar sisa tebal pulpa. Semakin tebal lapisan pulpa, semakin lama waktu fermentasinya. Lapisan pulpa robusta sangat tipis, hanya 0,74 mm. Waktu fermentasinya sangat singkat, hanya 12 jam. Bahkan, kopi robusta jarang difermentasi. Kopi arabika memiliki tebal pulpa 1,29 mm. Diperlukan waktu fermentasi hingga 36 jam. Fermentasi kopi liberika dengan tebal pulpa 2,70 mm membutuhkan waktu lebih dari 36 jam. Biji kopi gabah hasil fermentasi kemudian dicuci. Sisa hasil fermentasi yang masih menempel di permukaan kulit tanduk terbilas dalam air. Tampilan kopi gabah menjadi bersih dan berwarna putih-kekuningan. Waktu penjemurannya kurang dari 10 hari.
Pengupasan Kulit Tanduk
Biji kopi gabah hasil penjemuran masih dilapisi kulit tanduk kering. Kulit ini harus dikupas untuk menghasilkan biji kopi kering. Biji kopi gabah diumpankan ke dalam silinder pengupas lewat corong. Gesekan rotor pengupas akan melepaskan kulit tanduk dan memisahkannya dari permukaan biji kopi kering. Serpihan kulit tanduk terhisap oleh kipas. Hasil pengupasan berupa biji kopi beras [green beans] terkumpul lewat corong pengeluaran [Gambar 13].
Gambar 13. Mesin pengupas biji kopi gabah kering [huller].
Biji kopi gabah relatif lebih mudah dikupas dibandingkan biji kopi gelondong. Biji kopi ini masih tertutup oleh beberapa lapisan, bersifat tebal dan keras. Menyebabkan kapasitas pengupasan biji kopi gelondong kering menjadi lebih rendah. Mesin pengupas yang ada di pasaran umumnya dirancang untuk pengupasan biji kopi gelondong robusta dan arabika. Untuk pengupasan biji kopi gelondong liberika desain rotor dalam silinder pengupas perlu dimodifikasi. Karena biji kopi gelondong liberika memiliki diameter lebih besar daripada biji kopi gelondong robusta dan arabika.
RENDEMEN HASIL PENGOLAHAN
Rendemen hasil pengolahan merupakan perbandingan antara berat biji kopi beras dan berat buah kopi hasil panen. Rendemen berbanding lurus dengan tebal lapisan buah kopi [Gambar 10]. Semakin tebal lapisan pelindung biji, rendemen semakin turun. Setiap 100 kg buah kopi liberika rambangan menghasilkan biji kopi kering sebanyak 12,30 kg. Jadi nilai rendemen = [12,30/100] x 100 % = 12,30 % [Gambar 14].
Gambar 14. Neraca massa pengolahan buah kopi liberika.
Rendemen hasil pengolahan kopi arabika berkisar antara 16 – 18 %. Setiap 100 kg buah kopi arabika rambangan dihasilkan biji kopi beras sebanyak 16 sampai 18 kg. Sedangkan, pengolahan kopi robusta mengasilkan rendemen paling tinggi, yaitu 20 – 22 %. Setiap 100 kg buah kopi robusta rambangan dihasilkan biji kopi beras sebanyak 20 hingga 22 kg biji kopi beras.
KARAKTERISTIK BIJI KOPI LIBERIKA
Biji kopi liberika memiliki beberapa keunikan dari aspek bentuk, kadar kafein dan profil cita rasanya dibandingkan biji kopi arabika dan robusta.
Bentuk Biji
Biji kopi Liberika memiliki bentuk asimetris. Bentuknya lonjong pipih dan lancip di salah satu ujungya. Bentuk biji arabika lonjong agak gemuk, tapi tidak runcing di bagian ujungnya. Bentuk biji robusta yang cenderung simetris agak bulat. Ukuran fisik biji kopi liberika juga paling besar. Panjang biji liberika berkisar 24 mm dan lebarnya 12 mm. Warna biji robusta dan liberika kecoklatan akibat reaksi “browning”. Terjadi akibat keduanya ditanam di dataran rendah dan bersuhu relatif tinggi [28 – 30 oC]. Sementara, arabika ditanam di dataran tinggi dan bersuhu rendah 22 – 23 oC. Warna biji arabika cenderung kehijaun [Gambar 15].
Gambar 15. Bentuk dan warna biji kopi robusta, arabika dan liberika.
Kadar Kafein
Secara alami biji kopi mengandung senyawa makro, seperti lemak, karbohidrat, protein. Ketiganya berperan dalam pembentukan cita rasa khas kopi. Biji kopi juga mengandung senyawa mikro, antara lain, senyawa antioksidan, mineral dan kafein. Antioksidan [asam khlorogenat] dan mineral bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Perhatian konsumen umumya terfokus pada kadar kafeinnya. Biji kopi liberika mengandung kadar kafein paling rendah, yaitu 1,23 gr/100 gr. Disusul kopi arabika dengan kadar air sebesar 160 gr/100 gr biji. Kadar kafein tertinggi dimiliki oleh kopi robusta, yaitu 226 gr/100 gr [Tabel 1 ].
Tabel 1. Komposisi kimia biji kopi arabika, robusta dan liberika [gr/100 gr biji].
Kafein tergolong sebagai bahan penyegar [stimulan] ringan. Berefek secara fisiologis dan psikologis terhadap peminumnya. Menyasar susunan syaraf otak. Menyebabkan otak selalu siaga, waspada dan tidak terasa kantuk. Namun, bagi kelompok masyarakat yang tidak toleran terhadap kafein, asupan kafein dapat menimbulkan iritasi ringan pada organ pencernaan, kenaikan tekanan darah dan sering buang air kecil. Konsumen sensitif kafein kini bisa menikmati seduhan kopi liberika secara rutin. Tidak perlu khawatir dengan efek negatif kafein bagi tubuh karena kadar kafein kopi liberika sangat rendah.
Profil Cita Rasa
Komposisi kimia biji kopi hijau sangat mempengaruhi cita rasa seduhan kopi. Protein adalah sumber asam amino. Saat penyangraian, asam amino akan bersintesa dengan sukrosa lewat reaksi Maillard. Menghasikan senyawa baru pembentuk cita rasa khas kopi. Liberika dan arabika memiliki kadar protein dan sukrosa relatif berimbang. Sehingga, keduanya memiliki kemiripan pada profil cita rasanya. Dengan kandungan sukrosa paling rendah, kopi robusta cenderung memiliki profil cita rasa paling bawah [Gambar 16].
Gambar 16. Profil cita rasa kopi robusta, arabika dan liberika.
Biji liberika mengandung senyawa lemak cukup tinggi [12 %], sedikit lebih rendah dari biji arabika [16 %]. Lemak berpengaruh positif pada atribut bodi [mouth feel]. Seduhan kopi lebih terasa berat dan kental di permukaan lidah. Selain itu, lemak memberikan sensasi “creamy”. Lipid bersifat hidrofobik. Tidak bisa menyatu dengan air penyeduh. Cenderung terpisah dan mengambang di atas cairan seduhan membentuk “crema” tebal. Sangat disukai oleh penggemar seduhan espresso.
PENUTUP
Kopi liberika memiliki sifat genetik tahan terhadap perubahan iklim dan bisa dibudidayakan di lahan marginal [gambut dan rawa]. Produksi kopi liberika domestik diharapkan bisa ditingkatkan melalui penanaman di lahan gambut. Luas areal lahan ini mencapai 7,8 juta ha. Tersebar di wilayah Provinsi Jambi, Riau dan Kalimantan.
Dari sisi hilir, biji kopi liberika memiliki kadar kafein yang rendah [1,30 %] dan cita rasa unik [aroma herbal dan buah]. Berpotensi mendongkrak popularitas kopi liberika di masa mendatang.
Indikasi geografis [IG] termasuk HAKI dan bermanfaat untuk “branding” suatu produk berbasis ciri khas wilayah. Produk kopi berlabel IG akan terjamin keaslian, mutu dan originalitas asal-usulnya. Secara komersial, berperan penting dalam meningkatkan daya saing produk dan menambah keyakinan konsumen untuk membeli kopi liberika. Beberapa produk kopi liberika yang sudah bersertifikat IG adalah Kopi Liberika Tungkal Jambi, Kopi Liberika Kayong Utara, Kalimantan Barat dan Kopi Liberika Rangsang Meranti.
BAHAN BACAAN
Fahmuddin, A dan I.G. Made Subiksa [2008]. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre [ICRAF] Bogor 2008.
Fernandez., M.L [2022]. Morphological Characterization and Identification of Existing
Coffee Types at CSU Lal-lo Valena Site. International Journal of Biosciences | IJB | Vol. 21, No. 6, p. 53-58, 2022.
https://www.kemenparekraf.go.id/ragam-ekonomi-kreatif/Pemahaman-IG.
Surma.S & S. Oparil [2021]. Coffee and Arterial Hypertension. Curr Hypertens Rep
[ 23] : 38.
Wibowo, N. A [2021]. Effect Of Fermentation On Sensory Quality Of Liberica Coffee Beans Inoculated With Bacteria From Saliva Arctictis Binturong Raffles. Biodiversitas, Volume 22, Number 9, September 2021.
=====O=====