Blog

Get informed about our latest news and events

FAKTA TENTANG BIJI KOPI LANANG [PEABERRY], DULU, KINI DAN MASA DATANG

FAKTA TENTANG BIJI KOPI LANANG [PEABERRY],

DULU, KINI DAN MASA DATANG

Sri Mulato [cctcid.com]

 

PENDAHULUAN

Peaberry, pelaku pasar menyebutnya kopi lanang. Sejatinya adalah anomali dari buah kopi berbiji tunggal [monokotil], yang seharusnya mayoritas berbiji ganda [dikotil]. Termasuk biji kopi langka. Populasinya hanya berkisar 5 – 10 % dari total produksi biji kopi. Bisa terjadi pada kopi arabika maupun robusta, bukan hasil rekayasa. Biji kopi lanang terbentuk secara alami akibat penyerbukan bunga kurang sempurna. Gabungan faktor genetik dan kondisi lingkungan sebagai penyebabnya. Berdasar standar fisik, biji kopi lanang termasuk biji cacat baik bentuk maupun ukurannya. Bentuk oval-bulat dan berukuran kecil, tidak seperti biji kopi normal. Dulunya, biji kopi lanang kurang diminati. Melalui “branding” berdalih membuat pria lebih perkasa, konsumsi biji kopi lanang menanjak sangat tajam. Sekarang ini, terjadi kelangkaan pasokan biji kopi lanang. Harganyapun terdongkrak lebih mahal, melebihi harga biji kopi normal. Di banyak negara produsen kopi, seperti, Hawaii, Tanzania, Brasil dan Kenya, biji kopi lanang dipasarkan sebagai mutu premium dengan harga fantastis. Mitos biji kopi lanang mampu menaikkan stamina seksual pria, perlu dibuktikan secara ilmiah. Ada mimpi di masa datang, menjadikan biji kopi lanang produk utama dan ikon di suatu wilayah, seperti halnya kopi luwak.

PEMBENTUKAN BIJI KOPI LANANG

Klasifikasi normalitas biji kopi terbagi menjadi dua, yaitu biji normal [dikotil] dan abnormal [monokotil]. Dua keping biji normal terbentuk dalam 2 ruangan buah kopi yang terpartisi secara simetris. Masing-masing bakal biji akan berkembang pada posisi berhadapan sampai masing-masing ruangan buah terisi penuh. Keduanya seolah kembar. Mempunyai dimensi yang relatif seragam berdempetan pada permukaan berbentuk datar [flat]. Biji abnormal awalnya memiliki dua bakal biji, namun salah satu bakal biji gagal berkembang secara normal. Hanya satu bakal biji tumbuh sendirian sampai menutupi seluruh ruangan buah. Ibarat cetakan, bentuk akhir biji kopi lanang mengikuti dan menyerupai topografi permukaan buah bagian dalam, eliptis [Gambar 1].

Gejala munculnya biji kopi lanang sebenarnya bisa dideteksi sejak buah kopi masih di ranting tanaman. Pada satu dompol buah kopi akan muncul perbedaan fisik yang jelas antara bentuk buah penghasil biji normal dan biji lanang. Notasi “a” bentuk buah berbiji ganda, bentuk “b” buah berbiji tunggal. Buah kopi lanang bisa langsung dipisah saat atau lepas panen. Kemudian diolah secara terpisah dari buah normal. Berharap bisa mengurangi biaya sortasi biji.

Abnormalitas biji kopi disebabkan oleh interaksi gabungan antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Secara genetik, bahan tanam tertentu cenderung menghasilkan biji lanang dengan persentase cukup tinggi, yaitu robusta klon BP 42, 308, 358 dan SA 203. Kartika 2 termasuk varietas arabika penghasil kopi lanang tertinggi, yaitu 12 %. Kopi robusta menyerbuk silang, sedangkan kopi arabika sebagian besar menyerbuk sendiri. Robusta memiliki peluang menghasilkan kopi lanang lebih tinggi dari pada arabika, yaitu rata-rata sebesar 30 dan 10 %. Penyerbukan [polinasi] adalah transfer serbuk sari ke kepala putik. Ini merupakan tahap awal dari proses reproduksi biji. Hampir 95 %, penyerbukan arabika berlangsung secara gravitasi, tanpa bantuan media lain. Serbuk sari jatuh ke kepala putih yang ada di bawahnya. Bahkan, bunga arabika bisa menyerbuk sendiri sebelum kelopaknya mekar.

Pada kopi robusta, kecepatan dan viabilitas serbuk sari sangat penting. Karena serbuk sari harus berpindah dari satu pohon ke pohon lainnya lewat media, salah satunya adalah angin. Kinerja media tergantung pada kondisi lingkungan. Kelebihan hujan dan angin berpotensi menghalangi gerakan media serbuk sari menuju putik di pohon lainnya. Berujung pada pembentukan biji kopi lanang lebih banyak. Satu di antara jenis klon robusta anjuran yang sudah dilepas oleh Kementerian Pertanian adalah BP 308. Klon ini bisa menghasilkan persentase biji kopi lanang paling tinggi, di atas 60 %.

SORTASI BIJI

Setelah dirambang, buah kopi hasil panen petik merah diolah lanjut menjadi biji kopi. Bisa dipilih salah satu metoda pengolahan buah kopi yang diminati pasar, yaitu proses kering [natural], proses semi-basah dan proses basah penuh [full wash]. Hasil pengolahan adalah campuran biji kopi normal, biji lanang dan biji cacat [defect]. Ketiganya bisa dipisahkan melalui proses sortasi berjenjang [Gambar 2].

Ukuran biji kopi disortir secara mekanis dengan ayakan bertingkat 4 disusun berurutan. Paling atas adalah ayakan dengan lubang saringan 70 mm, diikuti ayakan bagian tengah dengan lubang saringan 60 mm dan di bawahnya saringan lubang 50 mm. Paling bawah adalah penampung biji kopi lanang. Ukuran biji kopi lanang berdasar nilai sumbu Y dan Z adalah paling kecil, yaitu masing-masing 45 dan 34 mm. Hampir semua biji lanang akan lolos lubang saringan 50 mm. Sedangkan, biji kopi normal akan terdistribusi di atas ayakan 70 mm, 60 mm dan 50 mm. Persentasenya sesuai dengan dimensi sumbu X dan Y yang dimiliki masing-masing ukuran, yaitu 84 mm dan 58 mm [Gambar 3].

Biji cacat dipisahkan secara manual dari masing-masing kelompok biji hasil sortir ukuran. Cacat fisik biji kopi digolongkan atas dasar warna, bentuk abnormal, biji tidak utuh [pecah, lubang dsbnya] dan kontaminasi benda asing.

PENYANGRAIAN

Nilai rata-rata atribut fisik dan kimiawi biji kopi normal dan biji kopi lanang disajikan pada Tabel 1 berikut,

Sifat kimia direpresentasikan oleh kandungan senyawa kimia alami biji kopi. Aroma khas kopi dihasilkan oleh senyawa kimia yang mudah menguap [volatil], sedangkan rasa ditimbulkan oleh senyawa yang tidak mudah menguap [non-volatil] dan terlarut dalam air seduhan kopi. Sebelum disangrai, masing-masing senyawa kimia berada pada kondisi tidak aktif. Tidak bersenyawa satu dengan yang lainnya.

Perbedaan yang tipis antara nilai sumbu Y dan Z menjadikan biji kopi lanang berbentuk lonjong-bulat menyerupai elip. Bentuk ini memudahkan biji kopi menggilinding [rolling] di permukaan drum sangrai yang berputar. Warna biji sangrai lebih seragam dibandingkan sangrai biji normal. Dinding biji normal memiliki sisi datar [flat] yang mudah lengket di permukaan drum. Gerakan biji normal dalam drum cenderung melambat dan tidak beraturan. Pemanasan tidak merata memicu munculnya gejala “over heat”  pada permukaan biji.

Setiap jenis biji kopi memerlukan protokol sangrai berbasis suhu dan waktu. Untuk mengontrol proses sangrai lebih konsisten. Aturan praktis [rule of thumb] selama ini adalah suhu awal sangrai berbanding lurus dengan nilai densitas biji kopi. Makin tinggi densitas, suhu sangrai makin tinggi. Nilai densitas biji kopi normal dan kopi lanang relatif sama, yaitu di kisaran 674 sampai 678 kg/m3. Dipilih suhu masuk biji kopi ke drum sangrai pada 185 – 190 oC, sebagai titik nol [Gambar 4].

Setelah titik nol, biji kopi akan mengalami perubahan fisis dan kimiawi secara berurutan. Diawali dari penguapan air, reaksi Maillard, karamelisasi dan diakhiri oleh reaksi pirolisis. Biji kopi berkadar air biji rendah [11 – 12 %] akan menguapkan airnya dengan cepat. Pada menit ke 2, kadar air biji sudah menurun drastis. Memicu jalannya reaksi Maillard. Pada kisaran suhu 120 sampai 160 oC, warna biji kopi berubah menjadi kecoklatan disertai munculnya aroma dan rasa khas dalam biji kopi. Karamelisasi terdeteksi pada suhu 195 – 200 oC. Setelah 10 – 11 menit dari titik nol, terdengar suara biji retak yang disebut “first cracks”. Penanda bahwa proses sangrai menuju ke level medium dengan profil citarasa seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

Profil citarasa biji kopi campur, biji normal dan biji lanang mempunyai kemiripan, tetapi tidak identik. Bagaimanapun biji campur memiliki kompleksitas citarasa yang paling unggul [lingkar paling luar], disusul di bawahnya biji kopi normal. Citarasa biji kopi lanang menduduki posisi buncit [lingkar paling dalam]. Secara umum, ketiganya memiliki atribut tingkat kemanisan [sweetness] yang menonjol.

EFEK KONSUMSI KOPI LANANG

Mitos kopi bisa meningkatkan libido pria masih menjadi pro dan kontra di masyarakat. Kopi telah lama dipercayai sebagai afrodisiak. Klaim ini perlu didukung konfirmasi ilmiah yang memadai. Efek afrodisiak bisa diklasifikan menjadi dua, yaitu fisiologis dan psikologis. Efek fisiologis terdeteksi dari peningkatan kadar hormon testosteron dalam tubuh pria. Hal ini berefek secara psikologis dalam bentuk perubahan perilaku seksual. Testosteron diidentikkan sebagai hormon pria yang berpengaruh terhadap libido dan ketersediaan energi dalam tubuh. Kafein adalah satu-satunya senyawa aktif dalam biji kopi yang memiliki efek stimulan saraf otak. Berperan dalam mengontrol aktivitas fisiologis dan psikologis tersebut.

Nutrition Journal [2012] memposting laporan hasil penelitian tentang fakta bahwa pria peminum kopi secara teratur cenderung memiliki kadar testosteron darah yang tinggi. Didukung oleh pembuktian secara empirik, dengan pembanding kelompok bukan peminum kopi. Pada rentang waktu 4 minggu pertama setelah asupan seduhan kopi, kadar testosteron kelompok peminum kopi terdeteksi meningkat secara signifikan. Diduga, kafein berperan sebagai penghambat kinerja enzim aromatase dalam tubuh. Enzim ini berfungsi menghalangi konversi hormon testosteron menjadi estrogen [hormon penciri wanita]. Kecukupan testosteron menjadikan pria lebih maskulin. Wahono pada tahun 2016 mempertegas pengujian di atas melalui pengamatan skala laboratorium. Mencit [tikus putih] diberi asupan seduhan kopi dalam 4 kelompok perlakuan. Masing-masing adalah [1] metil testosteron sebanyak 240 mg/berat mencit, [2] seduhan kopi lanang 0.10 ml/25 g berat, [3] seduhan kopi normal 0.10 ml/25 g berat dan [4] asupan air suling. Tolok ukur pengamatan adalah perubahan perilaku seksual mencit dihitung atas dasar frekuensi aktivitas “kissing vagina” per satuan waktu dikaitkan dengan peningkatan kadar testosteron dalam darah tikus. Hasil pengamatan disajikan pada Gambar 6 berikut,

Ada hubungan linier antara peningkatan kadar testosteron dalam darah mencit dan aktivitas seksualnya. Setelah 7 hari, terjadi peningkatan konsentrasi hormon testosteron dalam darah mencit mencapai 8 x 100 ng/dL sesudah diberi asupan seduhan kopi lanang. Mendekati kadar testosteron yang ditimbulkan oleh asupan senyawa metil testosteron, sebesar 9 x 100 ng/dL. Sementara asupan seduhan kopi normal hanya mampu menaikkan kadar testosteron dalam mencit menjadi 7 x 100 ng/dL. Peningkatan hormon testosteron mampu memicu perilaku seksual mencit menjadi lebih agresif. Dengan asupan air saja [kontrol], mencit agak ogah-ogahan, hanya melakukan aktivitas “kissing vagina” pasangannya 2 kali per hari. Setelah diberi asupan seduhan biji kopi lanang, aktivitas tersebut meningkat tajam menjadi 6 kali per hari. Melebihi aktivitas yang ditimbulkan oleh asupan metil testosteron [5 kali] dan asupan seduhan kopi normal [3 kali per hari]. Diduga, lonjakan aktivitas seksual mencit dipicu oleh pengaruh kafein dalam seduhan biji kopi lanang. Secara umum, biji kopi lanang mengandung kafein 10 sampai 13 % lebih tinggi dari pada dari pada biji kopi normal.

MASA DEPAN

Akankah nasib biji kopi lanang semanis kopi luwak? Kopi ini awalnya menyatu dengan kotoran binatang luwak liar. Semula dianggap langka karena petani atau pengumpul harus mencari posisi tinja luwak yang tersebar seantero kebun. Jumlah kotoran luwak pun juga sedikit. Melalui “branding” intensif berdalih citarasa unik, permintaan kopi luwak meningkat tajam. Pada saat pasokan terbatas, harga biji kopi luwak pernah menembus Rp 3 juta per kg. Tergiur dengan harga tinggi, masyarakat berlomba meningkatkan produksi kopi luwak melalui 2 pendekatan, yaitu,

  1. Rekayasa proses fermentasi biji kopi normal melalui penambahan mikroba. Kegiatan ini berbasis empirik akademik skala laboratorium yang dilakukan oleh peneliti di Lembaga Riset dan Perguruan Tinggi. Bermodal “trials & error”, para penggiat kopi juga membuat imitasi biji kopi luwak di kebun.
  2. Domestifikasi luwak. Luwak dikandangkan dan ditangkarkan di rumah-rumah petani. Tidak perlu berkeliaran cari buah kopi. Tidur manis dikandang. Bangun tidur, luwak langsung menyantap buah kopi yang sudah disediakan dengan sukarela oleh petani. Jumlahnya pun melebihi porsi makan luwak. Terkesan tidak memperhatikan “animal welfare”. Hanya untuk memacu produksi tinja plus biji kopi bertambah banyak. Domestikasi secara masif menyebabkan “over supply” kopi luwak. Menihilkan sifat kelangkaannya. Hukum ekonomi tidak mau diam. Harga kopi luwakpun terjerembab ke level normal mendekati titik ekuilibrium. Untuk melindungi hak-hak hidup luwak dan merespon komplain lembaga pencinta binatang dunia, Kementerian Pertanian kemudian memberlakukan Peraturan Menteri Nomor 37 tahun 2015. Permentan ini mengatur tata cara produksi kopi luwak melalui pemeliharaan luwak yang memenuhi prinsip kesejahteraan hewan [animal welfare].

Bagaimana dengan kopi lanang? Sepertinya, peningkatan produksi kopi lanang untuk memenuhi kebutuhan pasar menghadapi 2 hal yang dilematis, yaitu,

  1. Kopi lanang hanyalah produk samping dari suatu kegiatan produksi kopi. Taksasi produksinya diasumsikan di kisaran 5 – 10 % dari total produksi kopi. Seolah “given”, sesuatu yang tidak bisa diubah. Keberadaan kopi lanang seperti tidak diacuhkan. Muncul pesimisme pasar.
  2. Di pihak lain, beberapa pelaku bisnis kopi berusaha bersikap optimistik. Merespon permintaan pasar dengan merawat dan berusaha menanam klon unggul penghasil biji lanang, seperti klon robusta BP 308 dan SA 203. Keduanya berpotensi menghasilkan biji kopi lanang lebih tinggi, masing-masing, 60 dan 43 %. Sambil mencari lokasi tumbuh yang cocok, yaitu di dataran rendah bertipe klim kering. Trend pendekatan ini bisa berkembang sesuai permintaan pasar dan harga biji kopi lanang.
  3. Penyertaan “product knowledge” dalam marketing kopi lanang merupakan keharusan. Perlu didukung kegiatan riset tentang profil citarasa kopi lanang berbasis wilayah [origin] berikut manfaat spesifik terhadap kesehatan tubuh manusia.

 

DAFTAR RUJUKAN

Aditya I.W., K.A. N.N.L. A., Yusasrini [2016]. Kajian Kandungan Kafein Kopi Bubuk, Nilai pH Dan Karakteristik Aroma Dan Rasa Seduhan Kopi Jantan (Pea Berry Coffee) Dan Betina (Flat Beans Coffee) Jenis Arabika Dan Robusta. Jurnal ITEPA Vol 5 No 1 (2016):

Dwi Nugroho, P. Basunanda & M. Suyadi [2016]. Physical Bean Quality of Arabica Coffee [Coffea Arabica] at High and Medium Altitude. Pelita Perkebunan 32 (3). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember.

Erdiansyah [2020]. Peaberry Coffee & Klon Kopi Robusta Potensial. Https:// lampung.litbang.pertanian.go.id

Oluwole,O.F., S. A. Salami, E.Ogunwole & Y. Raji [2016]. Implication of caffeine consumption and recovery on the reproductive functions of adult male Wistar rats. J Basic Clin Physiol Pharmacol 2016; 27(5): 483–491.

Pimenta, T.G., R.G.F.A, Pereira., J. L.G. Corrêa & J.R. Silva [2009]. Roasting Processing Of Dry Coffee Cherry: Influence Of Grain Shape And Temperature On Physical, Chemical And Sensorial Grain Properties. B.CEPPA, Curitiba v. 27, n. 1, p. 97-106 jan./jun. 2009.

Wahono, B [2016]. Effects Of Peaberry Coffee On The Sexual Behavior and The Blood Testosterone Levels Of The Male Mouse (Mus musculus) Proceeding Of 3rd International Conference On Research, Implementation And Education Of Mathematics And Science Yogyakarta, 16 – 17 May 2016.

Wedick, M.W, C.S Mantzoros, E. L Ding, A. M. Brennan, B. Rosner, E.B Rimm, F.B Hu, & R.M. van Dam [2012]. The effects of caffeinated and decaffeinated coffee on sex hormone-binding globulin and endogenous sex hormone levels: a randomized controlled trial. Nutrition Journal 2012; [11]: 86. Published online 2012 Oct 19.

 

=====O=====

Leave a Reply

Your email address will not be published.

× WhatsApp