Blog

Get informed about our latest news and events

KOPI DALAM PERSPEKTIF KESEHATAN

Cara pandang masyarakat tentang kaitan kopi dan kesehatan sedikit demi sedikit mulai berubah. Selama ini, sebagian besar masyarakat menganggap kopi identik dengan minum kafein yang berpotensi mengganggu kesehatan. Padahal, secara alami kopi juga mengandung berbagai jenis senyawa kimia non-kafein, yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh, seperti, mineral, vitamin dan antioksidan. Proporsi ketiganya, bahkan jauh lebih banyak dari  kandungan kafein dalam biji kopi. Senyawa-senyawa tersebut akan terlarut bersama kafein dengan jumlah tergantung pada teknik penyangraian dan penyeduhan yang digunakan.

Sejarah manfaat tanaman kopi sebagai bahan pangan dan minuman mulai tercatat pada tahun 500an, sejak tanaman tersebut ditemukan pertama kalinya di dataran tinggi negara Ethiopia di Bagian Timur Benua Afrika. Pada tahun 600an, “pasukan” Persia membawa tanaman kopi dan mengawali tour kopi menjelajah dunia lewat Yaman. Di wilayah ini tanaman kopi kemudian dibudi-dayakan secara luas. Ali Bin Omar, seorang sufi dari Yaman, menjadikan rebusan kopi sebagai bahan baku obat penyakit kulit dan ramuan obat-obatan lainnya. Demikian juga, Abu Bakr Muhammad ibn Zakariya Al Razi, warga Arab yang berprofesi mirip dokter, menambahkan kopi ke dalam ramuan obat. Masyarakat Arab kemudian menjadikan kopi sebagai minuman populer yang disebut “qahwa” artinya minuman untuk mencegah rasa kantuk dan menambah kekuatan. Qahwa dibuat dengan cara merebus biji kopi di dalam sebuah panci. Penduduk Kota Mekah sangat menggemari seduhan hasil rebusan biji kopi tersebut. Pada tahun 1200an, penduduk Turki memperkenalkan seduhan kopi dengan teknik yang belum pernah dikenal sebelumnya. Biji kopi tidak langsung direbus, tetapi disangrai terlebih dahulu dalam wajan sampai warnanya berubah hitam. Setelah itu, ditumbuk sampai menjadi bubuk kopi halus. Bubuk ini direbus dengan air sampai mendidih di dalam panci tembaga. Air rebusan disajikan untuk diminum.

Pedagang asal Belanda membawa kopi ke Eropa. Melalui kegiatan pemuliaan intensif, para ahli Eropa menemukan tanaman kopi unggul yang kemudian disebarkan ke wilayah jajahan Belanda di seluruh dunia, termasuk ke Indonesia. Sejak saat itu, tanaman kopi dibudidayakan secara luas berbagai wilayah Indonesia, khususnya di dataran tinggi wilayah Jawa. Biji kopi hasil panen diekspor ke Eropa oleh perusahaan dagang Belanda, VOC. Karena nilai ekonomi yang tinggi, VOC terus memperluas areal tanaman kopi di dataran tinggi wilayah luar Jawa. Menjadikan Indonesia muncul sebagai pusat perdagangan kopi terbesar kedua setelah Yaman.

Pada tahun 1876-an, perkebunan kopi Arabika di Indonesia mengalami serangan penyakit karat daun yang cukup hebat. Belanda kemudian menggantinya dengan tanaman kopi jenis Robusta, lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit daripada tanaman kopi Arabika. Selain itu, tanaman kopi Robusta bisa dibudidayakan dengan baik di wilayah dataran rendah.

Kenikmatan minum secangkir kopi seringkali terganggu oleh rasa khawatir karena adanya isu atau dugaan bahwa minum kopi itu tidak baik untuk kesehatan. Pro dan kontra minum kopi bagi kesehatan sedikit demi sedikit terungkap secara ilmiah. Diawali pada tahun 1821, ahli kimia organik Jerman Friedlieb Ferdinand Runge berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa alkaloid dari dalam biji kopi, yang kemudian dinamai kafein. Hal ini mendorong para ilmuwan dan ahli medis dari seluruh dunia untuk menguji pengaruh kafein dalam seduhan kopi terhadap kesehatan manusia.

Kafein bersifat penyegar ringan dan memiliki efek fisiologik dan psikologik terhadap beberapa organ tubuh antara lain, sistem pencernaan, susunan syaraf pusat otak dan sistem urinasi. Respon tubuh terhadap asupan kafein dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, jumlah dan frekuensi konsumsinya, sensitivitas tubuh, berat tubuh, usia dan jenis kelamin peminumnya. Pemerintah Amerika telah menggolongkan kafein aman untuk dikonsumsi dan masuk kelompok GRAS [Generally Recognized As Safe] sejak tahun 1958. Pada tahun 1987, FDA [Food and Drug Administration] menegaskan bahwa asupan kafein dalam jumlah moderat tidak menyebabkan risiko kesehatan. Bahkan, biji kopi secara alami mengandung berbagai jenis senyawa antioksidan yang sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh. Senyawa antioksidannya mampu menangkal atau menghentikan reaksi radikal bebas yang menyerang tubuh.

Kekuatan antioksidan minuman kopi diukur dengan metoda TEAC, TRAP dan FRAP. Antioksidan seduhan kopi terbukti memiliki nilai paling tinggi dibandingkan beberapa jenis minuman populer lainnya. Berbasis teknik penyeduhan bertekanan tinggi, seduhan espresso mengandung senyawa antioksidan paling tinggi dibandingkan seduhan manual. Urutan berikutnya diduduki oleh seduhan kopi instan. Proses pelarutan kopi instan dilakukan pada bejana bertekanan. Menjadikan jumlah senyawa antioksidan terlarut lebih banyak. Sebaliknya, seduhan manual hanya menghasilan senyawa terlarut maksimum 22%. Sehingga, jumlah antioksidan seduhannya relatif lebih rendah.

Biji kopi secara alami mengandung asam khlorogenat. Senyawa ini termasuk jenis antioksidan polifenol dengan penyusun utama senyawa asam fenolat. Karakteristik antioksidan polifenol adalah keberadaan beberapa gusus hidroksil [-OH] yang menempel pada beberapa cincin karbon. Turunan utama asam fenolat adalah asam hidroksibensoat dan asam hidroksisinamat. Kadar asam khlorogenat dalam kopi bervariasi tergantung varietas tanaman kopinya. Biji kopi Robusta mengandung asam khlorogenat lebih tinggi dari biji kopi Arabika. Sehingga, kekuatan antioksidan seduhan kopi Robusta lebih tinggi daripada seduhan kopi Arabika. Selain asam khlorogenat, seduhan kopi juga mengandung antioksidan senyawa melanoidin. Senyawa ini semula tidak terkandung dalam biji kopi, tetapi terbentuk selama proses penyangraian.

Antioksidan adalah suatu senyawa yang memiliki kemampuan untuk menetralisir senyawa lain yang mengandung ion atau radikal bebas. Tubuh sehat tersusun dari proton [ion positif] dan elektron [ion negatif] yang saling berpasangan secara harmonis. Radikal bebas dalam tubuh terbentuk dari 2 sumber. Pertama adalah radikal bebas endogen, hasil dari metabolisme sel dalam tubuh. Kedua adalah radikal bebas akibat sumber-sumber eksternal [eksogen] seperti, polusi udara, asap rokok, radiasi dan obat-obatan. Radikal bebas bersifat merusak sel-sel tubuh melalui reaksi berrantai. Pada kondisi ekstrim, tubuh memerlukan pasokan antioksidan tambahan dari luar tubuh lewat asupan makanan dan minuman dalam jumlah yang memadai. Melalui mekanisme elektron donor, reaktifitas radikal bebas akan dihentikan dan menjadikan tubuh kembali sehat.

Secara alami, biji kopi hanya mengandung senyawa kimia yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh, yaitu metabolit primer [karbohidrat, lemak dan protein] dan metabolit sekunder [kafein, triglonelin dan asam khlorogenat]. Kontaminasi bahan kimia, benda keras non-kopi dan mikroba ke dalam biji akibat dari pengelolaan kebun yang tidak mengikuti GAP [Good Agriculture Practices].

Senyawa kimia karsinogenik masuk ke dalam biji kopi lewat aplikasi insektisida, herbisida dan fungisida secara tidak terkendali. Senyawa aktif tersebut kemudian masuk ke dalam biji kopi lewat kulit buah. Sumber kontaminasi berikutnya terjadi pada saat proses pascapanen. Kontaminasi mikroba umumnya terjadi keterlambatan waktu pengolahan buah hasil panen, sanitasi air pengolah yang tidak bersih [utamanya pada proses “full washed”] dan proses penjemuran yang tidak terkontrol. Jamur penghasil senyawa OTA [Okhratoksin-A] tumbuh saat buah kopi dihamparkan di lantai jemur, sementara cuaca kurang mendukung proses pengeringan berjalan cepat. Lantai jemur yang kurang terawat memudahkan terjadi kontaminasi benda asing, seperti kerikil, tanah dan kotoran hewan.

Proses penyangraian biji kopi berlangsung pada suhu tinggi dan waktu yang pendek. Beberapa jenis senyawa aktif secara internal terbentuk akibat reaksi antar senyawa kimia dalam biji kopi, di antaranya senyawa volatil [senyawa pembentuk aroma] dan non-volatil [senyawa pembentuk rasa]. Jenis dan jumlah senyawa hasil sangrai tergantung pada tingkat sangrai, yaitu, light, medium atau dark.

Akibat perlakuan panas, kandungan asam khlorogenat akan mengalami perubahan secara drastis selama penyangraian. Pada tingkat penyangraian gelap [dark], konsentrasi asam khlorogenat isomer 5-CQA berkurang signifikan dari 120 menjadi tinggal 12 mg/g sampel. Demikian juga, konsentrasi isomer 3 dan 4 CQA menurun antara 8 sampai 20 %. Sedangkan, kandungan isomer 3-5-di CQA relatif konstan. Meskipun mengalami penurunan, kadar asam khlorogenat dalam seduhan kopi masih cukup tinggi, yaitu satu sampai satu setengah kali lebih tinggi daripada kandungan kafeinnya. Sebagian dari asam khlorogenat tersebut berubah menjadi senyawa melanoidin, yang juga bersifat antioksidan. Perlakuan panas tidak mengubah kadar kafein dalam biji kopi. Satu 1 cangkir seduhan kopi [200 ml] mengandung asam khlorogenat antara 200 sampai 250 mg dan kafein 80 sampai 100 mg saja. Sehingga, gabungan senyawa antioksidan asam khlorogenat dan melanoidin dalam seduhan kopi lebih dominan dalam menjaga kesehatan tubuh. Melebihi pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh kafein.

Penurunan kadar asam khlorogenat berbanding lurus dengan pembentukan senyawa baru yang disebut melanoidin. Senyawa ini merupakan hasil sintesa antara senyawa produk reaksi Maillard [MRP] dengan molekul polisakarida, protein dan asam khlorogenat melalui reaksi polimerisasi-kondensasi. Tingkat sangrai berpengaruh terhadap peruraian asam khlorogenat serta pembentukan melanoidin. Makin tinggi tingkat sangrai, makin banyak senyawa melanoidin yang terbentuk. Tingkat sangrai “dark”, 1 cangkir seduhan kopi bisa mengandung antioksidan [khlorogenat dan melanoidin] sampai 250 mg, kafein 100 – 140 mg dan akrilamid 15 ppb.

Penikmat kopi baru-baru ini diusik oleh isu keberadaan senyawa akrilamid [C3H5NO] dalam seduhan kopi. Badan Dunia di bawah WHO, yaitu International Agency for Research into Cancer [IARC] telah memasukkan akrilamid sebagai golongan senyawa “probably carcinogenic for humans”.

Akrilamid terbentuk dari hasil reaksi antara senyawa asam amino bebas jenis asparagin dan gula reduksi saat proses penyangraian. Pembentukan senyawa akrilamid melewati 3 rute, yaitu, reaksi Maillard, reaksi dekarboksilasi asam amino asparagin dan sintesa asam akrilat dari lemak atau dari asam amino non-asparagin yang banyak terkandung dalam biji kopi. Rute-1 yaitu reaksi Maillard yang merupakan jalur utama terbentuknya akrilamid. Pada suhu sangrai 120 – 150 °C, pembentukan akrilamid meningkat tajam seiring bertambahnya waktu sangrai. Pada rute-2, asam amino asparagin mengalami dekarboksilasi menjadi senyawa antara, 3-asam aminopropinamid. Senyawa ini kemudian mengalami deaminasi membentuk senyawa akrilamid pada suhu 200 oC dan waktu 7 menit. Rute-3 berlangsung pada saat suhu sangrai biji kopi mencapai 225 oC dalam waktu kurang dari 5 menit. Molekul gliserol dalam biji kopi terurai menjadi asam lemak. Degradasi lanjut asam lemak menghasilkan senyawa akrolein dan asam akrilat. Pada suhu sangrai di atas 200 oC, akrilamid terbentuk sesaat, mencapai puncaknya dan kemudian akan terurai.

Keberadaan senyawa akrilamid sebenarnya tidak hanya terkandung pada seduhan kopi. Senyawa tersebut juga bisa terbentuk dalam bahan pangan jenis apapun yang mengandung gula reduksi dan asam amino asparagin serta diolah pada suhu di atas 120 oC.

Kadar akrilamid dalam kopi sangrai sebetulnya relatif rendah, yaitu di kisaran 225 – 350 ppb, dibandingkan kandungan akrilamid keripik kentang,  yang mencapai 1000 ppb. Namun, kebiasaan minum kopi dibarengi dengan makan camilan gorengan berpotensi meningkatkan asupan akrilamid dalam tubuh. Keduanya mengandung akrilamid. Secara kumulatif jumlah asupan akrilamid harus diatur agar tidak melibihi ambang batas aman untuk kesehataan. Saat ini, batas aman asupan akrilamid harian [safe daily intake] adalah 2,60 ppb/berat badan/hari. Bagi seseorang dengan berat badan 70 kg, batasan maksimal asupan akrilamid adalah 182 ppb. Jika kadar akrilamid dalam 1 cangkir [160 ml] seduhan French Press kira-kira 10 ppb, maka konsumsi seduhan kopi per hari tidak boleh melebihi 18 cangkir.

Kafein merupakan salah satu senyawa alkaloid yang terdapat secara alami dalam biji kopi dan bersifat sebagai stimulan. Bagi golongan masyarakat yang intoleran, kafein bisa menimbulkan beberapa gangguan kesehatan, antara lain jantung berdebar, peningkatan tekanan darah, susah tidur dan urinasi [beser]. Kelompok masyarakat ini secara rutin masih bisa mengkonsumsi seduhan kopi jenis rendah kafein. Secara teknis, kafein dapat diekstrak dari dalam biji kopi dengan menggunakan berbagai jenis pelarut kimiawi atau alami, di antaranya air. Pemanfaatan air sebagai pelarut proses dekafeinasi pertama kali dikembangkan di negara Swiss, maka proses ini dikenal sebagai “Swiss Process”.

Pelarutan kafein pada proses Swiss berlangsung dalam 3 tahapan. Tahap pertama, biji kopi direndam dalam air panas di dalam bejana tertutup. Molekul air akan mendifusi ke dalam pori-pori biji kopi. Kafein bersama dengan senyawa pembentuk citarasa [khususnya karbohidrat sederhana dan beberapa jenis protein] terlarut ke dalam air. Air disirkulasikan di dalam bejana selama beberapa jam sampai kandungan kafein dalam biji turun menjadi 0,30 %. Pada tahap kedua, sebuah tabung yang terisi karbon aktif dipasang di bagian bawah bejana. Air yang telah mengandung kafein disirkulasikan secara berulang melewati tabung sampai seluruh kafein yang di dalamnya terserap oleh karbon aktif. Pada tahap ketiga, tabung karbon aktif yang telah menyerap seluruh kafein dalam air dilepas dari bejana. Air yang telah terbebas dari kafein disirkulasikan lewat biji kopi yang sebagian besar kafeinnya telah diambil. Proses ini bertujuan untuk mengembalikan ulang senyawa pembentuk citarasa khas kopi yang semula terlarut bersama kafein. Satu cangkir seduhan kopi rendah kafein mengandung antioksidan 250 mg dan kafein hanya 7 – 8 mg.

Kopi instan adalah bubuk kopi yang tidak meninggalkan ampas saat diseduh. Jenis kopi ini digemari oleh kelompok masyarakat yang menginginkan seduhan kopi dapat dilakukan dengan cepat, praktis dan mudah. Produk kopi kemasan saset dengan label “Kopi Mix” sering menggunakan bubuk kopi instan sebagai bahan baku utama dengan bahan tambahan gula halus dan bubuk krimer susu. Konsumen tidak direpotkan lagi untuk menakar proporsi tambahan gula dan atau susu ke dalam cangkir. Konsumen bisa memilih kemasan [saset] yang telah berisi campuran dengan formula gula atau krimer tertentu sesuai dengan kesenangannya dan kemudian tinggal menyeduh dengan air panas, bahkan dengan air dingin atau air es.

Kopi bubuk instan dibuat melalui tahapan proses yang relatif panjang dan menggunakan teknologi yang komplek. Ada 3 tahapan utama yang harus dilewati. Tahap pertama adalah pembuatan kopi bubuk. Diikuti tahap kedua, yaitu pelarutan kopi bubuk dan pemisahan ampasnya dalam sebuah menara. Tahap akhir adalah proses dehidrasi larutan kopi pada suhu tinggi. Larutan kopi pekat disemprotkan melalui sebuah nosel [nozzle] ke dalam bagian atas menara pengering berbentuk silinder tegak. Pada waktu yang bersamaan, udara panas pada suhu 250 °C dihembuskan dengan laju dan tekanan tertentu. Terjadi transfer panas dan transfer massa secara simultan antara udara panas dan larutan kopi. Panas akan berpindah dari udara panas ke laruan kopi yang kemudian digunakan untuk penguapan air. Mendekati ujung menara bagian bawah air dalam larutan sudah teruapkan semuanya. Meninggalkan kristal kopi dalam bentuk padat dengan kadar air antara 2 sampai 4 %. Jika diseduh, kristal kopi instan akan larut sempurna tanpa meninggalkan ampas. Satu cangkir seduhan kopi instan mengandung antioksidan 250 mg, kafein 70 – 80 mg dan akrilamid 440 ppb.

Bahan tambahan atau sering disebut aditif atau juga “ingredient” merupakan hal yang umum digunakan dalam proses produksi dan penyajian makanan dan minuman. Aditif ditambahkan untuk meningkatkan citarasa, memperbaiki tampilan, memperpanjang umur simpan dan menurunkan harga jual. Aditif bisa dalam bentuk padat, cair dan gas. Jenis dan jumlahnya ditentukan atas dasar kesukaan konsumen terhadap suatu jenis produk yang dipengaruhi tidak saja oleh faktor gizi dan kesehatan tetapi juga faktor budaya, religius, psikologi, sosial dan ekonomi. Beberapa jenis aditif yang umum dicampurkan ke dalam bubuk kopi, baik saat penyeduhan maupun saat fabrikasi bubuk kopi adalah gula, susu [dalam bentuk padat atau cair], herbal dan ginseng.

Jenis dan jumlah bahan aditif ditentukan atas dasar kesukaan konsumen terhadap suatu jenis produk seduhan kopi. Di masa lalu, lebih dari 64% konsumen  menggemari minum kopi hitam. Bahkan 14% di antaranya merasa sangat suka minum kopi hitam. Munculnya seduhan kopi milenial telah merubah perilaku peminum kopi hitam. Ciri seduhan ini adalah proporsi tambahan susu yang semakin banyak dan variatif. Pasar bergeser dari peminum kopi hitam menjadi kopi milenial sebesar 22%. Mayoritas konsumen ini adalah generasi muda.

Gula merupakan pemanis yang lekat dengan minuman kopi. Sebutan gula pasir diperuntukkan bagi pemanis yang dibuat dari tanaman tebu. Peminum kopi milenial mulai menyukai gula semut, sebutan pemanis yang berasal dari nira pohon kelapa atau aren. Keduanya berbeda dari nilai IGnya.

Indek Glikemik [IG] suatu indikator yang menunjukan laju pelepasan senyawa glukosa dari bahan pemanis ke dalam aliran darah. Pemanis dengan nilai IG rendah akan melepaskan glukosa ke dalam aliran darah secara lambat dan tidak menimbulkan gejolak kenaikan gula darah. Nilai IG gula semut dengan hanya 40, sedangkan nilai IG gula pasir adalah 70. Selain gula, susu merupakan aditif yang populer pada seduhan kopi. Susu mempunyai banyak peran, antara lain untuk meningkatkan citarasa, memperbaiki tekstur, warna dan meningkatkan gizi dalam seduhan kopi. Dengan nilai pH mendekati netral, tambahan susu dapat meningkatkan pH seduhan kopi yang semula rendah. Efek nyeri lambung bisa ditekan. Susu juga mengandung kalsium [Ca], sangat berperan dalam menjaga kesehatan tulang. Namun, susu hewani mengandung kholesterol dan alergen, yaitu senyawa laktosa. Tidak untuk dikonsumsi oleh seseorang yang intoleran laktosa. Sebagai alternatif, bisa ditambahkan susu nabati. Untuk menambah khasiat kesehatan, seduhan kopi juga bisa ditambah aditif turunan tanaman herbal, antara lain jahe dan kapulogo. Efek tonik jahe bisa dirasakan melalui peningkatan kemampuan tubuh peminumnya. Tubuh tidak mudah lelah meskipun melakukan kegiatan fisik berdurasi lama. Kombinasi kopi dengan kapulogo bisa menurunkan reaktifitas kafein. Bermanfaat untuk konsumen yang sensitif terhadap kafein.

Kafein termasuk penyegar ringan [mild stimulant] dan memiliki efek fisiologik dan psikologik terhadap beberapa organ tubuh antara lain, sistem pencernaan, kerja jantung, susunan syaraf pusat otak dan sistem urinasi. Peminum kopi perlu mengenali respon tubuh masing-masing, kapan harus minum dan berapa cangkir aman untuk diminum. Minum kopi sebaiknya mengikuti prinsip 3 J [ jenis, jumlah dan jadual]. Bagi yang sensitif terhadap kafein [jantung berdebar dan tekanan darah naik], peminum kopi sebaiknya memilih jenis seduhan kopi rendah kafein [decaffeinated].

Minum kopi juga perlu takaran yang tepat disesuaikan dengan kondisi tubuh peminumnya. Secara umum, takaran konsumsi kafein digolongkan menjadi tiga, yaitu, rendah [kurang dari 200 mg per hari ≈ 2 cangkir kopi], sedang [200 – 400 mg per hari ≈ 2 sampai 4 cangkir], dan tinggi [lebih dari 400 mg per hari ≈ lebih dari 4 cangkir]. Jika dihitung atas dasar berat badan, takaran kafein yang aman untuk kesehatan adalah antara 3 sampai 4 mg per kg berat badan. Selain itu, peminum kopi juga harus mempertimbangkan jumlah asupan kalori. Gula dan susu memiliki jumlah kalori cukup besar. Seduhan kopi hitam dalam 1 cup besar [long black] hanya mengandung 4 kkal. Sementara, 1 cup es kopi-susu-manis mengandung hampir 175 kkal. Takaran minum kopi sebaiknya mengacu pada kebutuhan asupan energi maksimum per orang, yaitu 2000 kkal/hari.

Respon sesaat tubuh terhadap kafein dipengaruhi oleh frekuensi asupan seduhan per satuan waktu. Jadwal minum kopi dipilih atas dasar konsentrasi kafein “real time” dalam darah. Kadar kafein dalam darah maksimum tercapai pada menit ke-45 setelah seseorang meneguk seduhan kopi. Minum kopi dengan frekuensi yang terlalu sering [selang waktu yang pendek, kurang dari 1 jam] dapat menyebabkan akumulasi  kafein dalam darah melebihi toleransi tubuh. Saat, kadar kafein dalam darah yang berasal dari cangkir sebelumnya belum menurun disarankan untuk tidak minum seduhan kopi cangkir berikutnya. Lazimnya frekuensi minum seduhan kopi dilakukan 3 kali sehari pada interval jam 8, 12 dan 18, masing-masing satu cangkir [200 ml]. Jadwal ini ditentukan atas dasar waktu yang dibutuhkan untuk eliminasi metabolit kafein dari dalam tubuh lewat urin. Saat konsentrasi kafein dalam darah sudah menurun, asupan kafein dari cangkir berikutnya tidak berpengaruh buruk pada kesehatan tubuh.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

× WhatsApp