Blog

Get informed about our latest news and events

AGROWISATA TEMATIK KOPI, PINTU MASUK PENGEMBANGAN INDUSTRI PEDESAAN

AGROWISATA TEMATIK KOPI,

PINTU MASUK PENGEMBANGAN INDUSTRI PEDESAAN

Sri Mulato

 

Nilai tambah kopi bisa ditempuh melalui pengembangan produk hilir, dimulai sejak dari kebun. Selama ini biji kopi dihasilkan di desa. Dibawa ke kota, dikonversi jadi kopi bubuk oleh industri skala besar. Kemudian dijual balik ke desa. Hal ini sudah berjalan sejak lama, tidak usah diusik. Perlu alternatif pendamping. Industrialisasi kopi di pedesaan lewat pintu masuk agrowisata. Konsumen lokal maupun wisatawan bisa menjadikan kawasan agrowisata sebagai panggung transaksi kopi. Dengan latar belakang alam pegunungan terbuka yang sejuk. Memanfaatkan keunikan wilayah sebagai keunggulan kompetitif. Diperkaya fasilitas agroindustrial hulu-hilir kopi dan sarana pemasaran produk yang memadai. Menggabungkan unsur ekonomi, ekologi dan edukasi secara proporsional. Dengan motivasi untuk memperluas dan memperkuat ekonomi kawasan pedesaan. Sebagai destinasi wisata, daya-pikat agrowisata tematik kopi perlu dipromosikan. Bergandengan tangan dengan pelaku bisnis wisata yang berdekatan. Dikemas dalam satu paket wisata terpadu. Paket wisata ini menjadi esential ketika wisatawan datang dari jarak yang jauh. Agrowisata sudah dikategorikan sebagai produk bisnis. Diperlukan manajemen yang baik, pemandu wisata yang terampil dan promosi yang intensi lewat berbagai media, luring maupun daring.

DESKRIPSI KAWASAN

Agrowisata pada prinsipnya merupakan integrasi sistem pertanian dan agroindustri ke dalam sistem pariwisata. Dikemas menjadi atraksi wisata yang memiliki daya tarik bagi wisatawan. Kawasan agrowisata di kebun kopi rakyat perlu dirancang atas dasar RTRW Pemerintah Daerah dan kesepakatan masyarakat setempat. Di dalamnya, terbagi dalam beberapa zonasi yang terhubung secara sistemik membentuk agregat satu kesatuan [Gambar 1].

Lanskap agrowisata menggunakan pendekatan harmonisasi dan sinergitas pemanfaatan sumber daya alam, aktivitas pertanian, agroindustri, pengelolaan limbah dan pariwisata. Tata ruang kawasan agrowisata terbagi menjadi 3 zona utama, yaitu zona perkebunan kopi rakyat, zona inti untuk aktivitas industrial pengolahan kopi dan zona pelayanan untuk aktivitas bisnis. Masing-masing zonasi saling terkait dan terhubung satu dengan yang lain. Memberikan kemudahan bagi wisatawan untuk melihat, mengetahui dan menikmati pengalaman intelektual dari seluruh rangkaian kegiatan secara utuh di kawasan.

  • Zona Perkebunan Kopi: bersifat ruang terbuka alami. Berlatar belakang landskap alam, gunung lengkap dengan vegetasi aslinya. Panorama berbukit dengan ketinggian di atas 1000 m dpl, melatar-belangkangi tanaman kopi arabika, tumpangsari dengan tanaman sayuran dan diselingi berbagai jenis pohon pelindung. Menggambarkan hubungan serasi antara kopi dengan lingkungan. Pemilik zona ini adalah para petani kopi yang sudah sejak lama berprofesi sebagai produsen biji kopi. Membentuk sebuah komunitas. Berkomitmen menjadikan zona kebun kopi sebagai usaha bersama. Tidak ada penyusutan luasan atau pengalihan kepemilikan dan peruntukkan lahan. Mereka bisa melakukan kegiatan secara individual di lahan kebun kopi masing-masing. Selayaknya yang mereka lakukan selama ini. Merawat kebun dan panen buah kopi adalah aktivitas utama petani. Rangkaian kegiatan bercocok tanam bisa dijadikan atraksi wisata bertema edukasi, dengan aktor para petani. Pengunjung perlu dibuat nyaman di tempat terbuka dengan menyiapkan akses kebun, beberapa titik [spot] gubuh sebagai sarana berteduh dan saniter. Zona ini sekaligus sebagai pemasok bahan baku pabrik pengolahan kopi di zona inti.
  • Zona inti: berada di ruangan tertutup. Bangunan berisi fasilitas pengolahan hulu-hilir yang disusun secara berurutan. Dimulai dari mesin pengolah buah kopi menjadi biji kopi kering. Disusul sarana olah biji kering menjadi biji sangrai dan diakhiri dengan proses penggilingan biji kopi sangrai menjadi kopi bubuk. Di sekitar zona ini terdapat ruang terbuka. Dirancang sebagai akses bagi wisatawan untuk melihat aktivitas di dalam zona inti. Aman dari gangguan operasional mesin produksi. Zona ini dioperasikan sepenuhnya oleh tenaga teknis terlatih.
  • Zona pelayanan: merupakan akses masuk ke kawasan agrowisata. Terdiri atas beberapa bangunan berarsitek lokal. Berfungsi sebagai sarana pelayanan informasi dan etalase produk agroindustri. Aktor dalam zona ini adalah pelaku bisnis wisata.

LUASAN ZONA KEBUN

Dirancang berdasar konsep “reverse engineering”. Membuat desain baru dengan acuan suatu kawasan lain yang sudah ada. Konsep ini bisa mereduksi kesalahan desain dan bisa menambah input keunggulan yang belum ada sebelumnya. Studi di kawasan agrowisata lereng Gunung Muria, Kabupaten Pati menunjukkan bahwa rata-rata kunjungan wisatawan tercatat 389 orang per hari. Diprediksi 20 % wisatawan menikmati seduhan kopi di kafe. Sedangkan, 25 % wisatawan membeli kopi bubuk dalam kemasan sebagai buah-tangan untuk dibawa pulang. Nilai ini kemudian digunakan sebagai dasar perhitungan area kebun kopi dan sarana produksi di zona inti [Tabel 1].

Kapasitas serapan produk kopi bubuk di zona pelayanan adalah sebesar 25 kg per hari. Dengan faktor konversi 75 %, rancangan mesin di zona inti harus mampu mengolah biji kopi minimal 33 kg per hari. Setara dengan kebutuhan bahan baku per tahun 12.000 kg. Jika produksitivitas kebun kopi 1000 kg/ha/tahun, maka dibutuhkan area kebun petani kopi secara kolektif minimal seluas 12 hektar. Rata-rata kepemilikan lahan kopi per petani adalah 0,50 hektar. Jumlah petani yang tergabung dalam komunitas kawasan sebanyak 24 keluarga. Berperan sebagai aktor utama di panggung bisnis seluas 12 hektar. Tidak ada perubahan fungsi lahan. Status petani sebagai pemilik asset kebun kopi juga tidak berubah. Mereka bisa melakukan kegiatan secara individual di lahan kebun kopi masing-masing. Sebagaimana yang mereka lakukan selama ini. Yang harus berubah adalah perilaku petani untuk bekerja secara koordinatif. Di bawah arahan seorang manajer kebun. Manajer berasal dari kalangan petani. Dipilih secara definitif dan aklamasi oleh komunitas petani. Bak seorang sutradara, manajer bertugas memberi panduan pengelolaan kebun kopi secara bisnis. Cara bercocok-tanam konvensional secara bertahap ditinggalkan. Bergeser ke budidaya kopi berbasis GAP [Good Agriculture Paractices]. Lebih inovatif untuk peningkatan produksi kebun dan sekaligus daya tarik wisatawan. Manajer bertindak sebagai penghubung antara zona kebun dan zona inti. Berbasis B-2-B [Bisnis to Bisnis] dan bersifat transaksional.

Salah satu suatu daya tarik terbesar destinasi agrowisata adalah keberadaan aneka atraksi. Disuguhi beragam rangkaian aktifitas keseharian petani dalam mengelola kebun kopi. Dimulai dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman kopi sampai pemanenan buah kopi. Perlu diciptakan suasana dan akses yang mendorong wisatawan bisa berbaur dan berintegrasi secara aktif dengan petani. Menjadikan rangkaian kegiatan bercocok-tanam kopi sebagai atraksi yang edukatif, sekaligus menghibur wisatawan. Memperkaya literasi dan menghayati bagaimana jerih payah para petani menghasilkan buah kopi. Suatu pengalaman baru bagi wisatawan yang sebelumnya mereka belum ketahui [Tabel 2].

Tanaman kopi umumnya sudah bisa dipanen pada umur 2,5 – 3 tahun. Waktu kematangan buah kopi arabika berkisar antara 6 sampai 8 bulan sejak bunga mulai mekar. Dalam kondisi iklim normal, panen raya buah kopi mulai bulan Mei, berlangsung selama 4 – 5 bulan dengan rotasi panen tiap 10 – 14 hari. Protokol GAP [Good Agriculture Practices] menekankan bahwa panen buah kopi harus dilakukan secara selektif. Petik buah kopi tepat matang. Saat kulit buah kopi sudah berwarna merah merata. Warna merah-kehitaman menunjukkan buah kopi sudah kelewat matang. Sedangkan, warna hijau pertanda buah kopi masih muda. Secara kimiawi, daging buah muda belum mengandung gula [komponen citarasa]. Nilai kadar gula dalam satuan brix masih O. Nilai brix buah kopi tepat matang adalah 14 dan berasa manis. Nilai selebihnya, buah kopi dianggap sudah kelewat matang. Kapasitas panen buah merah kebun seluas 12 hektar dihitung seperti Tabel 3 berikut,

KAPASITAS ZONA INTI [AGROINDUSTRI]

Agro industri berperan mengolah hasil panen menjadi produk antara dan produk hilir yang siap dikonsumsi oleh konsumen. Kegiatan agroindustri terletak di zona inti. Menerima bahan baku dari zona kebun dengan mekanisme bisnis to bisnis. Transaksi didasarkan pada harga pasar dengan basis COD [cost on delivery]. Zona ini menggambarkan integrasi proses pengolahan dari hulu sampai hilir dalam satu rangkaian kontinu. Terdiri atas unit pengolahan buah kopi [pascapanen] menjadi biji kering. Disusul oleh unit antara untuk mengolah biji kopi kering menjadi biji kopi sangrai [roasted coffee beans]. Unit terakhir adalah konversi biji kopi sangrai menjadi kopi bubuk. Konsumen produk antara adalah kedai kopi dan Ho-Re-Ka. Biji kopi sangrai cocok bagi mereka karena bisa memberikan sensasi “fresh” pada seduhan kopi. Sementara, wisatawan yang ingin membuat seduhan sendiri di rumah cenderung membeli kopi bubuk.

Zona Pengolahan Hulu [Pascapanen]

Menurut protokol GHP [Good Handling Practices], hasil panen seharusnya diolah pada hari yang sama setelah aktivitas panen selesai. Keterlambatan panen mungkin terjadi karena gangguan cuaca. Buah kopi hasil panen perlu disimpan dengan teknik perendaman dalam bak air. Pascapanen adalah suatu kegiatan mengolah buah kopi hasil panen secara tepat berbasis aplikasi berbagai ilmu keteknikan. Secara garis besar, pascapanen terbagi dalam dua tahapan, yaitu pra-pengolahan dan pengeringan. Buah kopi secara garis besar terbagi 2 bagian. Bagian pertama adalah kulit dan daging buah. Bagian kedua adalah biji kopi gabah. Pra-pengolahan bertujuan untuk memisahkan biji kopi gabah dari kulit dan daging buah. Untuk mempermudah penguapan air pada tahap pengeringan. Biji kopi gabah lebih cepat mengering dibandingkan buah kopi utuh. Baji kopi gabah bisa dikeringkan sampai kadar air 12 % hanya dalam waktu 7 – 8 hari.

Pabrik pascapanen dirancang menggunakan metoda olah buah kopi secara basah [full wash]. Neraca massa olah basah buah kopi sebanyak 1080 kg disajikan pada Tabel 4. Pra-perlakuan pada metoda ini diawali dengan pengupasan kulit buah. Hasil perlakuan ini menghasilkan bijii kopi gabah sebanyak 648 kg. Kemudian dimasukkan ke dalam bak fermentasi selama 20 – 36 jam. Lendir biji kopi gabah terurai oleh miroba alami secara aerobik. Setelah dicuci sisa lendirnya, berat biji kopi gabah susut tinggal 500 kg. Setelah dikeringkan dalam rumah kaca selama 7 sampai 10 hari, kadar air biji kopi gabah turun dari 55 % hingga 12 %. Berat akhir biji kopi gabah tinggal 212 kg.

Biji kopi gabah kering disimpan dalam bentuk masih berkulit tanduk. Dikemas dalam kantong hermetik @ 25 kg. Ditumpuk dalam gudang dan dilandasi palet papan kayu [Tabel 5]. Terlindungi oleh kulit tanduk dan kantong hermetik, umur simpan biji kopi bisa lebih lama. Kulit tanduk bersifat keras. Mencegah biji kopi kontak langsung dengan gas O2 dan uap H2O di udara. Perlindungan terhadap biji makin baik saat biji kopi gabah dikemas dalam kantong kedap udara [hermetik].  Setelah ditutup, gas O2 dan uap H2O tidak bisa masuk ke dalam kantong. Sisa O2 dalam kantong akan dimanfaatkan biji kopi untuk respirasi. Dalam kantong mengalami defisit O2 dan surplus gas CO2. Hama dan jamur tidak bisa bertahan hidup dalam kondisi minim O2. Juga teracuni oleh gas CO2. Kerusakaan biji kopi gabah dapat direduksi.

Biji kopi gabah kering dikupas secara mekanik dengan mesin pengupas [huller]. Dari biji kopi gabah sebanyak 212 kg akan dihasilkan 201 kg biji kopi dan 12 kg sekam. Secara alami, biji kopi hasil kupasan memiliki ukuran yang variatif mulai ukuran kecil, sedang dan besar. Dengan mesin pengayak, biji kopi terpisah menjadi 3 ukuran. Untuk biji kopi arabika, ayakan terdiri atas 3 tingkat. Diameter lubang saringan ayakan paling atas adalah 7 mm [A], diikuti lubang saringan ayakan tengah 6 mm [B] dan lubang saringan ayakan paling kecil adalah 5 mm [C]. Kotak paling bawah berfungsi sebagai penampung biji pecah dan kotoran. Masing-masing ukuran biji kopi disangrai secara terpisah. Supaya diperoleh warna biji hasil sangrai yang homogen. Untuk mendapatkan citarasa yang baik, biji kopi normal hasil ayakan harus dipisahkan dari biji cacat. Sortasi biji cacat dilakukan di atas sabuk berjalan [belt conveyor]. Tiga pekerja duduk di sebelah sabuk, sambil menjumputi biji cacat. Biji normal akan terkumpul diujung sabuk. Biji cacat adalah biji kopi yang memiliki bentuk tidak normal dan terdapat kekurangan fisik, seperti, pecah, berlubang, warna kehitaman atau kemerahan, kisut dll. Tingkat mutu biji kopi ditetapkan dengan SNI nomor 01-2907-2008. Makin banyak jumlah nilai cacat, tingkat [grade] mutunya semakin turun. Biji kopi mutu [grade] I memiliki jumlah nilai cacat maksimum 11. Jumlah nilai cacat grade IV adalah 60. Masing-masing grade disangrai secara terpisah. Grade mutu akan berpengaruh pada harga jual biji kopi sangrai dan kopi bubuk.

Pengolahan Limbah Pascapanen

Prinsip produksi di zona inti  adalah A-to- Z, Added Value to Zero Waste. Perolehan nilai tambah, nir limbah. Pabrik di zona inti dilengkapi dengan sarana IPAL [Instalasi Pengolahan Limbah]. Metoda pascapanen kopi olah basah mengeluarkan 3 jenis limbah. Limbah padat basah, limbah padat kering dan limbah cair dalam jumlah cukup banyak. Pengolahan buah kopi sebanyak 1080 kg akan terikut limbah masing-masing sebanyak 432 kg kulit buah, 20 m3 limbah cair dan 12 kg sekam biji kopi kering [Tabel 3]. Dua yang pertama dihasilkan dari pabrik pascapanen. Limbah ini bersifat sangat asam dan mengandung banyak senyawa organik. Tidak diizinkan untuk langsung dibuang ke lingkungan. Dikonversi dulu menjadi biogas dalam reaktor tertutup tipe apung. Senyawa organik akan diurai menjadi gas metan secara anaeorbik oleh mikroba metanogenik alami. Terjadi akumulasi gas metan secara berlebihan. Mendorong tutup reaktor terapung ke atas. Gas metan, sering disebut biogas, disalurkan ke unit penyangraian sebagai sumber energi mesin sangrai. Lumpur reaktor biogas dialirkan ke kebun untuk pemupukan tanaman kopi. Sumber kompos juga bisa diperoleh dari fermentasi kulit buah kopi secara aerobik dalam bak semen. Sedangkan, limbah sekam kering di gudang bisa dikonversi jadi pakan ternak sapi dan kambing milik petani  [Tabel 6].

Zona Pengolahan Antara

Bahan baku unit ini adalah biji kopi kiriman dari gudang hasil pengupasan biji kopi gabah. Biji kopi disangrai sesuai pesanan dari zona pelayanan, baik jenis maupun jumlahnya. Sekarang ini terbuka segmen pasar biji kopi sangrai [roasted coffee beans], yaitu dari kedai kopi, kafe, resto dan hotel dan juga penikmat kopi di perumahan dan perkantoran. Segmen pasar biji kopi sangrai sudah mendekati 40 %. Keinginan untuk selalu mendapatkan citarasa “fresh”, mendorong kelompok ini lebih menyukai beli kopi sangrai. Penyangraian adalah proses pemanasan biji kopi pada suhu tinggi dalam rentang waktu tertentu. Pemanasan memicu berlangsungnya sintesa antar senyawa kimia di dalam biji kopi. Terbentuk senyawa baru yang memiliki aroma dan rasa spesifik. Salah satu jenis mesin sangrai yang populer  adalah tipe drum berputar. Mesin jenis ini juga akan digunakan di unit zona 1. Dilengkapi sumber panas dari pembakaran gas LPG atau biogas. Suhu sangrai bisa diatur pada kisaran 175 – 220 oC dengan rentang waktu penyangraian antara 8 sampai 15 menit. Indikator tingkat sangrai adalah warna biji sangrai. Yang semula kehijauan berubah kecoklatan dan akhirnya kehitaman. Tingkat sangrai sangat tergantung pada suhu, waktu sangrai, jenis kopi, asal-usul kopi [origin] dan sifat-sifat fisis biji kopi yang akan disangrai [Tabel 7].

Mesin sangrai dilengkapi dengan bak pendingin berpengaduk. Berfungsi menurunkan suhu biji kopi sangrai setelah keluar dari mesin. Media pendingin adalah aliran udara lingkungan berkecepatan tinggi. Suhu biji sangrai turun dari 200 oC sampai 35 oC dalam waktu 5 menit. Aktivitas penyangraian merupakan atraksi yang edukatif. Serta inpsiratif bagi wisatawan yang ingin mendirikan bisnis jasa roasteri di kota masing-masing.

Dengan basis penjualan kopi bubuk sebanyak 25 kg per hari, unit penyangraian perlu dilengkapi dengan mesin sangrai kapasitas 3 kg per batch. Jika waktu sangrai per batch adalah 15 menit, mesin mampu menyangrai biji kopi sebanyak 12 kg per jam. Pada durasi waktu operasional sangrai 3 jam per hari, kapasitas produksi biji sangrai bisa mencapai 29 kg. Setara hasil kopi bubuk sebesar 26 kg per hari. Seandainya terjadi lonjakan serapan pasar, durasi waktu operasi mesin sangrai bisa diperpanjang lebih dari 3 jam [Tabel 8].

Zona Penggilingan

Biji kopi sangrai digiling secara mekanik dengan mesin penggiling [grinder]. Kehalusan partikel kopi bubuk disesuaikan permintaan konsumen. Tidak seperti dulu, penikmat kopi hanya mengenal teknik seduhan “tubruk”, dengan ukuran partikel kopi bubuk tunggal. Penikmat kopi milenial kini mempunyai banyak pilihan alat penyeduh. Mulai dari teknik seduhan V60, Ibrik, French Press, Moka Pot sampai mesin Espresso. Masing-masing alat seduh membutuhkan varian ukuran partikel kopi bubuk sendiri-sendiri. Mulai dari ukuran kasar [coarse] sampai super halus [super fine]. Faktor penentu penyeduhan adalah ukuran partikel kopi bubuk, takaran kopi bubuk, jenis kopi, asal-usul kopi, waktu seduh, kualitas air, suhu air seduh dan jenis alat penyeduh.

Mekanisme penggilingan terjadi akibat biji kopi sangrai tergilas di antara dua piringan bergerigi. Satu piringan diam [stator] dan satunya lagi berputar [rotor]. Ukuran partikel kopi bubuk diatur dari kehalusan lubang saringan yang mengitari piringan stator. Kapasitas penggilingan dipengaruhi oleh ukuran lubang saringan dan tingkat sangrai biji kopinya. Tingkat sangrai “light” dan saringan halus akan menurunkan kapasitas mesin giling. Keduanya juga akan menyebabkan suhu mesin giling naik tajam. Menyebabkan aroma khas kopi bubuk hilang, menguap. Warna kopi bubuk makin gelap. Diikuti munculnya bau mirip karet [rubbery]. Cacat rasa yang serius. Suhu kopi bubuk harus dimonitor selama proses penggilingan. Cara simpel untuk mengatur suhu mesin giling adalah mematikan motor listrik beberapa saat. Atau menghembuskan udara dingin ke dalam ruang penggiling. Setelah suhunya turun, mesin bisa dihidupkan lagi. Urutan proses produksi kopi bubuk yang bisa dijadikan atraksi bagi wisatawan disajikan pada Tabel 9 berikut,

Kopi bubuk sangat sensitif terhadap udara lingkungan. Bersifat higroskopis. Mudah menyerap uap air dari udara. Menyebabkan kopi bubuk menjadi lembab. Senyawa lemak dalam kopi bubuk terhidrolisis oleh uap air. Muncul asam lemak bebas yang menyebabkan aroma tengik. Selain itu, kopi bubuk juga bersifat adsorptif. Mudah menyerap gas O2 dan bau yang ada di udara sekitarnya. Invasi oksigen akan menyebabkan kopi bubuk cepat basi lewat reaksi oksidasi lemak. Untuk menjaga kesegarannya, kopi bubuk hasil penggilingan segera dikemas dalam kantong aluminium foil. Bahan ini mempunyai sifat hermetik [kedap udara]. Nilai transmisi O2 dan uap H2O aluminium foil adalah nol. Bahan ini juga bersifat fleksibel dan mudah dibentuk. Hampir 60 % kopi bubuk di pasaran dikemas dalam aluminium foil. Dijajakan dalam bentuk saset rentengan terdiri atas 20 – 25 saset @ 10 sampai 22 gr. Ini sangat praktis dalam pembuatan seduhan. Sobek 1 kantong lalu diseduh. Sisa kemasan masih menempel di rentengan dalam kondisi tertutup rapat. Tidak basi.

Laboratorium Uji Mutu

Laboratorium uji mutu merupakan bagian integral dari proses produksi kopi di zona inti. Berfungsi untuk menjamin produk layak edar. Tidak membahayakan kesehatan wisatawan dan konsumen secara luas. Azas keamanan produks kopi dimonitor dalam 2 kriteria mutu. Pertama bisa dideteksi secara inderawi, yaitu warna, bau dan rasa. Kriteria kedua hanya bisa diketahui secara uji laboratoris, antara lain, kemurnian, cemaran logam dan cemaran mikrobiologis. Kedua kriteria mutu tersebut dituangkan dalam suatu rumusan dokumen SNI [Standar Nasional Indonesia]. Dirancang berlandaskan pada pembuktian secara ilmiah. Menjadi SNI definitif, ketika rancangan tersebut sudah disepakati oleh produsen, konsumen dan pemerintah. Diperlukan monitoring pengendalian proses produksi kopi secara regular dan terencana. Jika terdeteksi adanya penyimpangan, tindakan koreksi yang tepat sasaran bisa dilakukan secara cepat.

Secara teknis syarat mutu fisik seperti tercantum dalam SNI sudah cukup untuk dijadikan acuan penilaian mutu biji kopi. Namun, ada kelompok konsumen tertentu, juga menghendaki biji kopi diuji secara organoleptik, sering disebut uji citarasa [Tabel 10]. Nilai ini akan dipakai sebagai acuan dalam proses produksi kopi bubuk. Terutama segmen pasar klas premium, umumnya disajikan di Ho-Re-Ka. Uji citarasa memerlukan perangkat alat uji skala laboratorium dan beberapa panelis uji citarasa yang sudah pengalaman. Uji citarasa sudah dipakai secara luas di kalangan industri kopi dengan tujuan untuk,

  1. mengetahui karakter citarasa biji kopi
  2. menjaga konsistensi citarasa
  3. menentukan formulasi pencampuran [blending] produk
  4. mendapatkan data awal untuk sertifikasi produk kopi specialti.

LEGALITAS PRODUK

Usaha industri kopi di zona inti perlu memiliki legalitas. Dokumen administrasi yang melindungi secara hukum keberadaan dan operasional usaha tersebut. Legalitas dalam bentuk izin usaha dan izin edar produk adalah sebagai berikut,

  1. Nomor Induk Berusaha [NIB]: identitas untuk melakukan kegiatan usaha secara resmi dan legal.
  2. Badan Pengawasan Obat dan Makanan [BPOM]: izin edar yang menjamin kualitas produk. Memiliki keabsahan untuk diedarkan di seluruh pasar tanah air.
  3. Sertifikat Halal: menjamin kehalalan produk bagi konsumen muslim.
  4. Sertifikat Produk Pengguna Tanda SNI [SPPTSNI]: jaminan produk sesuai dengan SNI. Diperlukan untuk SNI produk berstatus wajib.

ZONA PELAYANAN

Welcome Area

Zona pelayanan merupakan pintu masuk ke kawasan agrowisata, seolah lobi hotel bintang lima. Citra positif agrowisata mulai tercermin dari zona ini. Diposisikan di areal yang “instagramabel” dan “eye catching”. Mudah diakses oleh wisatawan yang baru datang. Secara ekonomis, zona ini memiliki fungsi sangat strategis. Menjadikan kawasan agrowisata mandiri secara finansial. Mengkonversi pengeluaran menjadi pendapatan. Melalui komersialisasi atraksi obyek wisata dan penjualan sebanyak mungkin produk hasil zona produksi. Zona ini harus menciptakan “unique selling point”. Memenuhi ekspektasi dari wisatawan, khususnya yang berasal dari generasi milenial. Penuh motivasi untuk mencari obyek baru dan unik, lingkungan yang menantang dan obyek yang berkualitas. Wisatawan memiliki selera dan kriteria berlainan dalam menyasar obyek wisata, antara lain,

  1. menginginkan untuk bersentuhan langsung dengan objek.
  2. memperoleh pengetahuan lebih dalam seputar atraksi.
  3. menikmati keindahan alam dan vegetasi di sekitarnya.
  4. melakukan transaksi produk untuk diperdagangkan di wilayah lain.

Daya-pikat agrowisata tematik kopi perlu dipromosikan secara intensif. Membangun konektivitas antar destinasi wisata baik secara fisik maupun secara digital. Bergandengan tangan dengan pelaku bisnis wisata lain. Dikemas dalam satu paket wisata terpadu. Bermitra dengan pengelola Ho-Re-Ka [Hotel, Resto dan Kafe] merupakan hal yang esensial. Memasukkan kawasan agrowisata sebagai bagian integral dari agenda paket tour wisata yang mereka miliki. Termasuk memberikan kemudahan penempatan produk kopi di etalase Ho-Re-Ka [Gambar 2].

Event Organizer [EO]

“Event” adalah sebuah program atau acara yang akan diselenggarakan secara terencana di dalam kawasan. Melibatkan banyak unsur di dalam dan luar kawasan. Ragam acara bisa bersifat kultural, sosial maupun acara bisnis dan kedinasan. Event agrowisata dibedakan menjadi 2 kelompok. Pertama bersifat natural dan spontan, mengikuti kegiatan rutin yang berlangsung di kebun. Kedua, event artifisial, sengaja dihadirkan di kawasan. Personil zona pelayanan bertindak sebagai EO. Mengemas event acara formal dan profesional sebagai daya tarik lebih banyak wisatawan hadir ke kawasan agrowisata. Gambar 3 menunjukkan ilustrasi kehadiran wisatawan di kawasan agrowisata Jollong. Sekedar untuk melihat event rutin. Berkunjung ke kawasan agrowisata menyesuaikan hari libur resmi pemerintah. Lonjakan wisatawan hampir 2 kali lipat terjadi pada bulan Juli. Saat berlangsungnya liburan sekolah dan kampus.

Jumlah kunjungan wisatawan diprediksi meningkat dengan adanya penyenggaraan event artifisial. Dimunculkan di luar agenda rutin di kebun agrowisata. Direkayasa dan dikemas dalam bentuk acara formal, seperti festival, pameran, lelang kopi, workshop, pelatihan, temu bisnis dan event budaya. Event seperti ini harus direncanakan jauh-jauh hari atau 1 tahun sebelum hari pelaksanaan. Agenda even wisata tahunan sangat diminati oleh kelompok wisatawan “nomadik”. Bermodal “back pack”, wisatawan ini berpindah-pindah dari satu event ke event yang lain. Mereka tidak perlu hotel berbintang. Cukup homestay yang terawat dan saniter yang memadai. Atau memberikan jasa persewaan fasilitas nomad, seperti glamcamp, egg-pod atau tenda kemah. Diposisikan di area wisata dengan nuansa tenang dan berlatar belakang “view” yang indah. Terkoneksi dengan “wifi” untuk memudahkan wisatawan berkomunikasi dengan komunitas luar kawasan, bahkan dengan komunitas dunia. Menjadikan wisatawan sebagai pemasar. Mereka akan memviralkan pengalaman yang dilihat dan dialaminya selama berkunjung di kawasan.

Monitoring Fungsi Infrastuktur

Lingkup tugas pelayanan termasuk memastikan infrastuktur [sarana dan prasarana] kepariwisataan berfungsi dengan baik. Insfrastruktur didefinisikan sebagai elemen-elemen fisik yang dirancang dan dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan, antara lain,

  1. transportasi; membuka “hot-line” konektivitas titik kedatangan wisata [darat, udara dan laut] dengan kawasan agrowisata.
  2. Iingkungan: melengkapi peta zona kawasan yang memuat objek wisata dan akses antar obyek.
  3. fasilitas umum dan sosial: homestay dan areal kamping, resto, kafe, gerai retail, ATM, tempat ibadah, layanan kesehatan, hiburan dan olah raga.
  4. utilitas: air bersih, listrik, telekomunikasi, toilet dan pengolahan limbah
  5. lapak: cindramata dan oleh-oleh hasil kreasi masyarakat sekitar kawasan.
  6. jalur evakuasi kebencanaan, sistem pengendali kebakaran dan fasilitas difabel.

PENUTUP

Gagasan pengembangan agrowisata di Indonesia secara umum dikelompokkan menjadi 3 model, yaitu,

  1. dicetuskan oleh pemerintah
  2. diiniasi oleh masyarakat setempat
  3. diusulkan oleh investor

Diawali kesadaran komunitas tentang potensi pengembangan agrowisata. Diikuti, kesediaan komunitas untuk menerima uluran tangan dari pemerintah daerah dan pelaku bisnis wisata. Diakhiri dengan kesepakatan untuk melakuka kerjasama yang mengikat dan saling menguntungkan. Perlu keterpaduan dan sinergi antar unsur pemerintah, komunitas, pelaku bisnis, akademisi dan media massa. Semua unsur bersinergi, berkoordinasi dan berkomitmen untuk mendaya-gunakan potensi kawasan, sesuai kompetensi dan kekuatan masing-masing [Tabel 11].

RUJUKAN

Adkhiya Fikril Imanah, Eppy Yuliani & Ardiana Yuli Puspitasari [2019]. Analisis Kebutuhan Sarana dan Prasarana Pariwisata di Agrowisata Jollong. Prosiding Seminar Nasional Mahasiswa. Universitas Islam Sultan Agung. Semarang, April 2019.

Iihsan Fathoni & Siti Nurul Rofiqo Irwan [2020]. Analisis Daya Tarik Budidaya Dan Pengolahan Kopi Untuk Pengembangan Agrowisata Di Desa Babadan Banjarnegara Analysis On Attraction Of Coffee Cultivation And Processing For Agrotourism Development In Babadan Village, Banjarnegara. Jurnal Kawistara Volume 10 No. 3, 22 Desember‑ 2020. Issn 2355-5777 (Online) Https://Jurnal.Ugm.Ac.Id/Kawistara/Index

Eka Mahadewi, N. M [2018]. Nomadic Tourism, Wisata Pendidikan, Digitalisasi Dan Wisata Event Dalam Pengembangan Usaha Jasa Akomodasi Homestay Di Destinasi Wisata. Jurnal Kepariwisataan , Volume 17 Nomor 1 Maret 2018.

Mulato, Sri, Suharyanto, Edy, Firmanto, Hendy [2012]. Kawasan tekno agro pengembangan produk berbasis kopi dan kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia : Jember

=====O=====

Leave a Reply

Your email address will not be published.

× WhatsApp