Blog

Get informed about our latest news and events

MEMBANGUN CITRA KOPI TEMANGGUNG

MEMBANGUN CITRA KOPI TEMANGGUNG

[Quality, Reputation, Market, Price, Income]

 

Sri Mulato [cctcid.com]

PENDAHULUAN

Penulis adalah penikmat seduhan kopi, berdomisili di Solo. Sering nongkrong di Ho-Re-Ka [Hotel, Resto dan Kafe] seantero Jawa Tengah. Begitu duduk, disodori buku menu.Tertulis, Kopi Gayo, Kopi Lingtong, Kopi Toraja, Kopi Kintamani sampai Kopi Wamena. Tanpa menyebut Kopi Temanggung dan Kopi Wonosobo. Kenapa? Saya tidak kenal kopi itu Pak, jawab Pramusaji singkat tanpa espresi. Yang saya ingat, daerah itu penghasil tembakau. Ya, Kota Tembakau lebih terpatri dalam ingatannya. Eksistensi Temanggung sebagai “kampiun” penghasil kopi Jawa Tengah dan pemegang 2 sertifikat kopi bergengsi berbasis IG [Indikasi Geografis] luntur seketika. Betul kata pepatah, “tak kenal, maka tak sayang”. “Branding” Kopi Temanggung nyaris tak terdengar. “Branding”, suatu aktivitas untuk menggaungkan citra dan kekuatan suatu produk secara inten, sistematis dan terukur. Menyasar ke alam bawah sadar konsumen kopi lokal maupun global. Pandemi Covid-19 telah memaksa pelaku bisnis melakukan “branding” dari rumah lewat platform digital, domain web, media sosial maupun mesin pencarian “Google”. Selama 24 jam dan biaya relatif murah, digital “branding” terkoneksi dan berinteraksi secara cepat dengan konsumen. Review dan respon terukur dari konsumen bisa diketahui dalam sekejap. Pasar kopi lokal maupun global perlu disuguhi kekuatan Kopi Temanggung secara digital. Kekuatan [strength] produk tercermin dari kemampuan produksi kopi, passion bercocok-tanam, dukungan agro-ekologi, sertifikat Indikasi Geografis [IG] dan peran positif “stake holders” kopi melalui mekanisme kolaborasi “pentahelix”.

KEMAMPUAN PRODUKSI

Jawa Tengah memiliki luas areal kopi lebih kurang 39 ribu hektar dengan produksi sekitar 22 ribu ton setara 3 % produksi nasional. Meskipun proporsinya tidak merata, komoditas kopi tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten di Jawa Tengah. Peringkat pertama produksi diduduki oleh Kabupaten Temanggung [Gambar 1].

Sebagai pemegang gelar “kampiun” produksi kopi Jawa Tengah, “stake holders” kopi Temanggung berusaha keras untuk mempertahankan gelar itu selama mungkin. Kini, kopi Temanggung masih dibayang-bayangi oleh produktivitas kebun kopi yang belum optimal, 724 dan 868 kg/ha/tahun masing-masing untuk kopi arabika dan robusta. [Gambar 2].

Produktivitas kopi nasional dalam 5 tahun ke depan ditarget naik dramatis menjadi 2500 kg/ha/tahun, dari saat ini yang hanya 700 kg/ha/tahun. Berbekal gelar jawara kopi Jawa Tengah, Kabupaten Temanggung tentu mendapat jatah dari program tersebut. Dicanangkan mulai tahun 2020, Direktorat Jenderal Perkebunan merencanakan meraih target di atas melalui beberapa mekanisme, yaitu,

  1. Pemenuhan logistik penyediaan bahan tanam kopi unggul,
  2. Peremajaan, intensifikasi dan perluasan kebun kopi,
  3. Pelatihan keterampilan SDM milenial dalam rangka regenerasi petani
  4. Diversifikasi sumber pendapatan petani kopi berbasis integrasi ternak dan tumpangsari tanaman bernilai ekonomis.
  5. Fasilitasi peralatan pascapanen untuk penguatan daya saing biji kopi

PASSION BERCOCOK-TANAM

Secara historis, bercocok tanam merupakan profesi yang lekat dengan masyarakat Temanggung. Ada jejak sejarah yang menguatkan hal itu. Prasasti Munduan di Kecamatan Jumo ditemukan pada tahun 728 Saka [806 M] dan ditulis dalam Aksara Kawi. Disebutkan adanya pengenaan pajak kepemilikan hewan yang melebihi batas ketentuan. Hewan lekat dengan aktivitas pertanian dalam penyediaan pakan. Disusul temuan Prasasti “Manetek guluning ayam di watu lumpang”. Benda ini terbuat dari batu hitam keras. Diasosiasikan sebagai alat penumbuk hasil pertanian biji-bijian, seperti, beras, jagung dan kopi menjadi tepung agar mudah dikonsumsi. Bukti terkini makin meyakinkan bahwa budaya bercocok-tanam inheren dengan kehidupan masyarakat Temanggung. Temuan situs Liyangan di Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo. Didapati peninggalan sebuah lumbung kuno penyimpan tumpukan padi yang sudah mengalami proses pelapukan menjadi arang. Kini, budaya pertanian kuno masih dilestarikan dalam bentuk ritual wiwitan. Tradisi menjelang panen sebagai ungkapan syukur kepada Yang Maha Kuasa atas berkahnya.

Terinspirasi dari semboyan Pemerintah Kabupaten: “Swadaya Bhumi Phala”. Masyarakat berusaha meraih kemandirian ekonomi berbasis pengelolaan hasil bumi secara berkelanjutan. Passion bertani terus dipertahankan sampai sekarang. Pertanian masih mendominasi sebagai sumber pendapatan masyarakat. Tidak terkecuali kaum milenial. BPS menyebut hampir 40 % kaum milenial usia produktif bekerja di sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan. Hampir 78,50 % lahan di Kabupaten Temanggung terdiri atas 24 % sawah dan 54,50 % non-sawah. Lahan ini bisa dijadikan ajang kaum milenial untuk berbudidaya tanaman kopi arabika, kopi robusta, kakao dan tembakau. Tidak heran, Kabupaten Temanggung mendapat julukan Kota Tembakau. Tidak lama lagi, Temanggung akan menyandang sebutan baru sebagai Kota Kopi. Terlihat dari lonjakan lahan kopi yang sangat signifikan. Dalam 4 tahun terakhir, ekspansi lahan kopi robusta meningkat 650 %. Yang semula 1845 hektar di tahun 2016 menjadi 13.695 hektar pada tahun 2020. Sementara dalam kurun waktu yang sama, lahan kopi arabika tidak bertambah secara nyata, baru sekitar 25 %. Posisi luasan kebun arabika saat ini adalah 1875 hektar [Gambar 3].

DUKUNGAN AGRO-EKOLOGI

Proporsi produksi kopi Temanggung didominasi oleh jenis Robusta [88 %] dan sisanya adalah jenis arabika. Pasar global menyerap lebih banyak jenis arabika [65 %]. Selain mengekspor, saat ini Indonesia masih mengimpor biji kopi robusta. Kurang lebih 20 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan industri besar kopi bubuk. Didukung lahan dan agro-klimat yang sesuai, produksi kopi robusta Temanggung terus meningkat untuk menekan impor kopi di masa datang. Secara bersamaan, produksi arabika bisa mengejar ketertinggalan dari wilayah lain. Mayoritas ekspor kopi arabika masih dipasok dari Gayo, Sumatera Utara dan Jawa Timur. Melalui konsep 5 K [Kualitas, Kuantitas, Konsistensi, Kontinuitas dan Keberlanjutan pasokan], kopi arabika Temanggung diharapkan mampu mengibarkan bendera ekspor ke pasar global.

Direktorat Jenderal Perkebunan telah mencanangkan program peningkatan produksi kopi lewat peremajaan, intensifikasi dan ekstensifikasi. Program ini didukung oleh logistik bahan tanam kopi unggul. Untuk memperoleh hasil yang optimal, realisasi distribusi dan penanaman bibit kopi unggul harus diselaraskan dengan kondisi tanah dan agroklimat wilayah setempat. Secara ringkas kriteria kesesuaian iklim dan lahan budidaya kopi Arabika dan Robusta disajikan pada Tabel 1 berikut,

Tersebar di sekitaran lereng Gunung Ungaran, Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing, topografi wilayah Kabupaten Temanggung sangat bervariasi. Terbagi dalam 4 zona elevasi, yaitu,

  1. 0 –  100 m dpl sebanyak 20,2 %
  2. 101 m – 500 m sebanyak 27,2 %
  3. 501 m -1000 m sebanyak 26,7 %
  4. 1.001 m keatas sebanyak 25,9 %.

Berdasarkan kemiringannya, lahan wilayah Kabupaten Temanggung dikelompokkan menjadi 4 kelas sudut lereng, yaitu,

  1. 0 – 2 % seluas 0,1 %
  2. 2 – 15% seluas 40 %,
  3. 15 – 40% seluas 38%
  4. > 40% seluas 22%,

Lahan di zona III – IV dengan tingkat kemiringan di bawah 40 % tersedia cukup luas. Menyimpan potensi cukup besar untuk ekstensifikasi kebun kopi robusta dan arabika. Semuanya tergantung pada Rencana Tata Ruang dan Kawasan yang sudah ditetapkan Pemerintah Kabupaten Temanggung. Juga, kondisi agroklimat dan kesesuaian lahan di wilayah pertanian akan menentukan implementasi program ekstensifikasi kebun kopi [Tabel 2].

Bila Tabel 1 dan 2 disandingkan, nampak bahwa lahan perkebunan kopi Temanggung masuk ke klas kesesuaian di antara klas S1 dan S2. Kelas S1 adalah klas lahan sangat ideal. Bebas dari faktor serius yang pembatasi produktivitas kopi. Klas S2 sedikit di bawah S1. Lahan ini mempunyai faktor pembatas, tapi tidak terlampau serius. Diperlukan tambahan “input” untuk memperoleh hasil kebun yang optimal, seperti pada lahan S1.

INDIKASI GEOGRAFIS [IG]

IG termasuk hak atas kekayaan intelektual [HAKI] terkait produk berbasis SDA dan SDM suatu wilayah. Sebuah pengakuan oleh negara terhadap sekelompok warga yang menggunakan kemampuan intelektual untuk memproduksi suatu barang. IG direpresentasikan dalam bentuk logo spesifik. Sekaligus berfungsi sebagai merk atau brand. Menggambarkan ciri khas lingkungan wilayah dan nama daerah penghasil suatu produk. IG bersifat hak milik komunal atas produk yang dihasilkannya. Reputasi produk IG harus tercermin dalam kualitas dan karakteristik yang tidak dimiliki daerah lain. Perolehan IG melalui tahapan yang tidak sederhana. Diharuskan bisa memenuhi kriteria persyaratan dalam aspek lingkungan, batas wilayah, proses produksi dan karakter mutu produk. Masyarakat Temanggung patut berbangga telah berhasil memperoleh 2 sertifikat IG kopi dengan logo seperti disajikan pada Gambar 4.

Sebagai ilustrasi, deskripsi produk IG Kopi Arabika Java Sindoro Sumbing adalah sebagai berikut,

Lingkungan

Kopi Arabika Jawa Sindoro-Sumbing memiliki sejarah panjang dalam tradisi pertanian masyarakat lokal. Kopi ini dikenal sebagai kopi berkualitas unik. Diperoleh dari kopi arabika varietas Kartika, Ateng dan Sigararutang. Ditanam di ketinggian antara 900 – 2.100 m dpl, di lereng gunung berapi Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Dibudidayakan secara tumpang sari dengan berbagai jenis sayuran dan tembakau. Mayoritas tanaman dipupuk bahan organik. Jenis tanah termasuk entisol dan regosol. Formasi geologi berupa batuan beku dan endapan batuan piroklastik. Tanah di sekitarnya bertekstur kerikil, debu, pasir, dan lempung dengan pH 6,6 –  7. Kondisi cuaca rata-rata tercatat: suhu 20 – 30°C, kelembaban relatif 80 – 99 %, curah hujan 3,325 mm/tahun dan 4-5 bulan kering/tahun.

Batas Wilayah

Zona produksi kopi Arabika Jawa Sindoro-Sumbing terletak di lereng gunung berapi Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Beberapa bagian lereng pegunungan ini masuk wilayah administrasi Kabupaten Temanggung, Wonosobo dan Magelang.

Proses Produksi

Buah kopi dipetik saat sudah matang. Proporsi hasil panen terdiri atas 95 % buah merah, 5 % kuning dan 0 % hijau atau hitam. Diproses dengan cara basah [full wash] mengikuti tahapan: perambangan buah hasil panen, kupas kulit buah, fermentasi selama 12 – 36 jam dan dijemur di atas meja pengering [para-para]. Kadar air biji kopi kering adalah 12 %. Diversifikasi produk IG meliputi kopi sangrai dan kopi bubuk. Transformasi biji kopi menjadi kopi sangrai dan kopi bubuk mengikuti protokol baku [GMP]. Produk akhir dikemas dalam kantong aluminum foil untuk menjamin kesegaran dan kualitas produk tetap terjaga sampai ke tangan konsumen.

Karakteristik

Kopi Arabika Java Sindoro-Sumbing memiliki cita rasa yang unik; rasa pahitnya samar, rasa asam sedang sampai tinggi. Intensitas aroma sangat kuat. Catatan [notes]citarasa adalah rasa buah, lemon, bunga, manis karamel, cokelat, pedas dan madu.

Sesuai ketentuan perundangan, IG mengikuti sistem hukum positif. Mengandung aspek kewajiban, perlindungan dan sanksi. Mewajibkan logo IG terdaftar digunakan sebagai salah satu sarana ‘branding” untuk pemasaran lokal maupun global. Logo IG hendaknya tertera di kemasan setiap produk yang dihasilkan. Sertifikat IG semestinga dikapitalisasi  menjadi penggerak ekonomi daerah. Untuk meningkatkan daya saing, meraih nilai tambah sebesar-besarnya dan meraih manfaat ekonomi lainnya, seperti,

  1. Mencegah pemalsuan atas suatu produk
  2. Menjamin keaslian produk
  3. Meningkatkan kemampuan produsen untuk menghasilkan produk berkualitas secara konsisten dan berkelanjutan
  4. Menjaga kelestarian lingkungan, adat dan budaya di wilayah produksi
  5. Menghidupkan kegiatan ekonomi wilayah melalui pengembangan agrowisata

Perlindungan hukum IG oleh Negara berlaku selama ciri dan kualitas produk yang menjadi dasar pemberian IG tersebut masih dipatuhi dan dipertahankan. Sanksi penyalah-gunaan hak IG oleh pihak lain bisa dipidana. Dalam bentuk kurungan paling lama 4 [empat] tahun atau denda maksimal Rp. 2.000.000.000,00 [dua milyar rupiah].

KOLABORASI PENTAHELIX

Teori perubahan menekankan pembangunan suatu wilayah didukung oleh berbagai unsur kunci. Bersinergi menjalin kebersamaan dan bersatu padu dalam kolaborasi “pentahelix”. Berbentuk kerja sama multipihak antara berbagai unsur mulai dari Pemerintah Daerah, Komuntas, Akademisi, Pelaku Bisnis dan Media Massa. Semua unsur bersinergi, berkoordinasi dan berkomitmen untuk mendaya-gunakan potensi wilayah [Gambar 5].

Pemerintah mempunyai “political power” untuk merumuskan sebuah kebijakan melalui keputusan, regulasi dan fasilitasi. Diharapkan Pro kemajuan pembangunan kawasan kopi. Sementara, komunitas adalah “social power”. Berperan memobilisasi partisipasi masyarakat kawasan secara produktif. Akademisi merupakan “knowledge power”. Mampu menghadirkan ilmu pengetahuan dan teknologi di tengah masyarakat. Mengoptimalkan pendaya-gunaan potensi kawasan secara ekonomis dan berkelanjutan. Pelaku bisnis adalah “market power”. Menjadi tumpuan pasar produk kawasan. Menampung produk kawasan dengan harga yang layak. “Branding Power” ada di tangan unsur kelima, yaitu media massa. Berbekal talenta jurnalistik yang mumpuni, media massa diyakini mampu menyuguhkan kekuatan kopi Temanggung di pentas pasar kopi lokal maupun global, lewat tagar kopi Temanggung: #Quality, Reputation, Market, Price, Income#.

 

RUJUKAN

Anonim [2020]. Bab 2 Profil Kabupaten Temanggung. https: // sippa. ciptakarya. pu. go.id› dokumen

Bappeda Provinsi Jawa Tengah [2019]. Arah Pengembangan Kawasan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah.

Direktorat Jenderal Perkebunan [2014]. Pedoman Teknis Budidaya Kopi Yang Baik (Good Agriculture Practices /Gap On Coffee). Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49/Permentan/Ot.140/4/2014.

Direktorat Jenderal Perkebunan [2019]. Kebijakan Dan Program Pembangunan Perkebunan Tahun 2020 Musrenbangtannas 2019 Bogor, 18 Juni 2019.

Ferianto, S.Si., M.H. [2020] Indikasi Geografis: No Reputation, No Quality, No Price”, https:// money.kompas.com/

Idris [2019]. Perlindungan Indikasi Geografis Untuk Pembangunan Ekonomi Masyarakat Lokal Berbasis Potensi Sumber Daya Daerah. Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual. Kementerian Hukum dab HAM. Yogyakarta, 15 Maret 2019

https://buddhazine.com/bertani-sejak-zaman-dulu/ [diunduh 21 Juni 2021]

http://repo.unand.ac.id/13622/1/Perkebunan.Pdfteknologi Produksi Hasil Tanaman Perkebunan Utama “Budidaya Tanaman Kopi”

Renie Oelviani & Agus Hermawan [2017]. Kebutuhan Teknologi Kopi Di Jawa Tengah (Studi Kasus Komoditas Kopi Di Kabupaten Temanggung). Semnas BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2017 ISBN: 978-602-8916-33-2.

Virgawati, S & E. Murdiyanto [2021]. Kolaborasi Pentahelix Dalam Mendukung Peningkatan Produksi Kopi Berkualitas Di Temanggung. In: Seminar Nasional Fakultas Pertanian Upn “Veteran” Yogyakarta 2020, 14 Oktober 2020, Eastparc Hotel Yogyakarta.

 

=====O=====

Leave a Reply

Your email address will not be published.

× WhatsApp