Blog

Get informed about our latest news and events

KARAKTERISTIK SENSORIK BIJI KOPI

KARAKTERISTIK SENSORIK BIJI KOPI

Sri Mulato [cctcid.com]

 

PENDAHULUAN

Aroma dan rasa memegang peranan sangat penting untuk menentukan tingkat penerimaan seduhan kopi oleh konsumen. Sulit rasanya, biji kopi bisa digemari masyarakat luas tanpa peduli pada aspek cita rasa. Intensitas cita rasa kopi sangat dipengaruhi oleh komposisi kimiawi biji kopi, sifat fisik dan tingkat sangrai. Kriteria sifat fisik biji kopi dituangkan dalam Standar Nasional Indonesia [SNI] biji kopi nomor 01-2907-2008. Sedangkan, sifat sensorik selama ini mengacu pada standar uji kopi spesialti SCA [Specialty Coffee Association]. Land scape” pasar kopi berubah secara substansial, ketika kopi spesialti mulai masuk ke segmen pasar komersial. Parameter uji mutu biji kopi menjadi lebih luas. Tidak saja mencakup aspek fisik. Kopi spesialti juga mensyaratkan uji sensorik untuk menilai profil cita rasa biji kopi. Standar spesialti ini juga perlu didukung oleh unsur-unsur ketelusuran, seperti, asal-usul, kondisi geografis, tata kelola kebun, metoda panen dan pascapanen [Gambar 1].

RESEPTOR SENSORIK

Secara alami, biji kopi mengandung berbagai jenis senyawa kimia pembentuk cita rasa [prekursor]. Senyawa ini merupakan gabungan metabolit primer [karbohidrat, protein, lemak] dan metabolit sekunder [kafein, asam khlorogenat dan trigonelin] yang dihasilkan oleh tanaman kopi. Keduanya tersimpan secara terpisah dalam dinding sel biji kopi. Interaksi antar perkursor mulai berlangsung, ketika biji kopi disangrai pada 200 oC selama 12 sampai 15 menit. Dinding sel pecah, setiap prekursor terbebas dan bersintesa satu dengan lainnya lewat beberapa tahapan reaksi fisiko-kimiawi, yaitu, penguapan air, reaksi Maillard-degradasi Stecker, karamelisasi dan pirolisis. Terbentuk berbagai jenis senyawa baru yang bersifat volatil dan non-volatif. Senyawa volatif akan dideteksi oleh indra penciuman sebagai sumber aroma. Sedangkan senyawa non-volatil terlarut dalam seduhan kopi yang memicu sensasi rasa dasar, “body” dan “aftertaste” [Tabel 1].

Setiap sensasi cita rasa biji kopi hasil sangrai bisa dideteksi oleh kelima jenis indra manusia. Diawali dengan masuknya stimulus senyawa aromatis melalui jalur orthonasal, retronasal dan rangsangan rasa lewat gustatori [pengecapan], seperti disajikan pada Gambar 2 derikut,

Ketika menghadapi secangkir seduhan kopi panas, aroma kopi masuk ke dalam sistem reseptor penciuman lewat 2 jalur, yaitu orthonasal dan retronasal. Aroma kopi dalam fase uap lebih cepat mencapai reseptor di hidung lewat jalur orthonasal. Selebihnya, aroma kopi terbawa oleh cairan kopi masuk ke jalur gustatori dan terhisap menuju retronasal. Secara keseluruhan, kontribusi senyawa aromatik terhadap atribut cita rasa seduhan lebih kurang 80 %. Sisanya, sebanyak 20 % disumbangkan oleh senyawa pembentuk rasa.

Senyawa organik volatil pembentuk aroma awalnya memasuki jalur orthonasal mengikuti ritme pernafasan. Berikutnya, aroma juga masuk lewat jalur gustatori bersama cairan seduhan. Senyawa aromatis terlepas dari cairan akibat gerakan lidah. Kemudian terhisap menuju langit-langit rongga mulut mencapai bulbus olfaktori. Sebagai contoh, sensasi “nutty” dari seduhan kopi sebenarnya adalah aroma yang lewat jalur gustatori dan retronasal. Bulbus memiliki jutaan sel reseptor utama indra penciuman. Mampu memonitor aroma yang masuk lewat jalur orthonasal dan retronasal. Menyalurkan berbagai jenis informasi tentang aroma kopi secara kontinu menuju ke otak. Memungkinkan otak bisa mendeteksi perbedaan karakter berbagai jenis aroma kopi secara bersamaan.

Dalam kontek kopi, aroma terkait sangat erat dengan rasa. Sensasi cairan kopi terdeteksi oleh alat pencecap [gustatori] dalam rongga mulut. Senyawa pembentuk rasa kopi yang terlarut dalam cairan kopi berinteraksi dengan reseptor pada lidah dan indra perasa [trigeminal]. Indra pengecap memiliki 5 reseptor utama rasa dasar, yaitu manis, asin, asam, pahit dan “umami”. Gambar 3 dan Tabel 1 menyajikan senyawa komplek pembentuk rasa dasar seduhan kopi.

“Umami” digolongkan sebagai rasa dasar ke-lima, yang berarti gurih. Ditemukan oleh seorang ilmuwan Jepang, Kikunae Ikeda pada tahun 1907. Setelah menyantap kaldu rumput laut. Asam glutamat dalam kaldu ternyata menjadi sumber sensasi rasa gurih. Kaldu juga mengandung senyawa lipid yang berperan menambah sensasi rasa gurih lebih kuat. Sejak itu, muncul produk Jepang penambah rasa “umami”, dikenal dengan nama MSG [Mono Sodium Glutomat]. Rasa “umami” pada kopi, semula kurang diperhatikan. Dikalahkan oleh sensasi rasa dasar lain yang lebih dominan. Secara alami, biji kopi juga mengandung asam glutomat, terutama biji kopi asal Indonesia, Papua Nugini dan Myanmar. Persepsi rasa “umami” lebih nampak pada biji kopi sangrai muda [light roast]. Asam glutomat akan terdegradasi pada tingkat sangrai gelap [dark roast]. Sehingga intensitas rasanya menurun. Reseptor “umami” terletak di bagian tengah permukaan lidah. Berimpit dengan reseptor “body”. Sensasi “body” muncul akibat keberadaan senyawa lipid, protein dan serat terlarut dalam seduhan kopi.

Definisi “body” lebih dekat dengan “mouthfeel”, suatu sensasi yang terdeteksi oleh taktil di rongga mulut. “Body” tidak menyebabkan rangsangan indra perasa, tapi oleh indra peraba. Rentang penilaian sensasi “body” terletak pada kisaran light [ringan], medium dan full “body”. “Light body” terkait dengan kekentalan rendah [encer], seperti, minum air atau susu skim. Seduhan kopi dengan karakter full “body” digambarkan sebagai larutan kental, seperti sirup atau susu murni. Secara sederhana, viskositas muncul akibat keberadaan suspensi padatan dalam cairan seduhan kopi. Berwujud partikel halus kopi bubuk yang lolos lewat saringan penyeduh. Ukuran pori kertas saring yang longgar memungkinkan menghasilkan sensasi “body” lebih tebal.

Selain kelima rasa primer dan “body”, seduhan kopi memiliki sensasi rasa sekunder. Muncul akibat interaksi kimiawi antara senyawa-senyawa tertentu dalam seduhan kopi dengan ujung saraf trigeminal [Tabel 2].

Serabut saraf trigeminal tersebar di seluruh rongga mulut, tertanam di bawah permukaan papila lidah. Contoh persepsi trigeminal adalah sensasi “burn”, rasa gosong akibat senyawa karbon biji kopi terpirolisis pada tingkat sangrai gelap [dark roast]. Gas CO2 seduhan kopi berkarbonasi memberikan kesan lidah tergigit [krenyes-krenyes], seperti saat minum coca cola dingin. Sensasi ini muncul akibat lidah kehilangan energi untuk penguapan gas CO2. Saraf trigeminal juga mendetekasi sensasi sepat [astringen]. Sensasi ini muncul karena keberadaan senyawa polifenol dalam seduhan kopi. Molekul polifenol membentuk senyawa komplek dengan protein ludah [saliva]. Menyebabkan lidah terasa kering, kebas dan kaku.

AMBANG BATAS RASA DAN AROMA

Aroma biji kopi sangrai tersusun dari ratusan senyawa organik volatil. Senyawa aromatis tersebut terperangkap dalam matrik karbohidrat dan lipida dalam biji kopi sangrai. Sesudah digiling dan diseduh dengan air panas, matrik tersebut terpecah melepaskan senyawa aromatis. Senyawa ini tersusun dari gabungan senyawa organik, antara lain, senyawa sulfur, [thiols, thiophenes, thiazoles], pirazin, piridin, pirol, oxazol, furan, aldehid, keton dan fenol. Sensasi aroma dapat diukur dan dianalisis secara sensorik atas dasar nilai ambang batas mutlaknya. Nilai konsentrasi minimum yang bisa dideteksi oleh saraf sensorik di jalur orthonasal dan retronasal. Tabel 3 menyajikan ambang batas beberapa senyawa aromatis penting yang memberikan kontribusi pada aroma khas kopi.

Indra gustatori memberikan respon akhir dalam prosesi penilaian kualitas sensorik seduhan kopi. Merupakan gabungan ratusan jenis senyawa pembentuk rasa. Saat dikecap, sensasi rasa dasar seperti manis, pahit, asin, asam dan umami hadir secara bersamaan. Tidak bisa dibedakan secara tegas oleh saraf perasa. Masing-masing memiliki intensitas berbeda. Setiap elemen rasa juga mempunyai kemampuan untuk berinteraksi satu sama lain melalui modulasi rasa. Misalnya, rasa yang mengandung komponen garam dapat mengurangi persepsi kepahitan dan meningkatkan persepsi rasa manis. Interaksi dari kelima rasa dasar ini akan menghasilkan sensasi rasa campuran, seperti, acidy, mellow, winy, bland, sharp and sourly. Rasa dasar tersebut ditimbulkan oleh interaksi sejumlah senyawa-senyawa organik non volatil yang berstruktur kimia komplek, polar dan mineral yang terlarut dalam air seduhan. Supaya bisa dikenali oleh saraf gustatori dalam lidah, konsentrasi senyawa-senyawa pembentuk rasa juga memiliki nilai ambang batas [Tabel 4].

APLIKASI DALAM UJI CITA RASA

Peran Panelis

Idealnya, uji cita rasa dilakukan oleh panelis profesional, seperti yang dipraktekkan di industri kopi skala besar. Namun, uji itu juga bisa dilakukan oleh siapapun yang punya keinginan dan ketertarikan lebih mendalam tentang cita rasa kopi. Masyarakat penikmat kopi membutuhkan cara untuk membedakan cita rasa atas dasar jenis kopi, varietas, origin, cara panen dan pascapanen, tingkat sangrai dan cara seduh. Persepsi umum saat ini, seduhan kopi identik dengan rasa pahit dan asam. Padahal, reseptor gustatori bisa merasakan sekaligus rasa asin, manis, pahit, asam, dan “umami”. Masyarakat lebih menyukai seduhan kopi yang memberikan sensasi rasa dasar yang seimbang.

Memahami komponen individu dari masing-masing rasa kopi belum cukup untuk secara signifikan meningkatkan kemampuan sensorik dan mendeskripsikan cita rasa kopi. Masyarakat perlu mempraktekkan secara berulang setiap kali disuguhi secangkir kopi panas. Agar bisa menjawab beberapa pertanyaan, antara lain, apa aroma yang terhisap lewat jalur orthonasal? Apa gabungan rasa dasar yang menstimuli saraf gustatori dan apa sensasi fisik yang muncul di permukaan lidah? Setiap orang berpeluang menjadi “panelis cita rasa perseorangan” lewat latihan berulang yang sangat intensif. Literasi karakter sensorik kopi pada akhirnya bisa dikuasai secara baik.

Industri kopi spesialti tumbuh pesat dalam beberapa dasa warsa terakhir ini. Uji sensorik dianggap sebagai metoda yang belum tergantikan. Uji sensorik termasuk disiplin ilmu untuk mengukur, menganalisis dan menafsirkan reaksi indra manusia dalam merespon penampakan, bau, rasa dan tekstur seduhan kopi. Pada skala industri, uji sensori kopi dilakukan oleh tim panelis. Sekelompok ahli yang bertindak seolah sebagai instrumen uji cita rasa kopi. Panel ahli perlu diseleksi secara cermat. Salah satu syarat normatif-kualitatif adalah penguasaan literasi kopi, perhatian, minat dan kepekaan terkait karakteristik sensorik kopi. Secara kuantitatif jumlah panelis ditentukan atas dasar konsistensi hasil uji. Yaitu hubungan antara jumlah panelis dan konsistensi hasil analisis sensoriknya. Salah satu tolok ukur konsistensi adalah standard deviasi hasil analisa sensorik. Semakin besar nilai standard deviation, hasil uji disebut semakin tidak akurat. Sebaliknya semakin kecil nilai standard deviasi, hasil uji memiliki akurasi tinggi. Gambar 4 menunjukkan bahwa nilai standar deviasi uji sensorik kopi semakin menurun dari 2 % menjadi 0,55 % seiring dengan bertambahnya jumlah panelis dari 1 sampai 6 orang.

Jumlah panelis sebanyak 6 orang per shift dianggap cukup untuk melakukan analisis sensoris biji kopi mengikuti protokol SCA. Penambahan panelis sampai 10 orang tidak merubah nilai standar deviasi. Indikator kinerja panelis adalah kemampuan menjaga kesamaan skor dan deskripsi sensorik. Kepekaan indra panelis akan berkurang akibat terpapar oleh sampel uji secara berulang dalam waktu lama. Kalibrasi dan penyelarasan [alligment] panelis merupakan hal esensial, setidaknya sekali dalam satu tahun.  Keselarasan mengacu pada akurasi skor dan deskripsi sensorik antar anggota panelis pada rentang waktu tertentu. Sedangkan, kalibrasi diperlukan untuk membandingkan kepekaan panelis terhadap cita rasa larutan standar, seperti asetat, sitrat, laktat, malat, fosfat dll.

Prosesi Uji Cita Rasa

Saraf reseptor rasa sangat sensitif terhadap rangsangan kimiawi, suhu dan tekstur seduhan kopi. Intensitas sensasi rasa dasar bervariasi tergantung pada suhu seduhan [Gambar 5].

Sensasi rasa asam relatif konstan pada perubahan suhu. Tidak seperti rasa pahit, asin dan manis yang sangat peka terhadap perubahan suhu. Respon rasa manis meningkat dengan kenaikan suhu. Berlawanan dengan intensitas rasa asin dan pahit yang cenderung menurun dengan kenaikan suhu. Intensitas keduanya sangat tinggi pada suhu rendah. Rasa pahit mempunyai nilai ambang batas sangat rendah. Mudah terdeteksi oleh saraf perasa meskipun pada konsentrasi dan suhu rendah. Reseptor rasa dasar bekerja optimal pada kisaran suhu tubuh [36 – 37 oC]. Saluran pengiriman sinyal rasa dari reseptor ke otak terbuka lebar. Menyebabkan, transmisi sinyal empat rasa dasar sangat cepat diterima ke otak dengan intensitas yang seimbang. Sebaliknya, pada suhu rendah [15 oC], saluran tranmisi tersebut setengah tertutup. Intensitas rasa manis di ujung lidah depan cenderung minimum. Berangsur naik seiring dengan peningkatan suhu dan mencapai puncaknya pada suhu 70 oC. Sebaliknya, sensasi rasa asin relatif kuat pada suhu rendah dan cenderung turun drastis pada suhu tinggi. Salah satu sumber rasa asin adalah molekul NaCl. Pada suhu rendah, kation Namengaktivasi epitel saluran Na+ menuju saraf perasa. Menghasilkan intensitas sensasi asin lebih kuat. Reaksi sebaliknya, pada suhu tinggi, ion Na+ menurunkan aktivitas saluran epitel yang menyebabkan pengiriman signal rasa asin berkurang drastis.

Uji cita rasa kopi adalah metode sistematis untuk mengevaluasi karakteristik sensorik sampel biji kopi. Untuk menjamin hasil uji yang kredibel, reproduksibel dan konsisten, uji cita rasa harus mengikuti protokol baku yang diakui dan disepakati oleh pelaku bisnis kopi mulai dari hulu sampai hilir. Protokol berisi serangkaian langkah tertentu, yang meliputi pengambilan sampel [sampling], penyangraian [roasting], penggiling [grinding], penyeduhan [brewing], uji sensorik [cupping] dan penilaian [scoring]. Sampel biji kopi disangrai pada suhu 200 oC selama 8 sampai 12 menit dengan level medium [Agtron 58-63]. Biji sangrai disimpan dalam kemasan aluminum tertutup selama 12 sampai 24 jam sebelum digiling sebagai sampel uji sensorik. Pada tulisan ini, pembahasan difokuskan pada rangkaian persiapan sampel uji, tata cara pendeteksian varian cita rasa sampel biji kopi dan penilaian. Intensitas varian aroma dan rasa dievaluasi lewat jalur orthonasal, retronasal dan gustatori, seperti disajikan pada Gambar 6 dan Tabel 6.

  1. Kopi bubuk dengan kehalusan 800 – 850 µ sebanyak 8,25 gr dimasukkan ke dalam cangkir [200 – 250 ml] dan kemudian ditutup selama 15 menit. Jumlah cangkir uji umumnya 5 buah.
  2. Air penyeduh suhu 93 oC sebanyak 150 ml dituangkan ke dalam cangkir.
  3. Waktu penyeduhan 4 menit.
  4. Uji sensorik dilakukan mengikuti urutan Tabel 6 berikut,

Prosesi sensorik diawali dengan menguji intensitas rangsangan fragrance dan aroma, sama-sama mendeteksi senyawa aromatik lewat jalur orthonasal. Bedanya fragrance adalah bau uap dari kopi bubuk. Sedangkan, aroma adalah bau senyawa aromatik dari seduhan kopi. Dilakukan 4 menit setelah kopi bubuk diseduh dengan air bersuhu 93 oC. Pencicipan dengan indra gustatori belum boleh dilakukan. Karena cairan kopi pada suhu ini bisa menimbulkan iritasi pada lidah. Ambang batas thermal lidah adalah 85 oC.

Kesetimbangan rangsangan flavor dicicipi saat suhu seduhan telah berkurang menjadi 71 oC. Flavour gabungan sensasi rasa dan aroma dari indra gustatori, bau dari retronasal dan sensasi thermal dari saraf trigeminal. “Aftertaste” adalah sisa rasa yang masih terdeteksi pada rongga mulut. Acuan penilaian “aftertaste” adalah apakah sensasi itu menyenangkan? Berapa lama tertahan di taktil rongga mulut?. “Aftertaste” menyenangkan dan tahan lama memiliki nilai baik. “Aftertaste” dianggap kurang baik jika menyebabkan iritasi di tenggorokan. Acidity cerminan rasa asam yang menyenangkan [bright]. Sebaliknya, sour [kecut] dianggap sensasi rasa asam kurang baik.

Atribut “body”, “balance” dan “uniformity” dirasakan pada suhu di kisaran 71 sampai 60 oC. Deskripsi “body” mengacu sensasi kental dari cairan seduhan yang melapisi permukaan lidah. Balance menunjukkan kesetaraan bobot sensasi flavor, “aftertaste”, acidity dan “body”.   Dianggap baik, jika keempatnya terdeteksi secara merata [uniform] dalam seduhan. Tidak dijumpai cacat rasa  dari awal sampai akhir pencicipan.

Sesi prosesi uji sensorik diakhiri dengan evaluasi sensasi sweetness dan overall saat suhu seduhan turun dari 60 ke 38 oC. Rasa manis sering dipakai acuan untuk menggambarkan kualitas kopi. Intensitas rasa manis sering tertutupi oleh senyawa pembentuk rasa pahit. Sensasi rasa pahit cenderung melemah pada suhu seduhan antara 60 ke 38 oC. Sebaliknya, sensasi rasa manis justru meningkat. Overall menggambarkan penilaian atribut cita rasa secara menyeluruh dari awal sampai akhir pengujian.

Formulir Penilaian

Selama prosesi uji sensorik, setiap panelis mengisikan nilai hasil uji ke dalam formulir penilaian. Terdapat beberapa versi formulir penilaian hasil uji sensori yang digunakan oleh pelaku bisnis kopi. Salah satunya adalah Formulir Cupping SCA [Spesialty Coffee Association]. Beberapa pelaku bisnis memodifikasi formulir SCA disesuikan dengan kebutuhan masing-masing pelaku bisnis. Terminologi dan metoda penilaian yang bersifat universal harus dipertahankan. Dijadikan bahasa standar tentang kualitas dan acuan transaksi antar pelaku bisnis.

Contoh pengisian formulir uji citarasa disajikan pada Tabel 7. Skala penilaian uji sensorik [skala mendatar] untuk masing-masing atribut semula memiliki rentang 0-10. Rentang ini telah direvisi menjadi 6 – 10. Karena nilai sensorik di bawah 6 dianggap memiliki persepsi cita rasa yang lemah.

Urutan pengisian nilai uji sensorik ke dalam formulir di atas adalah sebagai berikut,

Fragrance dan Aroma:

Mencerminkan bau yang atraktif yang tercium dari permukaan kopi bubuk dan permukaan cairan seduhan. Intensitas hasil uji keduanya diberi tanda garis silang merah [x] pada skala vertikal. Kolom di antara skala vertikal digunakan untuk menuliskan notes atribut utama yang terdeteksi oleh hidung. Seduhan kopi yang bebas dari aroma yang tidak enak dan memberikan varian notes yang spesifik diberi nilai tinggi. Bau seperti cokelat dan nutty dengan intensitas sedang diberi nilai 7,25-7,5. Di sisi lain, kopi dengan notes berry, flowery dan spicy dengan intensitas tinggi mendapat nilai 8,5.

Acidity:

Sensasi rasa asam yang menyenangkan [bright] dan inten mendapat nilai tinggi. Sensasi rasa asam yang hadir bersama rasa manis dan rasa buah [fruity] diberi nilai 7,50. Keberadaan  berbagai sensasi asam organik dalam intensitas tinggi berpotensi memperoleh nilai 9.

Body:

Seduhan kopi yang memiliki viskositas tinggi disertai sensasi berat dan enak dalam rongga mulut mendapat nilai 8. Nilai rendah diberikan pada seduhan dengan viskositas rendah, sensasi encer dan tipis.

Flavor:

Sensasi ini merupakan gabungan aroma dan rasa yang dideteksi oleh saraf orthonasal, retronasal dan gustatori. Deteksi gabungan sensasi rasa disertai munculnya variasi notes, seperti peach, nectarine, stone-fruit diberi nilai 9.

Aftertaste:

Sensasi rasa yang enak dan terasa cukup panjang di langit-langit dan taktil belakang mulut memperoleh nilai setara 9,25.

Uniformity:

Keseragaman dan konsistensi hasil uji seduhan dari 5 cangkir sampel. Nilai keseragaman tertinggi adalah 10. Jika dijumpai 2 cangkir atau lebih yang tidak seragam, nilai uniformiti dikurangi 2,25 poin. Diperoleh nilai akhir hanya 7,75.

Balance:

Adalah penilaian keseimbangan rasa dari beberapa atribut sensorik, yaitu “flavor”, “aftertaste”, “acidity” dan “body”. Nilai keseimbangan sempurna adalah 10. Jika ditemukan 2 cangkir tidak seimbang. Nilainya dipotong 2 poin. Nilai akhirnya turun menjadi 8.

Clean cup:

Senyawa phenol, ferment, mold, potato atau sour memberikan sensasi rasa seduhan kurang baik. Keberadaanya dalam seduhan berpotensi mendegradasi nilai clean cup. Jika dijumpai cacat seperti ini, nilai clean cup yang semula 10 dikurangi 1,25 poin. Nilai akhir tinggal 8,75.

Sweetness:

Rasa manis pada seduhan kopi berasal dari senyawa karbohidrat sederhana dalam biji kopi dan senyawa karamel yang terbentuk selama penyangraian. Rasa manis yang demikian dinilai 10. Jika dijumpai rasa asam, astringen dan nutty, nilai rasa manis terkoreksi 1,5 poin, menjadi tinggal 8,5.

Cacat Cita Rasa:

Adalah sensasi negatif seduhan yang muncul saat uji sensorik. Diklasifikasikan dalam 2 jenis, yaitu taint dan fault. Taint adalah rasa tidak enak, tetapi tidak berlebihan. Biasanya ditemukan dalam atribut aromatik. Satu taint setara nilai 2. Fault adalah kesalahan [off-flavor], biasanya dijumpai  dalam atribut rasa, yang menyebabkan sensasi tidak enak. Fault diberi nilai 4. Skor akhir merupakan penjumlahan dari nilai uji masing-masing atribut dan dikurangi cacat cita rasa. Dari Tabel 7 diperoleh nilai akhir [final score] sebesar 87,5. Disertai notes red cherry, cinamon dan cacao.

“Specialty Grade” dan “Premium Grade” adalah dua kualitas kopi yang diakui oleh SCA Green Arabica Coffee Classification System [GACCS]. Klasifikasi ini didasarkan atas nilai akhir uji sensorik biji kopi, seperti berikut,

  • 90 – 100          : Outstanding [Luar Biasa – Istimewa]
  • 85 – 99,99      : Excellent [Luar Biasa – Istimewa]
  • 80 – 84,99      : Very good [Sangat Bagus – Istimewa]
  • <80                  : Good [Di bawah Kualitas Khusus – Tidak Khusus]

 

DAFTAR BACAAN

Briand,L., C. Salles [2016]. Taste perception and integration. Flavor: From Food to Behaviors, Wellbeing and Health. http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-08-100295-7.00004-9 Copyright © 2016 Elsevier Ltd.

Buffo, R.A & C. C.-Freire [2004]. Coffee flavour: an overview.  Flavour Fragr. J. 2004; 19: 99–104.  Wiley InterScience (www.interscience.wiley.com).

https://www.brainfacts.org/thinking-sensing-and-behaving/smell/2015/making-sense-of-scents-smell-and-the-brain.

https://coffee-mind.com/24024-2/

https://misscoffeebreak.wordpress.com/2018/05/31/taste-and-temperature-taste-and-flavour/

http://cafesospeso.com/flavor-formation-and-cup-quality/

https://us.podandparcel.com/pages/our-coffee-grading

Münchow, M., J. Alstrup., I. Steen & D. Giacalone [2020]. Roasting Conditions and Coffee Flavor: A Multi-Study Empirical Investigation. Beverages 2020, 6, 29; doi:10.3390/beverages6020029 www.mdpi.com/journal/beverages

Pereira , L.L., R. C. Guarçoni, G. Souza, D. B, Junior, T. R. Moreira & C. Caten [2018].

Propositions on the Optimal Number of Q-Graders and R-Graders. Hindawi Journal of Food Quality Volume 2018, https://doi.org/10.1155/2018/3285452

Yeretzian, C., S. Opitz, S. Smrke and M. Wellinger [2019]. Coffee Volatile and Aroma Compounds – From the Green Bean to the Cup. Coffee: Production, Quality and Chemistry Edited by Adriana Farah . The Royal Society of Chemistry 2019. Published by the Royal Society of Chemistry, www.rsc.org

 

=====O=====

Leave a Reply

Your email address will not be published.

× WhatsApp