Blog

Get informed about our latest news and events

RUMAH KACA [GREENHOUSE] UNTUK PENGERINGAN KAKAO

RUMAH KACA [GREENHOUSE] UNTUK PENGERINGAN KAKAO

Sri Mulato [cctcid.com]

PENDAHULUAN

Hampir 95% produksi biji kakao Indonesia dihasilkan oleh petani. Entitas ini secara langsung berkontribusi terhadap peningkatan produksi dan konsistensi mutu biji kakao nasional. Peran ini diemban petani sejak dari kebun, panen buah kakao sampai akhir proses pascapanen, yaitu pengeringan. Sebagian petani masih belum lepas dari kebiasan cara penjemuran. Tanpa dikontrol secara baik. Wajar jika hasil biji kakao kering tidak konsisten. Sering terjadi, kadar air biji kakao kering masih di atas 12 – 15%, yang seharusnya 7%. Aplikasi teknologi kekinian mulai diadopsi oleh petani muda untuk penyempurnaan cara penjemuran. Setelah melewati proses fermentasi, biji kakao dihamparkan di atas meja pengering dalam rumah kaca [greenhouse]. Ada investasi ada manfaat: produk terlindungi saat hujan, hasil kering lebih bersih, cepat kering dan tingkat kehilangan hasil minimal. Rangkaian proses bisa terkontrol dan terukur. Petani punya harapan ekonomi yang lebih besar: jual biji kakao lebih cepat, jumlah hasil lebih banyak dan harga jual yang memadai.

Secara sederhana, pengering rumah kaca dibedakan atas dasar desain bentuk atapnya, yaitu parabol, busur, pelana dan saung. Bahan rangka kontruksi terbuat dari kayu, bambu dan baja ringan. Sedangkan, bahan penutup dinding dan atap adalah  plastik fleksibel transparan fleksibel atau jenis lembaran  polikarbonat. Keduanya harus tahan cuaca, sinar ultra-violet [UV] dan punya daya tembus sinar yang tinggi [> 80%]. Penempatan rumah kaca perlu mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan, seperti, posisi garis lintang [latitute], ketinggian [altitute], kondisi awan, hujan dan kecepatan angin serta tidak terbayangi oleh pepohonan dan bangunan lain.

Radiasi matahari adalah satu-satunya sumber energi pengering rumah kaca. Kinerjanya diukur dari seberapa besar bisa menangkap radiasi matahari yang menerpanya. Prinsip kerja pengering rumah kaca adalah penjebakan panas [heat trapping]. Unsur utama sinar matahari adalah radiasi inframerah dan sinar visibel. Dengan muatan energi berkecepatan tinggi, keduanya mampu menembus lapisan atap dan dinding rumah kaca. Panas dalam rumah kaca terbentuk dari hasil serentetan benturan antara radiasi sinar infra merah dengan benda-benda dalam rumah kaca. Energi panas terkungkung dalam ruangan rumah kaca. Pada kondisi radiasi matahari maksimum [jam 12 siang], suhu dan kelembaban udara [Rh] dalam rumah kaca mencapai, masing-masing 45oC dan 40%. Kondisi kondusif ini dimanfaatkan untuk menguapkan kandungan air biji kakao yang ada dalam rumah kaca. Kadar air biji kakao yang semula 50% bisa diturunkan menjadi 7% dalam kurun waktu 4 – 5 hari. Mekanisme pengeringan yang demikian akan menghasilkan mutu biji kakao yang terjamin.

PEMBENTUKAN EFEK RUMAH KACA

Ruangan pengering rumah kaca mempunyai struktur tertutup oleh atap dan dinding yang terbuat dari material transparan. Sumber panas ruangan rumah kaca adalah sinar matahari yang merupakan campuran berbagai radiasi dari panjang gelombang 100 nm sampai 1 mm. Sinar matahari yang mencapai permukaan bumi tersusun atas: 48% radiasi inframerah, 44% radiasi visible dan 7% ultraviolet [UV]. Sisanya radiasi bergelombang panjang di atas 1 mm. Sinar inframerah masih terbagi menjadi 2 elemen, yaitu 37% inframerah gelombang pendek [λ ≥ 700 nm] dan 11% bergelombang panjang [λ ~ 1 mm]. Panjang gelombang sinar visibel adalah 400 – 700 nm. Muatan energi radiasi berbanding terbalik dengan panjang gelombangnya. Radiasi gelombang pendek mengandung muatan energi lebih tinggi. Masing-masing jenis sinar tersebut mempunyai peran pada proses konversi energi dalam rumah kaca [Gambar 1].

Gambar 1. Fenomena tumbukan pembentukan panas dalam rumah kaca.

Akumulasi energi dalam rumah kaca merupakan hasil tumbukan 2 materi yang berbeda. Pertama adalah radiasi matahari yang bergerak secara dinamis berkecepatan tinggi dan kedua adalah benda padat statis: rumah kaca dan benda di dalamnya. Tumbukan kedua materi tersebut menimbulkan fenomena fisis sebagai berikut,

  1. Perubahan muatan energi.

Sinar inframerah [1] bergelombang panjang antara 1,5 µ – 1 mm. Muatan energinya tidak cukup kuat untuk menembus lapisan atap dan dinding rumah kaca. Sinar ini memantul secara sempurna dan tidak punya andil dalam pembentukan panas dalam rumah kaca. Sinar inframerah [2] bergelombang pendek [λ ≥ 700 nm]. Dengan muatan energi cukup tinggi, sinar 2 mampu menerobos lapisan penutup sampai ke dalam ruangan dan menabrak lantai dan dinding ruangan [C]. Benturan secara berulang, muatan energi sinar 2 turun dan berubah menjadi panas. Didukung oleh muatan energi sangat tinggi [λ = 400 nm], sinar visibel [3] menembus lapisan atap dan dinding rumah kaca tanpa mengalami penurunan energi yang berarti. Sekalipun telah membentur lantai [D], pantulan sinarnya masih kuat keluar dari dinding secara mudah [F].

2. Perubahan kecepatan.

Akibat tumbukan dengan penutup rumah kaca, sinar 2 mengalami perlambatan kecepatan dan pembelokan arah. Setelah membentur lantai [C], pantulan sinarnya makin melemah dan menghambur ke setiap sudut rumah kaca. Serentetan benturan secara berurutan menimbulkan panas. Sisa energi makin lemah dan tidak mampu menembus keluar penutup [E]. Kedua fenomena fisis tersebut mengakibatkan suhu dan Rh udara rumah kaca berubah secara dinamis mengikuti waktu dan sudut terpaan sinar matahari pada atap dan dinding rumah kaca [Gambar 2].

Gambar 2. Profil suhu dan kelembaban udara di luar dan dalam rumah kaca.

Suhu udara rumah kaca menanjak perlahan berbanding lurus sudut penyinaran matahari. Mencapai puncaknya pada jam 12 siang. Posisi matahari berada di titik kulminasi, jarak terdekat dengan bumi. Sudut penyinaran setara 90o. Radiasi matahari secara maksimal memasok energi ke ruangan rumah kaca. Suhu udaranya mencapai titik tertinggi, yaitu 45oC dengan nilai Rh minimum pada 40%. Pengertian Rh adalah perbandingan uap air yang sudah ada dalam udara terhadap kapasitas maksimum udara dalam menyerap tambahan uap air. Nilai Rh berbanding terbalik dengan suhu udara. Pada suhu tinggi, udara memuai. Menjadikan daya tampung udara untuk menerima uap air hasil pengeringan menjadi lebih besar. Sebaliknya, Rh akan berangsur naik seiring menurunnya suhu udara. Setelah posisi matahari melewati titik kulminasi, kapasitas udara menyerap air semakin mengecil. Pada nilai Rh mendekati 100%, udara tidak mensisakan ruang lagi untuk menampung uap air. Hal seperti ini terjadi pada udara lingkungan luar rumah kaca. Tanpa perangkap panas, suhu udara lingkungan maksimum tidak melebihi 33oC. Sementara nilai Rh tidak bisa lebih rendah dari 65%.

FAKTOR GEOGRAFIS DAN IKLIM

Fungsi utama pengering rumah kaca adalah menciptakan iklim mikro yang kondusif untuk akselerasi proses pengeringan bahan yang ada di dalamnya. Faktor penentu iklim mikro rumah kaca adalah letak geografis dan kontruksi bangunan rumah pengering. Gabungan keduanya akan menjadikan ruangan rumah kaca memiliki kondisi optimal untuk pengeringan kakao [Gambar 3].

Gambar 3. Faktor penentu kinerja rumah kaca untuk pengeringan.

Faktor pertama memberikan gambaran tentang ketersediaan radiasi matahari dan unsur-unsur penunjangnya di suatu wilayah di mana rumah kaca akan dipasang. Faktor kedua merupakan kriteria desain konstruksi bangunan rumah kaca agar mampu menjebak radiasi matahari sebanyak mungkin.

Cuaca berfluktuasi sesuai dengan wilayah geografisnya. Cuaca adalah kondisi atmosfir di suatu wilayah terbatas dan dalam rentang waktu pendek. Iklim merupakan rentetan perubahan cuaca dalam rentang waktu yang relatif lama dalam wilayah yang luas. Indonesia terletak di antara 6o LU – 12 o LS garis katulistiwa. Dalam 1 tahun Indonesia memiliki 2 iklim, musim hujan dan kemarau. Iklim akan sangat berpengaruh dalam desain rumah kaca karena musim panen kakao umumnya terjadi pada musim tertentu. Perpindahan musim akan diikuti oleh perubahan unsur-unsur cuaca terkait, yaitu, radiasi surya [insolation], kecerahan langit [clearness], suhu udara [temperature], kecepatan angin [wind speed], intensitas hujan [precipitation] dan jumlah hari hujan [wet day], seperti ditunjukkan pada Tabel 1 berikut,

Tabel 1. Unsur cuaca di Palu [atas] dan di Makassar [bawah].

Panen kakao berlangsung dalam 2 periode panen puncak. Puncak kecil terjadi pada bulan April – Juni, sedangkan puncak panen besar jatuh pada bulan Agustus – November [2 kotak berarsir kuning pada Tabel 1]. Diantara kedua puncak tersebut, panen kakao tetap ada, namun jumlahnya tidak banyak. Pada musim panen puncak pertama, penghasil kakao wilayah Palu mempunyai intensitas radiasi matahari relatif lebih tinggi dibandingkan wilayah Makassar. Secara geografis, Palu lebih berdekatan dengan garis katulistiwa. Masa panen puncak kedua bertepatan saat lintasan semu matahari menuju katulistiwa. Pada bulan September, matahari tepat di posisi katulistiwa menjadikan radiasi matahari di wilayah Palu naik cukup signifikan, melebihi 6 kWh/m2/hari. Sementara, intensitas radiasi di Makassar juga merambat naik, namun mentok di bawah nilai 6 kWh/m2/hari. Intensitas radiasi matahari di kedua lokasi tersebut menggambarkan potensi pasokan energi dalam jumlah yang memadai untuk pengeringan biji kakao.

Tersaji pada Gambar 1 bahwa ketersediaan energi pengeringan dipasok dari udara panas melalui mekanisme koveksi alami ke biji kakao yang dihamparkan di atas meja pengering. Panas akan digunakan oleh biji kakao untuk keperluan,

  1. Peningkatan suhu biji kakao [panas sensibel] yang semula bersuhu 28oC [suhu lingkungan] naik ke 45 – 50oC [suhu pengeringan]. Udara panas merambat secara konduksi ke dalam biji. Molekul air dalam biji terpanasi dan bergerak menuju ke permukaan biji.
  2. Penguapan air [heat of water evaporation]. Energi ini dialokasikan untuk merubah fasa molekul air yang sudah ada di permukaan biji. Air yang semula cair dipanasi agar berubah menjadi uap air.

DESAIN RUMAH KACA

Komponen penting pengering rumah kaca adalah rangka, penutup atap dan dinding, ventilasi, meja pengering dan lantai yang menyatu dengan fondasi. Berdasarkan konfigurasi bentuk atap, bangunan rumah kaca dibagi menjadi 4 tipe, yaitu parabol, busur,  pelana dan saung. Pada model parabol, rangka atap dan dinding menjadi satu kesatuan yang kontinu. Sedangkan, desain rumah kaca model pelana dan saung memiliki dinding tegak dan atap yang tidak terhubung secara kontinu. Model saung secara desain mirip dengan separo pelana [Gambar 4].

Gambar 4. Bentuk bangunan rumah kaca untuk pengeringan.

Dimensi Bangunan

Pengertian awal rumah kaca adalah bangunan untuk membudidayakan tanaman buah atau sayuran. Istilah itu tidak berubah meskipun fungsinya sekarang diadopsi untuk proses pengeringan hasil pertanian. Bedanya, bahan atap dan dinding yang semula terbuat dari bahan kaca diganti  plastik fleksibel atau  lembaran polikarbonat. Beberapa unsur utama rumah kaca juga dimodifikasi agar memenuhi syarat sebagai alat pengering. Rumah kaca harus bisa mengakomodir berlangsungnya proses transfer panas dan transfer massa secara tertutup dan simultan. Transfer panas diperlukan untuk menjamin ketersediaan energi pengeringan, yaitu panas sensibel dan panas evaporasi air. Keduanya dipenuhi oleh radiasi matahari lewat luasan atap dan dinding. Sedangkan, luasan lantai berfungsi untuk fasilitasi penempatan bahan yang dikeringkan. Tolok ukurnya adalah daya tampung per satuan luas lantai [kg/m2].

Luasan dan Sudut Kemiringan Atap

Tangkapan radiasi matahari berbanding lurus dengan luasan atap dan dinding serta sudut jatuh sinar matahari di permukaannya. Semakin luas permukaan keduanya, potensi penangkapan radiasi matahari semakin besar. Perolehan radiasi maksimal terjadi saat sudut penyinaran mencapai 90o. Saat posisi matahari ada di titik kulminasi [± 12 siang], jarak tempuh sinar matahari ke bumi paling pendek. Semakin kecil sudut penyinaran, jarak tempuh sinar mencapai bumi semakin jauh. Rumah kaca hanya akan menerima separo radiasi matahari saat sudut penyinaran 30o. Rumah kaca model parabol, busur dan saung bisa memperoleh manfaat maksimum saat jam 12 siang. Ketiganya memiliki permukaan atap cukup luas yang langsung menghadap matahari. Untuk mendapatkan tangkapan maksimum, sudut miring atap pelana harus diatur pada kisaran 25 – 30o. Meskipun tidak maksimal, tangkapan radiasi matahari pada atap pelana berlangsung secara merata sepanjang hari.

Pada musim panen kakao puncak 1 dan 2, intensitas hujan di wilayah Palu dan Makassar relatif normal, yaitu pada kisaran 80 – 280mm. Pada sudut 25 – 30o, atap pelana dan saung bisa meniriskan air hujan dengan lancar. Aliran air hujan berfungsi untuk membersihkan debu yang menempel di permukaan atap [self cleaning]. Gaya elektrostatik menyebabkan debu mudah menempel di permukaan  plastik fleksibel dan lembaran polikarbonat. Lapisan debu akan menurunkan daya transmisi sinar matahari ke dalam ruang kaca. Efisiensi rumah kaca akan menurun secara drastis. Akumulasi lapisan debu lebih sering dijumpai di atas atap parabol dan atap busur, akibat sudut atap yang relatif mendatar. Perlu upaya khusus untuk pembersihannya. Hal teknis lain yang perlu perhatian adalah fenomena pengembunan uap air di malam hari.  Karena suhu lingkungan lebih dingin, uap air dalam ruang rumah kaca bergerak ke atas sampai menabrak permukaan atap bagian dalam, terjadilah pengembunan. Jika sudut atap terlalu landai [seperti atap parabol dan busur], air embunan akan menetes ke bawah dan membasahi lagi hamparan biji kakao di meja pengering. Pada sudut atap pelana 25 – 30o, air embunan menempel erat di bagian dalam atap, meniris ke ujung atap bagian bawah dan dibuang keluar ruangan lewat tritisan atap.

Bahan Rangka

Bambu dan kayu yang tersedia di sekitar kebun kakao bisa dimanfaatkan sebagai bahan rangka rumah kaca. Belahan bambu sifatnya lentur dan mudah dibentuk menjadi atap parabol dan busur. Bahan kayu bersifat kaku, cocok untuk rangka atap pelana dan saung. Kelemahan bambu dan kayu adalah mudah diserang jamur, serangga dan rayap. Ketiganya berpotensi jadi hama bagi biji kakao yang sedang dikeringkan. Sebagai alternatifnya adalah baja ringan, khususnya untuk atap pelana dan saung.

Lantai Bangunan

Kontruksi rumah kaca sebaiknya dibangun di atas fondasi plataran kira-kira 20 cm dari permukaan tanah. Bangunan terjaga dari pengaruh permukaan tanah yang lembab dan genangan air. Kemunculan hama rayap juga mudah dideteksi dari lantai tritisan. Lantai keramik bisa menambah serapan radiasi matahari di dalam rumah kaca. Kelebihan lain lantai keramik warna hitam adalah bersih, menahan difusi air tanah dan menyimpan panas. Lantai semen dilapisi cat epoksi warna hitam bisa menjadi pilihan pengganti keramik. Warna hitam memiliki daya absorpsi radiasi sinar matahari lebih baik dibanding warna lain.

Bahan Atap dan Dinding 

Atap dan dinding transparan adalah komponen bangunan rumah kaca yang langsung berhubungan dengan unsur-unsur iklim. Sebagai penangkap radiasi matahari, bahan penutup diupayakan mempunyai daya transmisi sinar matahari yang tinggi [> 80 %], tidak cepat buram dan kuat menghadapi terpaan angin dan hujan. Ketebalan  plastik fleksibel dipilih sedemikian rupa agar kuat menahan curahan hujan dan tiupan angin. Laju keburaman plastik fleksibel dan lembaran polikarbonat bisa dicegah dengan penambahan senyawa kimia anti sinar UV mulai dari kadar 6 sampai 14%. Makin banyak persentase senyawa anti UV,  plastik fleksibel/lembaran polikarbonat makin kuat, namun, warnanya makin buram. Daya transmisi radiasi matahari dan efisiensi pengeringannya juga berkurang. Keburaman atap dan dinding dianalogikan dengan kondisi atmosfir berawan [clearness]. Secara umum nilai “clernesss” rata-rata wilayah Palu dan Makasaar berkisar antara 0,50 – 0,60 [Tabel 1]. Nilai ini menggambarkan bahwa kondisi wilayah tersebut berawan ringan dan cenderung terang. Intensitas matahari pada cuaca cerah bisa mencapai 1000 W/m2. Nilai ini akan drop separonya saat cuaca berawan.

Orientasi Bangunan.

Tangkapan radiasi berbanding lurus dengan waktu penyinaran [sun duration]. Waktu penyinaran dihitung mulai matahari terbit sampai matahari terbenam. Waktu penyinaran matahari di Indonesia relatif konstan, yaitu 12 jam. Orientasi bangunan pengering rumah kaca sebaiknya membujur ke arah utara dan selatan atau tegak lurus lintasan semu matahari. Permukaan atap akan lebih banyak menghadap ke matahari dan memperoleh waktu penyinaran sinar matahari mulai pagi sampai sore secara merata. Instalasi rumah kaca hendaknya juga terbebas dari bayangan pohon dan bangunan rumah tinggal di sekelingnya.

Ventilasi Ruangan

Rh ruang kaca bersumber dari uap air yang sebelumnya telah ada di udara ditambah uap air hasil pengeringan. Pembentukan uap air hasil pengeringan berbanding lurus dengan kadar air bahan dan laju penguapannya. Akumulasi uap air menyebabkan udara dalam rumah kaca jenuh uap air. Mudah terjadi pengembunan. Embunan air akan membasahi lagi bahan yang sedang dikeringkan. Ventilasi merupakan akses udara segar dari lingkungan masuk ke dalam rumah kaca dan mengusir udara lembab keluar ruangan. Kecepatan angin di wilayah Palu dan Makassar di bawah kecepatan normal [5 m/detik]. Lubang ventilasi harus lebih besar atau lebih banyak. Untuk memperlancar pergantian udara, penempatan posisi lubang-lubang ventilasi diselaraskan dengan arah angin. Ventilasi di dinding bawah berfungsi untuk memasukkan angin, sedangkan ventilasi dinding atas untuk mengeluarkan udara lembab dari ruangan rumah kaca.

KINERJA PENGERING RUMAH KACA

Model pengering rumah kaca pelana dipilih sebagai bahan analisis kinerja pengeringan biji kakao. Pengering model ini sudah banyak terpasang di kebun kakao. Desain rumah kaca didasarkan pada moda pengeringan pasif [passive solar dryer]. Artinya, faktor-faktor pengeringan seperti suhu, kelembaban relatif dan aliran udara mengandalkan pada kondisi alami. Tidak ada bantuan perangkat berbasis mekanikal dan elektrikal. Perhitungan neraca panas mengacu data yang tersaji di Tabel 1. Data produksi kakao, kebiasaan petani dalam melakukan panen dan pascapanen dirangkum dari beberapa sumber pustaka dan komunikasi dengan para petani kakao di lapangan. Hasilnya dipakai untuk merancang kapasitas pengering rumah kaca seperti disajikan pada Gambar 5 berikut,

Gambar 5. Perhitungan dimensi pengering rumah kaca.

Dengan basis Tabel 1 dan Gambar 4, neraca panas dan meraca massa pengeringan kakao dengan alat pengering rumah kaca direkapitulasi pada Tabel 2 berikut, 

Tabel 2. Neraca ketersedian dan kebutuhan energi pengeringan.

Waktu pengeringan dihitung atas dasar durasi [dalam hitungan hari] yang dibutuhkan untuk menurunkan kadar air biji kakao yang semula 50% menjadi 7%. Secara teoritis waktu tersebut bisa diestimasi dari rasio antara kebutuhan energi pengeringan dan ketersediaan energi dikalikan efisiensi pengeringan. Setiap proses perancangan diperlukan banyak asumsi. Pengambilan asumsi yang  tepat akan menghasilkan kedekatan antara waktu pengeringan teoritis dan nilai riilnya [Gambar 6].

Gambar 6. Kurva pengeringan biji kakao.

Kinerja pengering rumah kaca diuji atas dasar tingkat pembeban meja pengering, yaitu 15 kg/m2, 20 kg/m2 dan 40 kg/m2. Ketiganya diulang secara berurutan pada rentang waktu yang berbeda. Secara paralel, biji kakao sebanyak 15 kg/m2 dijemur di lantai semen. Kurva atau grafik pengeringan merupakan representasi hubungan penurunan kadar air biji kakao sebagai fungsi waktu pemanasan. Cebakan radiasi matahari dalam rumah kaca mampu menjamin ketersediaan energi panas lebih terkontrol. Suatu hal yang tidak terjadi di lingkungan lantai semen. Rumah kaca mampu menurunkan kadar air biji kakao 50% sampai kadar air 7% dalam kisaran waktu 4 hari [blok warna kuning muda]. Hasil ini tidak jauh menyimpang dari kalkulasi waktu pengeringan teoritis [4,7 hari]. Pada beban 15 kg/m2, waktu pengeringan biji kakao di rumah kaca 40 – 50% lebih cepat dibanding waktu pengeringan di lantai penjemuran [8 hari]. Pada beban 20 kg/m2, waktu pengeringan biji kakao dalam rumah kaca sedikit lebih lama, yaitu 5 hari. Penambahan beban rumah kaca sampai 40 kg/m2 tidak dianjurkan. Rumah kaca tidak mampu menyediakan energi yang cukup untuk penguapan air biji kakao sebanyak itu. Waktu pengeringan mendekati 10 hari. Sudah mulai tercium bau biji kakao yang kurang sedap akibat hidrolis lemak dalam biji kakao. Secara visual, permukaan biji kakao juga diselimuti lapisan jamur berwarna keputihan.

Kurva pengeringan pada Gambar 6 terbagi menjadi 4 titik. Periode 1 – 2 adalah fase permulaan, biji kakao mulai menyerap panas dari udara rumah kaca. Belum ada air teruapkan dari dalam biji. Suhu bahan berangsur mendekati suhu udara. Periode 2 – 3 adalah fase penguapan air yang ada di permukaan dan air bebas dalam daging biji. Fase ini membutuhkan waktu kurang lebih 2,5 hari. Kadar air biji yang semula 50% turun menjadi 20%. Kecukupan energi panas mendorong penguapan air berlangsung cepat. Untuk mencegah kejenuhan uap air, ventilasi harus dibuka untuk mengusir uap air dari dalam rumah kaca. Biji kakao sering dibalik minimal 3 jam sekali agar antar permukaan biji tidak lengket. Warna permukaan biji juga terlihat seragam. Pada fase 2 – 3, radiasi sinar ultra violet berperan mematikan mikroba jenis jamur yang bersifat merusak. Setelah periode ini selesai, ventilasi segera ditutup supaya suhu ruangan meningkat seperti semula. Suhu tinggi sangat diperlukan pada periode akhir pengeringan dari 3 – 4. Laju pengeringan pada fase ini berlangsung sangat lambat. Butuh ketersediaan energi lebih banyak untuk mempercepat rambatan molekul air yang bermukim dalam biji kakao. Perlu waktu 1,5 hari untuk menguapkan sisa air biji kakao dari 20% ke 7%.

Disain rumah kaca ukuran ini memiliki kapasitas 200 kg biji kakao sekali masuk. Hasil pengeringan kira-kira 107 kg biji kering. Sebelum dimasukkan ke ruang pengering, biji kakao diambil dari buah matang hasil panen dan kemudian difermentasi selama 5 hari.  Biji kakao fermentasi langsung dihamparkan di permukaan 2 meja pengering seluas 10 m2. Kontruksi lantai meja dibuat dari pelat aluminium berlubang tebal 2 mm. Mampu menahan beban biji kakao sebanyak 40 kg/m2. Pengering rumah kaca ini dirancang untuk mengeringkan hasil panen seluas 1 hektar. Dengan asumsi produktivitas rata-rata 1000 kg biji kakao kering/hektar/tahun dan rendemen 35%. Hasil biji kakao basah hasil panen setara 2800 kg. Panen puncak kakao umumnya berlangsung selama 7 bulan. Sehingga, hasil panen biji kakao per bulan adalah sebanyak 400 kg. Jika interval panen dilakukan 2 kali/bulan, maka biji kakao basah setiap panen adalah 200 kg. Ekivalen dengan kapasitas rancangan rumah kaca.

Saat panen raya, kemungkinan hasil panen melebihi dari kapasitas pengering. Tidak dianjurkan membebani meja pengering terlalu banyak [40 kg/m2]. Lebih baik diterapkan metoda penyimpanan buah hasil panen [pods storage]. Buah kakao termasuk aklimaterik. Artinya, buah kakao sehat dan segar bisa disimpan di tempat teduh sampai 2 minggu, tanpa mengalami kerusakan. Metoda ini bisa menggeser urutan masuk ruang pengering berikutnya. Selama penyimpanan, pulpa biji kakao dalam kulit buah melakukan respirasi. Selama disimpan 2 minggu, senyawa gula dalam lapisan pulpa menurun. Proses respirasi memberikan beberapa keuntungan, antara lain, kandungan keasaman biji berkurang, waktu fermentasi dan pengeringan lebih pendek dan kadar kulit menurun.

PENGEMBANGAN PENGERING RUMAH KACA

Pengering rumah kaca yang ada sekarang ini bisa diupgrade mengikuti perkembangan teknologi dan kemampuan keuangan petani. Melalui introduksi teknologi panel surya dan perangkat pendukung sederhana, pengering rumah kaca berubah ke arah moda aktif [active solar dryer]. Proses pengeringan dikontrol oleh perangkat mekanikal dan elektrikal dan tidak tergantung sepenuhnya pada manusia. Harga panel surya sekarang ini relatif murah. Demikian juga, sistem perangkat pendukungnya mudah dirangkai dari komponen elektronik yang mudah didapat di pasaran. Rancangan pengering rumah kaca berperangkat panel surya disajikan pada Gambar 7 berikut,

Gambar 7. Pengering rumah kaca berperangkat panel surya.

Fungsi panel surya adalah mengkonversi radiasi matahari menjadi energi listrik arus searah [DC] 12 – 18 Volt pada siang hari. Energi ini dipakai untuk pengisian aki [baterei] 12 V. Pada malam hari, simpanan energi listrik baterei dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk kipas arus DC, pemanas infra merah dan lampu penerangan di lingkungan pengering. Pada siang hari, kipas berfungsi untuk menghisap kelebihan uap air dari dalam ruangan kaca. Kipas bisa dioperasikan secara otomatis tergantung pada nilai Rh dalam ruangan. Saat nilai Rh tinggi [> 50%] kipas akan hidup. Sebaliknya, saat nilai Rh mendekati 40%, kipas akan mati. Pengaturan operasional kipas dikontrol oleh sensor humiditi yang ditempatkan di ruang pengering. Saat malam hari, suhu ruang pengering turun dan Rhnya naik. Sensor humiditi akan menghidupkan lampu sinar infra merah. Suhu ruangan akan meningkat lagi. Pengeringan bisa berlangsung 24 jam. Tentu saja, waktu pengeringan biji kakao akan menjadi lebih singkat. Alat elektronik diletakkan dalam panel kontrol untuk melindungi dari gangguan cuaca dan tikus.

 

BAHAN BACAAN

Belibi. M.B, J.Van. Eijnatten, C. K. Tah, F. H Yobo, Koue A., N. Nonga, R. Hanna, M. B. Moulobe, L. A. Ndongo, N. H. Sumelong & S. N. Nekenja [2019]. Comparison of the Performance of Three Cocoa Bean Drying Techniques in Bafia, Southwest Region, Cameroon. Journal of Life Sciences 13 (2019) 25-34. doi: 10.17265/1934-7391/2019.02.004.

Ching L Hii, C.L, R Abdul Rahman, S Jinap & Y.B. Che Man [2006]. Quality of cocoa beans dried using a direct solar dryer at different loadings. J Sci Food Agric 86:1237–1243 (2006)

Fagunwa. A.O, O. A. Koya & M.O. Faborode [2009]. Development of an Intermittent Solar Dryer for Cocoa Beans. Agricultural Engineering International: the CIGR Ejournal. Manuscript number 1292. Vol. XI. July, 2009.

Manoj.A.M & A. Manivannan [2013]. Simulation Of Solar Dryer Utilizing Green House Effect For Cocoa Bean Drying. International Journal of Advanced Engineering Technology. IJAET/Vol. IV/ Issue II/April-June, 2013/24-27.

Sri Mulato, Atmawinata, Handaka, T.Pass, A. Esper & W. Mue;hbauer [1999]. Development of Cocoa Solar Processing Center for Cooperative Use Indonesia. Planter Bulletin.  Vol 75. 57-74. ISSN:  0126-575X. Malaysia

 

=====O=====

Leave a Reply

Your email address will not be published.

× WhatsApp