Blog

Get informed about our latest news and events

KAFEIN, BIOSINTESIS DAN AVAILABILITAS DALAM TUBUH PEMINUMNYA

LEBIH AKRAB DENGAN KAFEIN DALAM KOPI

Sri Mulato [cctcid.com]

 

PENDAHULUAN

Selama ini, kafein sering diasosiasikan hanya dengan kopi. Padahal kafein juga terkandung dalam berbagai jenis tanaman penyegar, antara lain teh [Camellia sinensis], kakao [Theobroma cacao] dan kola [Cola acuminata]. Kafein berperan meningkatkan daya tahan tanaman dari serangan hama dan penyakit. Biosintesis kafein berawal dari tunas daun, disusul di kulit buah kopi. Akhirnya terakumulasi dalam biji kopi. Tahun 1821, ahli kimia organik Jerman F. F. Runge berhasil mengisolasi senyawa kafein dalam biji kopi. Senyawa ini digolongkan sebagai bahan penyegar [stimulan] ringan. Berefek secara fisiologis dan psikologis terhadap peminumnya. Menyasar susunan syaraf otak agar tetap terjaga, menangkal rasa kantuk, menjaga stamina dan kewaspadaan. Di sisi lain, terkadang menimbulkan iritasi ringan pada organ pencernaan. Respon tubuh terhadap asupan kafein dipengaruhi oleh jenis kopi, jumlah, frekuensi konsumsi dan sensitivitas tubuh. Selain diperoleh secara alami, kafein juga diproduksi secara sintentis. Digunakan sebagai bahan baku minuman berenergi, makanan dan obat-obatan. Pemerintah Amerika dan Eropa telah memasukkan kafein ke dalam kelompok GRAS [Generally Recognized As Safe]. Batas toksik kafein adalah 10 gr. Aman untuk dikonsumsi sampai takaran maksimum 400 mg per hari. Secangkir kopi mengandung kafein berkisar antara 80 sampai 175 mg.

BIOSINTESIS KAFEIN

Tanaman kopi bersifat autotrofik. Mampu secara mandiri memproduksi metabolit primer dan sekunder lewat proses fotosintesis. Metabolit primer adalah senyawa esensial untuk menunjang pertumbuhan tanaman, yaitu karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat. Sedangkan, kafein termasuk metabolit sekunder. Senyawa non-esensial untuk pertumbuhan. Kafein diproduksi untuk meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit. Senyawa ini terbentuk melalui biosintesis secara enzimatik. Diawali dari organ tunas daun muda dan kulit buah yang masih hijau. Kira-kira 3 bulan pertama, laju biosintesis kafein berlangsung maksimal. Setelahnya, pembentukan kafein cenderung melambat seiring dengan proses penunaan kedua organ tersebut. Melalui mekanisme translokasi membran, kafein secara bertahap masuk ke dalam biji kopi lewat kulit buah. Mencapai maksimum setelah 8 bulan dari saat pembungaan. Zanthosin [turunan asam nukleat] merupakan senyawa inti pembentuk kafein. Mengalami 4 tahapan reaksi enzimatis-bertingkat sampai terbentuk  kafein [Gambar 1],

  1. Penempatan gugus metil [-CH3] ke dalam struktur xanthosin dengan bantuan enzim metil xanthosin sintase [MXS], membentuk senyawa 7-metil-xanthosin.
  2. Pelepasan gugus ribose oleh enzim N-metil nukleosidase [NMN], mensisakan senyawa 7-metil-xanthin.
  3. Pembentukan senyawa theobromin melalui reaksi metilasi senyawa 7-metil-xanthin dengan bantuan enzim theobromin sintase [TS].
  4. Konversi theobromin menjadi kafein lewat reaksi metilasi dengan bantuan enzim caffein sintase [CS]. Kadar kafein rata-rata pada biji kopi berkisar antara 1,3 sampai 2,4 %, masing-masing untuk biji kopi arabika dan robusta.

Selain faktor genetis, biosintesis kafein pada daun dan biji kopi dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Intensitas cahaya adalah parameter lingkungan pemicu proses fotosintesis tanaman untuk memproduksi metabolit primer dan sekunder. Intensitas radiasi surya kumulatif yang jatuh di permukaan bumi berkisar antara 4.500 – 5.000 Watt/m2/hari [setara dengan 100.000 Lux]. Pohon penaung berfungsi untuk menyaring sinar matahari. Intensitasnya berkurang disesuaikan kebutuhan optimal untuk fotosintesis tanaman kopi. Tanpa penaung, tanaman kopi akan terpapar 100 % sinar matahari. Penaung sedang, mengurangi intensitas cahaya tinggal 50 %. Sedangkan, penaung lebat akan menurunkan pencahayaan menjadi hanya 30%. Intensitas cahaya matahari berkorelasi positif dengan biosintesis kafein [Gambar 2].

Terjadi kenaikan kadar kafein dalam biji sebesar 0,25 % seiring dengan peningkatan penyinaran dari 30 % ke 100 %. Cahaya mempengaruhi laju biosintesis kafein lewat induksi enzim caffeine sintase [CS]. Enzim ini terletak di kloroplas daun. Cahaya meningkatkan pH stroma dan merangsang aktivitas CS. Merubah theobromin menjadi kafein. Sebagai salah satu komponen citarasa, peningkatan kadar kafein akan berpengaruh pada atribut citarasa “bitterness dan astringency”. Namun, sebagian besar konsumen kurang menyukai atribut tersebut terlalu kuat. Konsumen cenderung menyenangi biji kopi dari pohon naungan sedang. Pada kadar kafein sedang [1,50 %], biji kopi memiliki atribut citarasa “flavour, body, aftertaste” lebih menonjol dan seimbang [balance].

Selain citarasa yang digemari masyarakat, budidaya kopi harus mengejar produksi yang tinggi. Supaya diperoleh keuntungan ekonomi yang memadai. Produktivitas tanaman, antara lain, dicapai melalui optimalisasi proses fotosintesis. Mengkondisikan daun untuk memproduksi lebih banyak metabolit primer. Pada naungan lebat, laju fotosintesis berlangsung sangat lambat, kurang dari 1,5 mg/cm2/jam. Terpaan intensitas cahaya ke permukaan daun kopi meningkat siginifikan pada naungan sedang. Laju fotosintentis mencapai maksimum di sekitaran 2 mg/cm2/jam. Namun, laju fotosintetis menurun pada tanaman kopi tanpa penaung. Paparan sinar matahari terlalu kuat menyebabkan suhu daun meningkat. Selain menurunkan konsentrasi klorofil dalam daun, beberapa jenis enzim fotosintesis pada daun tidak toleran dengan peningkatan suhu. Transfer elektron menjadi terganggu. Berdampak pada penurunan laju fotosintensis secara drastis, hanya 0,70 mg/cm2/jam.

KIMIAWI KAFEIN

Secara kimiawi, kafein adalah senyawa organik heterosiklik aromatik, yang tersusun dari cincin pirimidina dan cincin imidazol yang bergandengan. Mengandung atom karbon [C], hidrogen [H], nitrogen [N] dan oksigen [O]. Struktur kimia dan sifat kafein disajikan pada Gambar 3 dan Tabel 1 berikut,

Kafein mempunyai sifat stabil terhadap panas tinggi, sampai suhu 315 oC. Hanya sedikit mengalami sublimasi pada suhu sangraai di atas 215 oC dengan tingkat penyangraian gelap [dark roast]. Sebagian besar kafein dalam biji kopi sangrai terlarut dalam air penyeduh. Penyumbang rasa pahit dalam seduhan kopi, terutama pada penyeduhan suhu tinggi dan waktu yang lama. Di dalam tubuh, kafein akan mengalami metabolisme oleh organ hepar [hati]. Enzim sitokrom akan mengurai kafein menjadi 3 metabolit, yaitu senyawa paraxantin [84 %], theobromin [12%] dan theopilin [4 %]. Paraxanthin bertanggung jawab atas peningkatan proses lipolisis. Disertai pelepasan gliserol dan asam lemak ke dalam darah. Berguna sebagai sumber bahan bakar otot. Theobromin adalah vasodilator. Berperan meningkatkan jumlah oksigen dan aliran nutrisi ke otak dan otot. Teofilin bekerja sebagai relaktan otot polos. Berpengaruhi pada kinerja bronkiolus [saluran paru-paru]. Bertindak sebagai kronotrop [memacu denyut jantung] dan inotrop [kekuatan kontraksi jantung].

JEJAK KAFEIN DALAM TUBUH

Perjalanan kafein dalam tubuh akan mengikuti beberapa tahapan secara berurutan, yaitu proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan diakhiri oleh proses ekskresi. Fase absorpsi merupakan periode perpindahan molekul kafein dari pencernaan menuju ke aliran darah. Setelah seduhan kopi diminum, cairan kopi masuk ke dalam pencernaan. Lingkungan lambung bersifat sangat asam. Kafein mudah larut dalam air, tetapi tidak mudah larut dalam lemak. Kafein tidak bisa menembus membran lemak dinding lambung. Terus melaju bersama air menuju usus halus. Pada nilai pH usus halus di atas 5, kafein mulai larut dalam lemak. Mampu menembus membran lemak dinding usus halus dan terserap dalam aliran darah. Konsentrasi kafein dalam darah meningkat seiring dengan pertambahan waktu. “Onset” adalah waktu di mana kafein mencapai konsentrasi maksimum dalam plasma darah. Dicapai dalam rentang waktu kurang dari 1 jam tergantung pada bobot badan peminumnya [Gambar 4].

Laju distribusi kafein dalam tubuh dipengaruhi oleh bobot individu peminum kopi. Peminum berbobot ringan cenderung sensitif terhadap asupan kafein. Ketersediaan cairan tubuh peminum kopi berbobot ringan lebih sedikit. Menyebabkan konsentrasi kafein dalam darahnya cenderung lebih tinggi. Dengan asupan kafein yang sama [300 mg per cangkir], konsentrasi kafein maksimum dalam darah peminum berbobot 50 kg bisa mencapai 12 mg/liter. Dibandingkan, konsentrasi kafein peminum berbobot 90 kg hanya 8 mg/liter. Untuk mencegah lonjakan konsentrasi kafein dalam darah, asupan aman bagi peminum kopi dengan bobot 50 kg adalah 150 sampai 200 mg per hari. Setara dengan 1 sampai 2 cangkir kopi. Sedangkan, peminum kopi berbobot 70 kg bisa mengkonsumsi kafein 210 sampai 280 mg atau setara dengan 2 sampai 3 cangkir per hari.

Kafein tidak akan tinggal selamanya dalam tubuh peminumnya. Eliminasi kafein keluar dari dalam tubuh berlangsung dalam dua tahap. Diawali oleh proses metabolisme dalam organ hepar dan diakhiri dengan proses ekskresi dari dalam tubuh lewat organ urinasi. Enzim sitokrom P450 dalam hepar menguraikan molekul kafein menjadi 3 molekul kecil, yaitu paraxantin, theobromin dan teophilin. Ketiganya keluar dari dalam tubuh lewat ginjal dalam bentuk senyawa asam metilurat dan teofilin terlarut dalam air seni. Waktu total yang dibutuhkan oleh kafein untuk menyelesaikan proses absorpsi sampai ekskresi disebut waktu tinggal. Pengaruh kafein terhadap tubuh mulai mengendor saat konsentrasi maksimum dalam darah turun tinggal separonya. Sering disebut sebagai waktu paruh [half-time]. Makin ringan bobot peminum seduhan kopi, waktu paruh kafein dalam tubuh semakin panjang. Untuk mencegah kafein tidak terlalu lama tinggal dalam tubuh, peminum kopi berbobot ringan sebaiknya mengkonsumsi seduhan kopi dengan jumlah takaran dan kadar kafein lebih sedikit.

Minum seduhan kopi yang aman sebaiknya mengikuti prinsip 3 J, jenis, jumlah dan jadwal. Peminum sensitif kafein bisa memilih jenis seduhan kopi berkafein rendah. Peminum toleran kafein bisa menikmati seduhan kopi berkadar kafein moderat. Kadar kafein seduhan kopi dapat diatur antara lain dengan metoda penyeduhannya [Gambar 5].

Kadar kafein secangkir seduhan kopi sangat dipengaruhi 2 faktor utama. Faktor internal yang terkait dengan sifat kopi bubuk; jenis biji, tingkat sangrai, ukuran partikel bubuk dan takaran. Sedangkan, faktor eksternal meliputi; jenis alat seduh, suhu dan volume air penyeduh, tekanan, pengadukan dan waktu penyeduhan. Seduhan espresso tergolong metoda seduh populer di kalangan milenial. Berbekal tekanan tinggi 9 atm, tingkat sangrai gelap dan partikel bubuk halus [200 – 500 µ], penyeduh espresso mampu mengekstrak kafein dalam porsi paling banyak, yaitu 253 mg per 100 ml seduhan. Harga per cangkir relatif mahal. Terbatas disajikan di kafe klas menengah ke atas. Penyeduh ibrik memerlukan partikel kopi bubuk sangat halus disertai pelarutan pada suhu didih air. Kadar kafein seduhan ibrik bisa menyentuh angka 166 mg per 100 ml. Sedangkan, penyeduh moka termasuk teknik penyeduhan bertekanan. Meskipun hanya 1,5 atm, seduhan moka mampu menyuguhkan seduhan berkadar kafein 152 mg per 100 ml. Alat penyeduh populer seperti French Press, V60 dan Aero press banyak digunakan di kafe klas menengah ke bawah atau kedai. Menyajikan seduhan kopi berkadar kafein setara atau di bawah 100 mg. Kadar kafein paling rendah [40 mg per 100 ml] dihasilkan dari seduhan kopi celup. Bagi peminum kopi yang sangat sensitif kafein dianjurkan untuk memilih seduhan bubuk kopi dekap [decaffeinated]. Hanya mengandung kafein 0,7 mg.

Secara umum, takaran konsumsi kafein digolongkan menjadi tiga, yaitu, rendah [kurang dari 200 mg per hari ≈ 2 cangkir kopi], sedang [200 – 400 mg per hari ≈ 2 sampai 4 cangkir] dan tinggi [lebih dari 400 mg per hari ≈ lebih dari 4 cangkir]. Dosis  kafein mematikan [lethal dosage] adalah 10 gr per hari atau setara dengan 60 – 100 cangkir kopi. Takaran aman adalah tidak lebih 300 mg per hari atau setara dengan 3 cangkir kopi [@ 200 ml]. Bagi peminum kopi pemula, sebaiknya minum kopi tidak lebih dari 3 cangkir per hari. Jika lebih bisa terkena gangguan fisiologis, seperti gemetar, berdebar-debar atau sulit tidur [insomnia]. Kafein juga memicu pelepasan asam lambung yang menyebabkan iritasi. Dianjurkan untuk mengkosumsi makanan sebelum minum seduhan kopi. Gejala fisiologis seperti itu hanya bersifat sementara. Jika asupan kafein dikurangi, maka efek fisiologis yang kurang baik tersebut juga akan terhenti. Selain jenis dan jumlah seduhan kopi, peminum kopi harus memperhatikan jadwal minum kopi yang tepat. Untuk mencegah timbunan kafein dalam tubuh secara berlebihan, jadwal minum kopi sebaiknya diatur dalam interval waktu minimal 3 jam [Gambar 6].

Ritual minum seduhan kopi umumnya diawali pukul 7 pagi di rumah. Sajian pertama secangkir kopi berkadar kafein kurang lebih 100 mg per 200 ml. Kira-kira 1 jam [pukul 8], kafein dalam tubuh mencapai maksimum, 100 mg. Cukup untuk menjaga stamina kerja di kantor selama 3 jam. Saat kinerja mulai menurun, jadwal minum seduhan kopi berikutnya dilakukan pukul 10. Puncak akumulasi kafein dalam tubuh terjadi pada pukul 12, yaitu 166 mg. Nilai ini merupakan penjumlahan dari sisa kafein cangkir pertama yang belum terbuang keluar tubuh [66 mg], ditambah dengan asupan kafein dari cangkir kedua [100 mg]. Setelah makan siang, efek kafein sebagai stimulan mulai menurun. Pukul 13, seduhan kopi cangkir ke tiga mulai disuguhkan. Konsentrasi kafein mencapai klimaknya pada pukul 14. Kafein dalam tubuh tertumpuk sampai 200 mg. Merupakan akumulasi kafein dari 3 cangkir sebelumnya. Kafein dalam darah mampu mempertahankan kebugaran tubuh sampai pulang kerja pukul 16. Tanpa tambahan minum seduhan kopi di rumah. Kafein tersisa dalam tubuh masih tertahan sebanyak 70 mg sampai pukul 22 malam. Menjelang pagi hari pukul 4, tubuh masih menyimpan residu kafein kurang lebih 27 mg. Jika bobot tubuh peminum kopi tersebut 60 kg, sisa kafein dalam tubuh hanya 0,45 mg per kg bobot. Tergolong konsumsi kafein sedang.

MINUMAN BERKAFEIN NON-KOPI

Dewasa ini, kalangan masyarakat tanpa menyadari mengkonsumsi kafein dari beragam bentuk sajian, seperti minuman ringan [soft drink] dan minuman berenergi [energy drinks]. Kafein juga digunakan sebagai bahan formulasi berbagai jenis obat-obatan, antara lain obat demam, sakit kepala, analgesik [pereda sakit] dan stimulan. Kafein telah merasuki berbagai kehidupan manusia. Konsumsi kafein per kapita masyarakat dunia saat ini relatif tinggi, yaitu 120 mg per hari. Orang tua memperoleh asupan kafein dari minuman kopi dan teh, sedangkan anak muda mendapatkan  asupan kafein lewat minuman berenergi, minuman ringan, minuman suplemen, permen dan kue kering dan lain-lain [ Tabel 2 ].

Berbeda dengan seduhan kopi yang bersifat alami, minuman berenergi merupakan hasil formulasi kafein sintetis. Proporsinya diatur sedemikian rupa untuk mendapatkan efek yang maksimal dan cepat dirasakan oleh tubuh peminumnya. Sumber kafein tidak bisa lagi mengandalkan dari sumer alami saja. Solusinya adalah produksi kafein secara sintetik-kimiawi. Sejak akhir abad ke-19, Hermann Emil Fischer, seorang ilmuwan kimia organik dari Jerman, berhasil membuat kafein sintetik . Kafein jenis ini telah diproduksi secara massal dalam skala industri.

PENUTUP

  1. Seduhan kopi merupakan sumber kafein populer di kalangan masyarakat
  2. Konsumsi seduhan kopi per hari hendaknya disesuaikan dengan toleransi tubuh terhadap kafein.
  3. Cara aman menikmati seduhan kopi adalah dengan mengikuti prinsip 3 J [Jenis, Jumlah dan Jadwal]. Mencegah akumulasi kafein dalam tubuh secara berlebihan.

 

RUJUKAN

Cheng. B., H. E., Smyth, A. Furtado and R. J., Henry [2020]. Slower development of lower canopy beans produces better coffee. Journal of Experimental Botany, Vol. 71, No. 14 pp. 4201–4214, 2020. doi:10.1093/jxb/eraa151 Advance Access Publication 24 March 2020.

Erdiansyah, N. P & Yusianto [2012]. Hubungan intensitas cahaya di kebun dengan profil cita rasa dan kadar kafein beberapa klon kopi Robusta. Pelita Perkebunan 28(1) 2012, 14-22. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman No. 90, Jember, Indonesia.

https://proteopedia.org/wiki/index.php/Caffeine The Effect of Caffeine on Human A2A Receptor.

Juliana. P & A. Farah [2019]. Caffeine Consumption through Coffee: Content in the Beverage, Metabolism, Health Benefits and Risks. Beverages 2019, 5(2), 37; https://doi.org/10.3390/beverages5020037.

Jennifer L. Temple, Christophe Bernard, Steven E. Lipshultz, Jason D. Czachor, Joslyn A. Westphal, and Miriam A. Mestre [2017]. The Safety of Ingested Caffeine: A Comprehensive Review. Front Psychiatry. 2017; 8: 80.

Nonthakaew.A, Matan. Na, T. Ewsiri & Matan. Ni [2015]. Caffeine in foods and its antimicrobial activity. International Food Research Journal 22(1): 9-14 (2015). Journal homepage: http://www.ifrj.upm.edu.my.

Prawoto. A [2008]. Hasil Kopi dan Siklus Hara Mineral dari Pola Tanam Kopi Dengan Beberapa Spesies Tanaman Kayu Industri. Pelita Perkebunan 2008, 24(1), 1—21. Pompelli. M., G.M.

Pompelli., A. F. M. de Oliveira and W. C.. Antunes [2013]. The effect of light and nitrogen availability on the caffeine, theophylline and allantoin contents in the leaves of Coffea arabica L. Volume 1, 2013, 1-11. Aims Environmental Science DOI: 10.3934/environsci.2013.1.1 Received date 29 Jun 2013, Accepted date 23 Aug 2013, Published date 27 Sep 2013.

Sutedja., I.N [2018]. Manajemen Tanaman Penaung Pada Perkebunan Kopi Di Kecamatan Pupuan. Program Studi Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar.

=====O=====

Leave a Reply

Your email address will not be published.

× WhatsApp