Blog

Get informed about our latest news and events

DIVERSIFIKASI PRODUK KOPI BERCITARASA JAHE

DIVERSIFIKASI PRODUK KOPI BERCITARASA JAHE

Sri Mulato [cctcid.com]

PENDAHULUAN

Jahe lekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Jahe ada di mana-mana. Semula, jahe hanya di dapur rumah tangga, sebagai bahan penyedap rasa makanan dan minuman. Kini, menjelajah ke ranah kehidupan masyarakat lebih luas. “Geshir” adalah kopi jahe penduduk Yaman sejak abad ke 15. “Kopi Ende” diduga sebagai kopi jahe tertua di Indonesia. Pertama dikenal pada abad ke 17 sejak kopi mulai ditanam di kepulauan Flores oleh VOC Belanda. Pada abad 18, kopi jahe sudah akrab dalam kehidupan nelayan di seputaran Muara Angke Batavia. Kini di abad 21, bubuk kopi jahe bukan barang asing lagi. Dijajakan secara masif  di warung, toko dan mini market berbalut kemasan saset dengan merk dagang kopi “mix”. Awalnya, kopi saset hanya diproduksi pabrik skala besar. Sekarang ini, jenis kopi tersebut bisa dibuat dalam skala UMKM. Industri ini menganut konsep “customized” dan artisan. Formula produksi dibuat atas dasar pesanan, mengikuti selera citarasa konsumen. Demikinan juga volume produksinya sangat flesibel. Sesuatu yang sulit dipenuhi oleh perusahaan skala besar. Produksinya bersifat masif dan serba otomatik. Sulit memenuhi kebutuhan konsumen yang selalu berubah secara dinamis. Diversifikasi produk kopi jahe terus berkembang memenuhi dinamika pasar, muncul bubuk kopi jahe instan dan sirup kopi jahe. Konsumen menentukan pilihan formulasi berbagai produk tersebut atas dasar citarasa favorit dan manfaat kesehatan. Setelah minum kopi jahe, respon fisiologis awal adalah pikiran ngepyar, tubuh segar dan hangat. Efek secara medis akan dirasakan oleh konsumen dalam waktu lebih panjang. Telah dikenal bahwa kopi dan jahe mengandung senyawa antioksidan kuat. Efek sinergi keduanya terhadap kesehatan sudah banyak diulas, seperti mencegah peradangan, memperlambat proses degenerasi fungsi organ tubuh dan menambah daya imunitas. Salah satu modal dasar untuk melawan paparan mikroba dari luar tubuh.

SENYAWA AKTIF BUBUK KOPI-JAHE

Bubuk Kopi [asam khlorogenat]

Kopi mengandung 2 jenis senyawa aktioksidan yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Jenis pertama adalah senyawa asam khlorogenat, senyawa alami bawaan biji kopi. Biji kopi Robusta mengandung senyawa asam khlorogenat lebih tinggi daripasa biji kopi Arabika, yaitu masing-masing 15 dan 9%. Kedua adalah seyawa melanoidin, terbentuk saat biji kopi disangrai. Keduanya mempunyai struktur kimiawi yang sangat berbeda [Gambar 1].

Gambar 1. Struktur kimia asam khlorogenat dan melanoidin.

Bubuk Jahe

Bubuk jahe merupakan salah satu bahan baku populer untuk produksi kopi “mix”. Jenis tanaman jahe yang umum digunakan adalah jahe gajah, jahe merah dan jahe emprit [Gambar 2].

Gambar 2. Tampilan fisis 3 jenis rimpang jahe.

  1. Zingiber officinale var Roscoe: jahe ini dikenal sebagai jahe gajah atau jahe badak. Secara fisis, ruas rimpang berukuran besar, menggembung, warna kuning-kecoklatan dan berserat agak halus. Secara kimiawi, rimpang jahe ini mengandung minyak atsiri antara 0,82 – 1,66 %, kadar pati 55,10 %, kadar serat 6,89%, dan kadar abu 6,6 – 7,5%.
  2. Zingiber officinale var Rubrum: jahe ini sering disebut jahe merah atau jahe sunti. Secara fisis, ruas rimpang berukuran sedang, warna merah tua dan berserat kasar. Secara kimiawi, rimpang jahe ini mengandung minyak atsiri 2,58 – 3,90 %, kadar pati 44,99 %, kadar serat 7 % dan kadar abu 7,46 %.
  3. Zingiber officinale var Amarum: jahe ini dikenal dengan sebutan jahe putih kecil atau jahe emprit. Secara fisis, ruas rimpang jahe ini berukuran kecil, bentuk agak pipih, warna keputihan dan berserat lembut. Secara kimiawi, rimpang jahe ini mengandung minyak atsiri 1,50 – 3,50 %, kadar pati 54,70 %, kadar serat 6,59%, dan kadar abu 7,39 – 8,90%.

Komponen utama minyak jahe adalah zingiberen [C12H24] dan zingiberol [C15H26O]. Komponen non-volatile dalam jahe sering disebut oleoresin yang memberikan sensasi rasa pedas. Oleoresin juga bersifat seperti tonikum atau stimulan. Senyawa ini tersusun dari senyawa gingerol, zingeron dan shogaol yang terlarut ke dalam seduhan dan memberikan andil pada rasa pedas. Gingerol memiliki rantai karbon beragam antara C5 sampai C9. Pada suhu tinggi, senyawa ini mudah berubah menjadi shogaol dan zingeron [Gambar 3].

Gambar 3. Jenis senyawa oleoresin dalam rimpang jahe.

Bubuk jahe dibuat dari rimpang [umbi] tanaman jahe yang telah berumur 8 sampai 10 bulan. Pada usia ini, senyawa aktif jahe sudah mencapai kadar optimal. Pada saat diseduh bersama bubuk kopi, minyak jahe volatil akan teruapkan bersama dengan senyawa volatil dari bubuk kopi. Keduanya akan memberikan sensasi campuran aroma khas jahe dan kopi. Rimpang jahe merah dan jahe emprit memberikan sensasi aroma jahe yang kuat. Keduanya mempunyai kandungan minyak volatil [atsiri] yang relatif lebih tinggi daripada kandungan minyak jahe gajah.

Efek tonik jahe bisa dideteksi melalui peningkatan kemampuan tubuh peminumnya. Tubuh tidak mudah lelah meskipun melakukan kegiatan fisik berdurasi lama. Senyawa gingerol dalam bubuk jahe mempunyai kemampuan merangsang aliran darah ke seluruh bagian tubuh. Gingerol juga bersifat antiokasidan kuat dan mampu menetralkan efek perusak yang ditimbulkan oleh serangan radikal bebas. Senyawa fenolik dalam jahe bersifat antimikroba. Mampu mematikan dan menghambat pertumbuhan bakteri. Sifat tersebut dapat memperpanjang masa simpan dan mencegah kontaminasi bakteri ke dalam kopi “mix”.

INTEGRASI PROSES PRODUKSI KOPI JAHE

Diversifikasi produk kopi berbasis citarasa jahe paling tidak ada 3 bentuk, yaitu bubuk kopi jahe tubruk, bubuk kopi jahe instan dan sirup kopi jahe. Kopi jahe tubruk diseduh  air mendidih. Diminum setelah air seduhan terpisah dengan ampas. Bisa ditambah gula untuk menurunkan rasa sepat dan pedas. Kopi bubuk kopi jahe instan bisa diseduh air dingin, tanpa meninggalkan ampas. Ditambah es bisa memberikan sensasi lebih segar. Pengertian instan di sini adalah pengikatan citarasa kopi dan jahe oleh kristal gula. Seduhan kopi jahe instan tidak perlu ditambah gula. Secara teknis, proses produksinya bisa diintegrasikan menjadi satu bagian proses produksi kopi jahe sirup. Formulasi sirup adalah campuran larutan ekstrak jahe, larutan kopi dan gula. Air diuapkan dalam evaporator sampai diperoleh produk sirup jahe-kopi dengan kadar gula sekitar 65%. Produk bubuk kopi jahe instan dihasilkan dari proses penguapan lanjut sirup 65% sampai berubah bentuk jadi padatan [Gambar 4].

Gambar 4. Diversifikasi produk kopi jahe [bubuk tubruk, instan dan sirup].

Penyiapan Bubuk Kopi [proses produksi kopi bubuk]

Gambar 5 menunjukkan tahapan proses produksi kopi bubuk skala UMKM. Mesin-mesin ditata secara berurutan sesuai dengan fungsinya. Kapasitas dan spesifikasi mesin harus dipilih dan diselasarkan dengan proyeksi perkembangan pasar jangka panjang, paling tidak dalam 3 tahun ke depan. Urutan proses dimulai dari tahapan sortasi ukuran biji kopi. Dilakukan untuk memperoleh hasil penyangraian biji yang merata, baik secara fisik [warna] dan kimiawi [citarasa]. Bubuk hasil penggilingan biji kopi sangrai disimpan dalam kemasan hermetik supaya citarasanya tidak rusak [Penyimpanan]. Volume kemasan disesuaikan dengan serapan dan target pasar jangka pendek.

Gambar 5. Aliran proses produksi kopi bubuk.

Penyiapan Bubuk Jahe

Gambar 6 menunjukkan tahapan proses produksi kopi jahe skala UMKM. Rimpang jahe hasil panen sebagai bahan baku. Perlu air cukup banyak untuk pembersihan permukaan rimpang yang masih diselimuti dengan lapisan tanah.

Gambar 6. Aliran proses produksi bubuk jahe.

Diawali pencucian rimpang hasil panen dalam drum mesin pencuci berisi air. Drum diputar pada kecepatan terentu selama 5 menit. Perlu pembilasan 3 – 4 kali, sampai permukaan rimpang sudah bersih. Rimpang ditiriskan sampai air pencuci tuntas. Rimpang kemudian diiris secara mekanis dengan pisau rotari [berputar]. Irisan rimpang tebal 2 – 3 mm dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC sampai kadar ainya turun menjadi 5 – 6%. Selain dioven, irisan rimpang bisa juga disangrai pada suhu terkontrol supaya kandungan senyawa pembentuk aromanya tidak rusak. Irisan jahe kering disebut simplisia digiling sampai tingkat kehalusannya sama dengan kelembutan bubuk kopi, kira-kira 30 – 40 Mesh. Dianjurkan untuk menyimpan bubuk jahe dalam kemasan hermetik, supaya citarasa bubuk jahe tidak terkontaminasi dengan bahan lain.

Pencampuran Bubuk Kopi dan Bubuk Jahe

Seperti halnya pada biji kopi, bubuk jahe terdiri atas 3 komponen utama, yaitu, senyawa yang mudah menguap [volatil], senyawa yang tidak menguap [non-volatil] dan senyawa pembentuk ampas. Senyawa mudah menguap akan menimbulkan aroma kuat saat diseduh dengan air panas. Rongga hidung mendeteksi aroma kopi dan jahe secara bersamaan. Ciri aroma kopi arabika adalah fruity, floral, citrus dan winey. Sedangkan, aroma pedas dan rempah ditimbukan oleh bubuk jahe. Senyawa tidak mudah menguap akan tertinggal di air seduhan. Kopi akan berkontribusi pada rasa pahit dan asam. Rasa pedas dan sepat berasal dari bubuk jahe. Senyawa pembentuk ampas antara lain, adalah senyawa hidrokarbon komplek [selulosa] dan senyawa serat kasar dengan berat molekul tinggi. Seduhan bubuk kopi jahe akan mempunyai jumlah ampas lebih banyak dari pada seduhan bubuk kopi murni. Jenis dan kadar senyawa aktif bubuk kopi dan bubuk jahe disajikan pada kolom diarsir warna hijau muda Tabel 1 berikut,

Tabel 1 bisa dijadikan acuan untuk kontrol kosistensi mutu. Sebelum proses pencampuran, formulasi kopi jahe harus diuji secara sensoris tingkat kesukaan oleh beberapa panelis. Dibuat berbagai formulasi sampel yang akan diproduksi. Sebagai pembanding adalah sampel produk bubuk kopi jahe hasil produsen lain yang sudah populer dan sudah dipasarkan secara luas. Hasil uji sensoris pilihan kemudian diproduksi secara terbatas untuk uji pasar. Hasil uji pasar selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk penentuan proporsi campuran dalam mesin skala produksi [Gambar 7].

Gambar 7. Pecampuran dan pengemasan bubuk kopi-jahe.

Proporsi bubuk kopi dan jahe ditimbang dengan cermat dan teliti untuk menjamin keseragaman dan konsistensi mutu produk. Masing-masing bahan dimasukkan ke dalam mesin pencampur heksagonal selama 5 menit. Hasil bubuk kopi jahe dikemas dalam saset aluminium @ 20 gr. Setiap 10 saset ditata dalam kemasan sekunder bentuk bok berlogo merk produk untuk keperluan pemasaran.

Proses Produksi Sirup Jahe Kopi

Sirup adalah cairan yang kental dan memiliki kadar gula terlarut yang tinggi. Sirup juga mengandung senyawa non-gula, sebagai penambah citarasa. Sirup banyak digunakan di rumah tangga, kuliner dan obat-obatan. Alur proses produksi sirup jahe rasa kopi terintegrasi pada tahapan proses bubuk kopi jahe [Gambar 4]. Irisan rimpang tidak dikeringkan, tetapi dilakukan pengepresan secara hidrolik. Ekstrak jahe kemudian dituangkan ke dalam wajan evaporator [Gambar 8].

Gambar 8. Alur proses produksi sirup jahe.

Komponen utama evaporator adalah tungku pemanas, wajan wadah larutan jahe, pengaduk, blower pendingin dan indikator suhu nira. Sumber panas evaporator bisa menggunakan gas LPG atau limbah padat yang banyak dijumpai di kebun kopi. Wajan bisa menampung 25 liter campuran ekstrak jahe, ekstrak kopi, air dan gula sampai tuas pengaduk terendam. Selama pemanasan, larutan diaduk perlahan. Suhu dan warna larutan dimonitor dan dikontrol secara reguler. Gelas ukur bisa digunakan sebagai alat bantu untuk melihat perubahan warna larutan selama pemanasan. Pada suhu lingkungan, larutan berwarna putih encer. Pada menit ke 20, warna larutan berubah menjadi kekuningan. Larutan kopi [tanpa ampas] ditambahkan ke dalam wajan sebagai penyedap citarasa kopi dalam larutan jahe. Pada menit ke 60, larutan jahe-kopi mulai mengental dan berwarna kecoklatan. Kadar gula dalam larutan [Brix] berkisar antara 60 – 65. Produk sirup bisa diunduh dari wayan dan dikemas dalam botol. Hasil uji sensorik sirup pada kadar gula ini mendapatkan nilai kesukaan paling tinggi. Tercapai kesetimbangan antara rasa manis karamel gula, pedas spesifik jahe dan pahit khas kopi. Gula berperan sebagai bahan pengawet. Gula mempunyai sifat higroskopis yang menyebabkan sel mikroba defisit air dan akhirnya mati. Masa simpan sirup menjadi lama.

Untuk memproduksi bubuk kopi instan, sirup dalam wajan dipanaskan lanjut sampai suhunya menuju 100 oC [suhu didih air]. Air semakin banyak teruapkan. Larutan mendekati jenuh. Sumber panas dimatikan. Pengaduk diangkat. Blower dihidupkan untuk pembentukan kristal gula. Padatan kristal kemudian dilembutkan [Gambar 9]. Pengemasan bubuk kopi jahe instan seperti pada Gambar 7.

Gambar 9. Kritalisasi sirup kopi jahe menjadi padatan instan.

TUMPANG SARI TANAMAN JAHE DI KEBUN KOPI

Perkembangan industri kopi skala UMKM perlu ditunjang oleh keberlanjutan pasokan bahan baku. Integrasi hulu-hilir kopi mutlak diperlukan. Di sisi hulu, pola tanam tumpang sari kebun kopi-jahe adalah pilihan yang tepat. Wilayah tumbuh tanaman jahe di kisaran 300 – 800 m dpl, berkesuaian dengan ketinggian tumbuh kopi robusta.  Di dataran rendah [< 300 m dpl.], tanaman jahe rentan terhadap serangan penyakit, terutama layu bakteri. Di dataran tinggi, di sekitaran wilayah kebun kopi arabika, pertumbuhan rimpang akan melambat. Namun, beberapa petani Arabika di wilayah Danau Toba dan Gayo sudah menerapkan pola tanam tumpang sari kopi-jahe sejak lama. Pola ini dapat mengurangi tingkat erosi di lahan arabika yang miring. Meskipun belum signifikan, petani merasakan penghasilan tambahan dari panen jahe. Berbasis pola tanam tumpang sari kopi, produktivitas jahe mencapai 4 – 5 ton/ha/tahun. Musim panen berlangsung pada bulan April – Agustus. Bersamaan dengan musim kopi. Seiring perkembangan industri hilir kopi di pedesaan, jahe bisa bersinergi dengan produksi kopi. Produksi jahe bisa terserap industri kopi UMKM di pedesaan.

 

DAFTAR BACAAN

Elna Karmawa. E, I. Sabar & J. Damanil [2002]. Pengembangan Budidaya Lorong Berbasis Tanaman Perkebunan Di Dataran Tinggi Sekitar Danau Toba. Jurnal Balitri.  VOI..8 1/:0.3, Septemiler 2002.

Gunawan  & Asep Rohandi [2018].  Produktivitas Dan Kualitas Tiga Varietas Jahe Pada Berbagai Tingkat Intensitas Cahaya Di Bawah Tegakan Tusam Jurnal Agroforestri Indonesia Vol.1 No.1, Desember 2018 [Hal. 1-13]

Mahassni, S. H & O. Abid. Bukhari [2019]. Beneficial effects of an aqueous ginger extract on the immune system cells and antibodies, hematology, and thyroid hormones in male smokers and non-smokers. Journal of Nutrition & Intermediary Metabolism 15 [2019] 10–17.

Sri Mulato, Edy Suharyanto & hendy Firmansyah [2012]. Kawasan Tekno Agro. Pengembangan Produk Berbasis Kopi dan Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Jember.

Sugiarto, I. Yuliasih & Tedy [2007]. Pendugaan Umur Simpan Bubuk Jahe Merah [Zingiber Officinale Var. Rubrum]. J. Tek. Ind. Pert. Vol. 17[1],7-11 7. Institut Pertanian Bogor

=====CCTCID.COM=====

Leave a Reply

Your email address will not be published.

× WhatsApp