RANCANGAN RUMAH KACA [GREENHOUSE] UNTUK PENGERINGAN KOPI
Sri Mulato [cctcid.com]
PENDAHULUAN
Hampir 95% produksi biji kopi Indonesia dihasilkan oleh petani. Entitas ini secara langsung berkontribusi terhadap peningkatan produksi dan konsistensi mutu biji kopi nasional. Peran ini diembannya sejak dari panen buah kopi sampai akhir proses pascapanen, yaitu pengeringan. Sayangnya, sebagian petani masih belum lepas dari kebiasan mengeringkan hasil panen, selain cara penjemuran. Mutu dan waktu proses bukan menjadi ukuran dan tidak terkontrol dengan baik. Wajar jika hasil biji kopi kering menjadi tidak konsisten. Bahkan sering terjadi, kadar air biji kering akhir masih di atas 15 – 17%, yang seharusnya, 12,50%. Beruntung, petani milenial sudah memiliki cara pandang baru tentang fitur mutu biji kopi dan efisiensi produksi. Metoda penjemuran yang ada mulai diangkat ke kasta lebih tinggi dan lebih kekinian. Setelah melewati proses rambangan, hasil panen petik merah langsung dihamparkan di atas meja pengering dalam rumah kaca [greenhouse]. Ada investasi ada manfaat: produk terlindungi saat hujan, hasil kering lebih bersih, cepat kering dan tingkat kehilangan hasil minimal. Rangkaian proses terkontrol dan terukur. Petani punya harapan ekonomi yang lebih besar: jual kopi lebih cepat, jumlah hasil lebih banyak dan harga jual yang memadai.
Secara sederhana, pengering rumah kaca dibedakan atas dasar desain bentuk atapnya, yaitu parabol, busur, pelana dan saung. Bahan rangka kontruksi terbuat dari kayu, bambu dan baja ringan. Sedangkan, bahan penutup dinding dan atap adalah plastik transparan fleksibel atau jenis lembaran fiber. Keduanya harus dipilih tahan cuaca, tahan sinar ultra-violet [UV] dan daya tembus sinar yang tinggi [> 80%]. Penempatan rumah kaca perlu mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan, seperti posisi garis lintang [latitute], ketinggian [altitute], kondisi awan, hujan dan kecepatan angin serta tidak terbayangi dengan pepohonan dan bangunan lain.
Radiasi matahari adalah satu-satunya sumber energi pengering rumah kaca. Kinerjanya diukur dari seberapa besar bisa menangkap radiasi matahari yang menerpanya. Prinsip kerja pengering rumah kaca adalah penjebakan panas [heat trapping]. Unsur utama sinar matahari adalah radiasi inframerah dan sinar visibel. Dengan muatan energi berkecepatan tinggi, keduanya mampu menembus lapisan atap dan dinding rumah kaca. Panas dalam rumah kaca terbentuk dari hasil serentetan benturan antara radiasi sinar infra merah dengan benda-benda dalam rumah kaca. Energi panas terkungkung dalam ruangan rumah kaca. Pada kondisi radiasi matahari maksimum [jam 12 siang], suhu dan kelembaban udara [Rh] dalam rumah kaca, masing-masing 45oC dan 40%. Kondisi kondusif ini dimanfaatkan untuk menguapkan kandungan air buah kopi yang ada dalam rumah kaca. Kadar air buah kopi hasil panen yang semula 60% bisa diturunkan menjadi 12,50% dalam kurun waktu 12 – 15 hari. Mekanisme pengeringan yang demikian akan menghasilkan mutu biji kopi yang terjamin.
PEMBENTUKAN EFEK RUMAH KACA
Ruangan pengering rumah kaca mempunyai struktur tertutup. Terlindungi oleh atap dan dinding terbuat dari material transparan. Sumber panas ruangan rumah kaca adalah sinar matahari. Merupakan campuran berbagai radiasi dari panjang gelombang 100 nm sampai 1 mm. Sinar matahari yang mencapai permukaan bumi tersusun atas: 48% radiasi inframerah, 44% radiasi visible dan 7% ultraviolet [UV]. Sisanya radiasi dengan panjang gelombang di atas 1 mm. Sinar inframerah masih terbagi menjadi 2 elemen, yaitu 37% inframerah gelombang pendek [λ ≥ 700 nm] dan 11% gelombang panjang [λ ~ 1 mm]. Panjang gelombang sinar visibel adalah 400 – 700 nm. Muatan energi radiasi berbanding terbalik dengan panjang gelombangnya. Radiasi gelombang pendek mengandung muatan energi lebih tinggi. Masing-masing jenis sinar tersebut mempunyai peran pada proses konversi energi dalam rumah kaca [Gambar 1].
Gambar 1. Termodinamika tumbukan pembentukan panas dalam rumah kaca.
Akumulasi energi dalam rumah kaca merupakan hasil tumbukan dari 2 materi yang berbeda. Pertama adalah radiasi matahari yang bergerak secara dinamis berkecepatan tinggi dan kedua adalah benda padat stasioner [rumah kaca dan benda di dalamnya]. Tumbukan kedua materi tersebut menimbulkan fenomena fisis sebagai berikut,
1. Perubahan muatan energi
Sinar inframerah [1] memiliki panjang gelombang di kisaran 1,5 µ – 1 mm. Muatan energi sinar ini tidak cukup kuat untuk menembus atap dan dinding rumah kaca. Sinar ini dipantulkan secara sempurnaa dan tidak punya andil dalam pembentukan panas dalam rumah kaca. Sinar inframerah [2] bergelombang pendek [λ ≥ 700 nm] dengan muatan energi cukup tinggi. Mampu menerobos lapisan penutup sampai ke dalam ruangan dan menabrak lantai dan dinding ruangan [C]. Benturan secara berulang menyebabkan penurunan muatan energinya dan berubah menjadi panas. Didukung oleh muatan energi sangat tinggi [λ = 400 nm], sinar visibel [3] menembus lapisan atap dan dinding rumah kaca tanpa mengalami penurunan energi yang berarti. Sekalipun telah membentur lantai [D], pantulan sinarnya masih kuat keluar dari dinding secara mudah [F].
2. Perubahan kecepatan.
Muatan energi sinar inframerah bergelombang pendek [λ ≥ 700 nm] mampu menerobos penutup rumah kaca. Akibat tumbukan, sinar tersebut mengalami perlambatan kecepatan dan pembelokan arah. Setelah membentur lantai rumah kaca [C], pantulan sinarnya mulai melemah dan menghambur ke setiap sudut rumah kaca. Sisa energi yang terkandung sangat lemah untuk menembus keluar penutup [E]. Serentetan benturan secara berurutan menimbulkan panas. Suhu dan Rh berubah secara dinamis tergantung waktu dan sudut penyinaran sinar matahari yang menerpa rumah kaca [Gambar 2].
Gambar 2. Profil suhu dan kelembaban udara di luar dan dalam rumah kaca.
Suhu udara dalam rumah kaca meningkat secara bertahap berbanding lurus dengan sudut penyinaran matahari. Pada jam 12 siang, posisi matahari berada di titik kulminasi, jarak terdekat dengan bumi. Sudut penyinaran setara 90o. Radiasi matahari secara maksimal memasok energi ke dalam ruangan rumah kaca. Suhunya mencapai titik tertinggi, yaitu 45oC dengan nilai Rh minimum pada 40%. Nilai Rh berbanding terbalik dengan suhu udara. Pada suhu tinggi, udara memuai. Volumenya meningkat, sementara kandungan uap airnya tetap. Udara memiliki ruang lebih luas untuk menyerap uap air dari hasil pengeringan. Nilai Rh udara mulai meningkat seiring dengan menurunnya suhu udara. Hal itu terjadi setelah posisi matahari melewati titik kulminasi. Pasokan energi matahari berkurang. Volume udara mengkerut. Kapasitas penampungan uap airnya menjadi rendah. Pada Rh mendekati 100%, tidak ada ruang lagi untuk menampung uap air, seperti yang terjadi pada lingkungan luar rumah kaca. Tanpa perangkap panas, suhu udara lingkungan maksimum tidak melebihi 33oC. Sementara nilai Rh tidak bisa lebih rendah dari 65%.
FAKTOR GEOGRAFIS DAN IKLIM
Fungsi utama pengering rumah kaca adalah menciptakan iklim mikro yang kondusif untuk akselerasi proses pengeringan di dalamnya. Pengkondisian iklim mikro rumah kaca harus memperhatikan 2 faktor, yaitu letak geografis dan kontruksi bangunan rumah pengering. Gabungan keduanya akan menjadikan ruangan rumah kaca memiliki kondisi optimal untuk pengeringan kopi [Gambar 3].
Gambar 3. Faktor penentu kinerja rumah kaca untuk pengeringan.
Faktor pertama memberikan gambaran tentang ketersediaan radiasi matahari dan unsur-unsur penunjangnya. Faktor kedua merupakan landasan desain kontruksi bangunan rumah kaca yang mampu menjebak radiasi matahari sebanyak-banyaknya ke dalam ruangan rumah kaca.
Fluktuasi cuaca harian di suatu wilayah geografis sangat dipengaruhi oleh intensitas radiasi matahari. Cuaca adalah kondisi atmosfir di suatu wilayah terbatas dan dalam rentang waktu pendek. Iklim adalah rentetan perubahan cuaca dalam rentang waktu yang relatif lama dan wilayah yang luas. Indonesia terletak di antara 6o LU– 12 o LS garis katulistiwa dan memiliki 2 iklim dalam 1 tahun, musim hujan dan kemarau. Perpindahan musim akan diikuti oleh perubahan unsur-unsur cuaca terkait, yaitu, radiasi surya [insolation], kecerahan langat [clearness], suhu udara [temperature], kecepatan angin [wind speed], intensitas hujan [precipitation] dan jumlah hari hujan [wet day], seperti ditunjukkan oleh Tabel 1 berikut,
Tabel 1. Unsur cuaca Aceh [utara katulistiwa] dan di Jember [selatan katulistiwa].
Kotak berarsir kuning pada Tabel 1, merupakan kondisi cuaca saat panen kopi di Indonesia, antara bulan Mei sampai bula Oktober. Intensitas radiasi di wilayah utara katulistiwa dari Mei-Agustus di kisaran 5 kW-jam/m2/hari dan menurun bertahap mulai September. Sebaliknya, intensitas radiasi di wilayah selatan katulistiwa dari Mei-Agustus di atas 5 kW-jam/m2/hari. Bahkan, intensitasnya melebihi 6 kW-jam/m2/hari mulai bulan Agustus sampai September.
Seperti dijelaskan pada Gambar 1, ketersediaan energi pengeringan dipasok dari udara panas melaui mekanisme koveksi alami ke buah kopi yang dihamparkan di atas meja pengering. Panas akan digunakan oleh kopi untuk keperluan,
- Peningkatan suhu kopi [panas sensibel] yang semula dingin kira-kira 28oC [suhu sebelum masuk pengering] naik menjadi 40oC [suhu dalam rumah kaca]. Panas ini kemudian merambat secara konduksi ke dalam biji dan diserap oleh molekul air sebagai energi untuk bergerak ke permukaan biji.
- Penguapan air [heat of water evaporation]. Energi ini dialokasikan untuk mengubah molekul air yang semula cair menjadi uap air agar mudah dieliminir keluar ruangan rumah kaca.
DESAIN RUMAH KACA
Komponen penting pengering rumah kaca adalah rangka, penutup atap dan dinding, ventilasi, meja pengering dan fondasi. Berdasarkan konfigurasi bentuk atap, bangunan rumah kaca dibagi menjadi 4 tipe, yaitu parabol, busur, pelana dan saung. Pada model parabol, rangka atap dan dinding menjadi satu kesatuan yang kotinu. Sedangkan, desain rumah kaca model lainnya terdiri atas dinding tegak dan atap. Keduanya tidak terhubung secara kontinu. Model saung secara desain mirip dengan separo pelana [Gambar 4].
Gambar 4. Bentuk bangunan rumah kaca untuk pengeringan.
Dimensi Bangunan
Pengertian awal rumah kaca adalah bangunan untuk membudidayakan tanaman buah atau sayuran. Istilah itu tidak berubah meskipun fungsinya sekarang diadopsi untuk proses pengeringan hasil pertanian. Bedanya, bahan atap dan dinding yang semula terbuat bahan kaca diganti plastik atau fiber. Beberapa unsur utama rumah kaca juga dimodifikasi agar memenuhi syarat sebagai alat pengering. Rumah kaca harus bisa mengakomodir berlangsunya proses transfer panas dan transfer massa berlangsung secara tertutup dan secara simultan. Transfer panas diperlukan untuk menjamin ketersediaan energi pengeringan, yaitu panas sensibel dan panas evaporasi air. Keduanya dipenuhi oleh radiasi matahari lewat luasan atap dan dinding. Sedangkan, luasan lantai berfungsi untuk fasilitasi penempatan bahan yang dikeringkan. Tolok ukurnya adalah daya tampung per satuan luas lantai [kg/m2].
Luasan dan Sudut Kemiringan Atap
Tangkapan radiasi matahari berbanding lurus dengan luasan atap dan dinding serta sudut jatuh sinar matahari di permukaannya. Semakin luas permukaan atap dan dinding, potensi penangkapan radiasi matahari semakin besar. Perolehan radiasi maksimal terjadi saat sudut penyinaran mencapai 90o. Saat posisi matahari ada di titik kulminasi [± 12 siang], jarak tempuh sinar matahari ke bumi paling pendek. Semakin kecil sudut penyinaran, jarak tempuh mencapai bumi semakin jauh. Rumah kaca hanya akan menerima separo radiasi matahari saat sudut penyinaran hanya 30o. Rumah kaca model parabol, busur dan saung bisa memperoleh manfaat maksimum saat jam 12 siang. Ketiganya memiliki permukaan atap cukup luas yang langsung menghadap matahari. Untuk mendapatkan tangkapan maksimum, sudut miring atap pelana harus diatur pada kisaran 25 – 30o. Meskipun tidak maksimal, tangkapan radiasi matahari pada atap pelanan berlangsung secara merata sepanjang hari.
Intensitas hujan di wilayah penghasil kopi berkisar antara 80 – 165 mm, termasuk daerah berhujan normal [100 – 300 mm]. Pada sudut 25 – 30o, atap pelana dan saung cukup lancar dalam penirisan air hujan tipe normal. Selain itu, laju air hujan berfungsi untuk membersihkan debu yang menempel di permukaan atap [self cleaning]. Plastik mempunyai sifat elektrostatik yang menarik partikel debu menempel di permukaan atap. Lapisan debu secara perlahan menebal dan berpotensi menurunkan daya transmisi sinar matahari ke dalam ruang kaca. Efisiensi rumah kaca akan menurun secara drastis. Karena bentuknya relatif mendatar, akumulasi lapisan debu lebih sering terjadi di atas atap parabol dan busur. Perlu upaya khusus untuk pembersihannya. Hal teknis lain yang perlu perhatian adalah fenomena pengembunan uap air di malam hari. Karena suhu lingkungan lebih dingin, uap air dalam ruang rumah kaca bergerak ke atas sampai menabrak permukaan atap bagian dalam, terjadilah pengembunan. Jika sudut atap terlampui landai atau curam, air embunan akan menetes ke bawah dan membasahi lagi hamparan kopi. Pada sudut atap pelana 25 – 30o, air embunan menempel erat di bagian dalam atap, meniris ke ujung atap bagian bawah dan dibuang keluar ruangan lewat tritisan atap.
Bahan Rangka
Bambu dan kayu yang tersedia di sekitar kebun kopi bisa dimanfaatkan sebagai bahan rangka rumah kaca. Belahan bambu sifatnya lentur dan mudah dibentuk menjadi atap parabol dan busur. Bahan kayu bersifat kaku. Cocok untuk rangkan atap pelana dan saung. Kelemahan bambu dan kayu adalah mudah diserang jamur, serangga dan rayap. Ketiganya berpotensi jadi hama bagi kopi yang sedang dikeringkan. Sebagai alternatifnya adalah baja ringan, khususnya untuk atap pelana dan saung. Apapun jenis bahannya, pemasangan kontruksi rumah kaca harus disangga di atas plataran fondasi kira-kira 20 cm di permukaan tanah. Bangunan terjaga dari kondisi lembab. Keberadaan hama rayap juga mudah dideteksi dari lantai tritisan. Bahan lantai dari keramik bisa menambah serapan radiasi matahari di dalam rumah kaca. Kelebihan lain lantai keramik warna hitam adalah bersih, menahan difusi air tanah dan menyimpan panas. Lantai semen dilapisi cat epoksi warna hitam bisa menjadi pilihan pengganti keramik. Warna hitam memiliki daya absorpsi radiasi sinar matahari lebih baik dibanding warna lain.
Bahan Atap dan Dinding
Atap dan dinding transparan adalah komponen bangunan rumah kaca yang langsung berhubungan dengan unsur-unsur iklim yang ada di lingkungan. Sebagai penangkap radiasi matahari, bahan penutup diupayakan mempunyai daya transmisi sinar matahari yang tinggi [> 80 %], tidak cepat buram seiring dengan waktu operasional dan kuat menghadapi terpaan angin dan hujan. Plastik dan fiber diperkuat dengan senyawa kimia anti sinar UV mulai dari kadar 6 sampai 14%. Makin banyak persentase senyawa anti UV, plastik/fiber makin kuat, namun, warnanya makin buram. Daya transmisi radiasi matahari dan efisiensi pengeringannya juga berkurang. Plastik buram dianalogikan dengan kondisi atmosfir berawan [clearness] atau plastik berdebu. Secara umum nilai “clernesss” rata-rata wilayah penghasil kopi adalah 0,50 [Tabel 1]. Nilai ini menggambarkan bahwa kondisi cuaca cerah dan berawan terjadi secara bergantian dengan proporsi yang sama. Intensitas matahari pada cuaca cerah bisa mencapai 1000 W/m2. Nilai ini akan drop separonya saat cuaca berawan.
Orientasi Bangunan.
Tangkapan radiasi berbanding lurus dengan waktu penyinaran [sun duration]. Waktu penyinaran dihitung mulai matahari terbit sampai matahari terbenam. Waktu penyinaran matahari di Indonesia relatif konstan, yaitu 12 jam. Orientasi bangunan pengering rumah kaca sebaiknya membujur ke arah utara dan selatan atau tegak lurus lintasan semu matahari. Permukaan atap akan lebih banyak menghadap ke matahari dan memperoleh waktu penyinaran sinar matahari mulai pagi sampai sore secara merata. Penempatan rumah kaca hendaknya juga terbebas dari bayangan pohon dan bangunan rumah tinggal di sekelingnya.
Ventilasi Ruangan
Kelembaban dalam ruang kaca bersumber dari uap air yang sebelumnya telah ada di udara ditambah uap air hasil pengeringan. Pembentukan uap air hasil pengeringan berbanding lurus dengan kadar air bahan dan laju pengeringan. Akumulasi uap air menyebabkan udara dalam rumah kaca jenuh uap air. Kondisi ini menyebabkan air mudah mengembun dan membasahi lagi bahan yang sedang dikeringkan. Keberadaan ventilasi bisa menghambat kondensasi uap air. Ventilasi merupakan akses udara segar dari lingkungan masuk ke dalam rumah kaca. Kecepatan angin di wilayah kopi rata-rata 5 m/detik bisa dimanfaatkan untuk mengusir uap air lebih cepat keluar rumah kaca. Penempatan posisi lubang-lubang ventilasi sebaiknya mengikuti arah angin.
KINERJA PENGERING RUMAH KACA
Model pengering rumah kaca atap pelana dipilih sebagai bahan analisis kinerja pengeringan kopi. Pengering model ini sudah banyak terpasang di kebun kopi. Desain rumah kaca didasarkan pada moda pengeringan pasif [passive solar dryer]. Faktor-faktor pengeringan seperti suhu, kelembaban relatif dan aliran udara mengandalkan pada proses alami. Tidak ada perangkap berbasis mekanikal dan elektrikal. Perhitungan neraca panas mengacu data yang tersaji di Tabel 1. Data produksi kopi, kebiasaan petani dalam melakukan panen dan pascapanen direkap dari beberapa sumber pustaka dan komunikasi dengan para petani kopi di lapangan. Hasilnya disajikan pada Gambar 5 berikut,
Gambar 5. Model perhitungan pengering rumah kaca.
Dengan basis Tabel 1 dan Gambar 4, neraca panas dan meraca massa pengeringan kopi dengan alat pengering rumah kaca direkapitulasi pada Tabel 2 berikut,
Tabel 2. Neraca ketersedian dan kebutuhan energi pengeringan.
Waktu pengeringan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan buah kopi mulai kadar air 65% sampai 12.50%. Secara teoritis waktu tersebut bisa diestimasi dari rasio antara kebutuhan dan ketersediaan energi dikalikan efisiensi pengeringan. Setiap proses perancangan diperlukan banyak asumsi. Pengambilan asumsi yang tepat akan menghasilkan kedekatan antara nilai teoritis dan nilai riilnya [Gambar 6].
Gambar 6. Kurva pengeringan buah kopi [cherry] dan biji kopi gabah [parchments].
Kurva atau grafik pengeringan merupakan representasi dari penurunan kadar air buah/biji kopi gabah sebagai fungsi waktu pemanasan. Cebakan radiasi matahari dalam rumah kaca mampu menjamin ketersediaan energi panas lebih terkontrol. Suatu hal yang tidak terjadi pada penjemuran. Pengering rumah kaca mampu menurunkan kadar air buah/biji kopi gabah sampai kadar air 12,50% dalam kisaran waktu 12 hari [blok warna kuning muda]. Hasil kalkulasi waktu pengeringan teoritis berdasarkan kondisi iklim wilayah ternyata mendekati dengan hasil ujicoba riil di lapangan. Waktu pengeringan kopi di rumah kaca 55 – 60% lebih cepat dibanding di penjemuran yang mencapai 16 hari.
Kurva pengeringan pada Gambar 6 terbagi menjadi 4 titik. Periode 1 – 2 adalah fase permulaan bahan mulai menyerap panas dari udara rumah kaca. Belum ada air teruapkan dari dalam biji. Suhu bahan berangsur mendekat dengan suhu udara. Periode 2 – 3 adalah fase penguapan air yang ada di permukaan buah dan air bebas yang ada di daging buah. Fase ini membutuhkan waktu kurang lebih 6 hari. Kadar air buah yang semula 65% turun menjadi 20%. Pada fase ini penguapan air berlangsung cepat. Ventilasi harus dibuka untuk mengusir uap air dari dalam rumah kaca. Pada fase ini, buah kopi sering dibalik minimal 3 jam sekali. Secara visual keseragaman hasil pengeringan bisa diamati dari warna buah yang semula merah menjadi coklat-kehitaman, seperti kismis. Pada fase 2 – 3, radiasi sinar ultra violet berperan mematikan mikroba jenis jamur yang bersifat merusak. Setelah periode ini selesai, ventilasi segera ditutup supaya suhu ruangan meningkat lagi. Suhu tinggi sangat diperlukan pada periode akhir pengeringan dari 3 – 4. Butuh ketersediann energi tinggi untuk mempercepat rambatan molekul air yang bermukim dalam biji kopi. Perlu waktu 4 hari untuk menguapkan sisa air dari 8% ke 12,50%. Laju pengeringan pada fase ini berlangsung sangat lambat, tergantung pada kecepatan rambatan molekul air dari dalam sampai permukaan biji.
Disain rumah kaca ukuran ini memiliki kapasitas 300 kg buah kopi sekali masuk. Pada proses natual [dry process], buah kopi langsung dihamparkan di permukaan 2 meja pengering seluas 10 m2. Kontruksi meja dirancang mampu menahan beban buah kopi 30 kg/m2. Siklus panen buah kopi yang umum saat ini adalah antara 10 – 14 hari. Setelah dirambang, hasil panen petik merah langsung dikeringkan di rumah kaca. Hasil pengeringan kira-kira 119 kg biji kering. Pengering rumah kaca ini dirancang untuk mengeringkan hasil panen seluas 1 hektar. Dengan produktivias 1000 kg biji beras/tahun dan rendemen 20%, hasil buah kopi petik merah per tahun 5000 kg. Panen kopi umumnya berlangsung selama 6 bulan atau setara 840 kg buah kopi/bulan. Jika interval panen dilakukan 3 kali/bulan, hasil buah setiap panen adalah 280 kg. Ekivalen dengan kapasitas rancangan rumah kaca.
Saat panen raya, kemungkinan hasil panen melebihi dari kapasitas pengering. Solusi nya adalah memilih metoda olah “honey” atau proses basah [fullwash]. Keduanya melewati tahapan pengupasan kulit buah kopi [pulping]. Proses ini akan memisahkan kulit buah dan biji kopi gabah basah, masing-masing dengan proporsi 55% kulit buah dan 45% biji kopi gabah basah [parchment]. Biji gabah basah 300 kg setara dengan 700 kg buah kopi hasil panen. Biji ini bisa langsung dikeringkan di dalam rumah kaca. Waktu pengeringannya lebih singkat, yaitu rata-rata 8 hari atau kira-kira 30% lebih singkat dari waktu pengeringan buah kopi [12 hari]. Kapasitas pengering meningkat cukup signifikan. Wilayah panen bisa diperluas lebih dari 1 hektar.
PENGEMBANGAN PENGERING RUMAH KACA
Pengering rumah kaca yang ada sekarang ini bisa diupgrade mengikuti perkembangan teknologi dan kemampuan keuangan petani. Melalui introduksi teknologi panel surya dan perangkat pendukung sederhana, pengering rumah kaca berubah ke arah moda aktif [active solar dryer]. Proses pengeringan lebih terkontrol dan tidak tergantung sepenuhnya pada manusia. Harga panel surya sekarang ini relatif murah. Demikian juga, sistem perangkat pendukungnya mudah dirangkai dari komponen elektronik yang mudah didapat di pasaran. Rancangan pengering rumah kaca berperangkat panel surya disajikan pada Gambar 7 berikut,
Gambar 7. Pengeringan rumah kaca berperangkat panel surya.
Fungsi panel surya adalah mengkonversi radiasi matahari menjadi energi listrik arus searah [DC] 15 – 18 Volt pada siang hari. Energi ini dipakai untuk pengisian aki [baterei] 12 V. Pada malam hari, simpanan energi listrik dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk kipas arus DC, pemanas infra merah dan lampu penerangan di lingkungan pengering. Pada siang hari, kipas berfungsi untuk menghisap kelebihan uap air dari dalam ruangan kaca. Kipas bisa dioperasikan secara otomatis tergantung pada nilai Rh dalam ruangan. Saat nilai Rh tinggi [> 60%] kipas akan hidup. Sebaliknya, saat nilai Rh mendekati 40%, kipas akan mati. Pengaturan operasional kipas dikontrol oleh sensor humuditi yang ditempatkan di ruang pengering. Saat malam hari, suhu ruang pengering turun dan Rhnya naik. Sensor humiditi akan menghidupkan lampu sinar infra merah. Suhu ruangan akan meningkat lagi. Pengeringan bisa berlangsung 24 jam. Tentu saja, waktu pengeringan buah kopi/biji kopi gabah menjadi lebih singkat. Alat elektronik diletakkan dalam panel kontrol untuk melindungi dari gangguan cuaca dan tikus.
BAHAN BACAAN
Atmawinata, O.; Sri-Mulato & K. Abdullah (1995). Pengeringan buah kopi dalam bangunan tembus cahaya. Pelita Perkebunan, 11, 181–189.
Çerçi. K. N, & M. Da¸s [2019]. Modeling of Heat Transfer Coeficient in Solar Greenhouse Type Drying Systems. Sustainability 2019, 11, 5127; www.mdpi.com/journal/
HTTP//www.gaisma.com/en/location/banda-aceh
HTTP//www.gaisma.com/en/location/jember
Menya. E & A. J. Komakech [2013]. Investigating the effect of different loading densities on selected properties of dried coffee using a GHE dryer. Agric Eng Int: CIGR Journal Open access at http://www.cigrjournal.org Vol. 15, No.3 231
Sahdev. R. K, [2014]. Open Sun and Greenhouse Drying of Agricultural and Food Products: A Review International Journal of Engineering Research & Technology (IJERT). ISSN: 2278-0181Vol. 3 Issue 3, March – 2014.
Ndirangu S.N, C. L Kanali, U. N. Mutwiwa, G. M. Kituu & E.K. Ronoh [2018]. Analysis of Designs and Performance of Existing reenhouse Solar Dryers in Kenya Journal of Postharvest Technology. 2018, 06(1): 27-35. http://www.jpht.info
Sri-Mulato; O. Atmawinata; Yusianto, S. Widyotomo & Handaka (1998). Kinerja kolektor
tenaga matahari pelat datar dan tungku kayu mekanis sebagai sumber panas unit pengering kopi rakyat skala besar. Pelita Perkebunan, 14, 108–123.
Widyotomo. S [2014]. Kinerja Bangunan Tembus Cahaya Skala Besar untuk Proses Pengeringan Kopi. Pelita Perkebunan, Volume 30, Number 3, December 2014.
Wintgens, J. N [2004]. Ed. Coffee: Growing, Processing, Sustainable Production. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim. ISBN: 3-527-30731-1.
=====O=====