Blog

Get informed about our latest news and events

“GOOD MANUFACTURING PRACTICES [GMP]” GULA SEMUT UNTUK ALTERNATIF BAHAN PEMANIS SEDUHAN KOPI

“GOOD MANUFACTURING PRACTICES [GMP]” GULA SEMUT

UNTUK ALTERNATIF BAHAN PEMANIS SEDUHAN KOPI

Sri Mulato [cctcid.com]

PENDAHULUAN

Saat ini sumber bahan pemanis seduhan kopi terbesar dipegang oleh gula pasir yang dihasilkan dari nira perasan pohon tebu. Ada dua jenis gula pasir yang beredar di pasaran, yaitu gula pasir kasar dan gula putih. Gula pasir kasar [raw sugar] memiliki ukuran kristal besar dan warna sedikit kecoklatan. Jenis gula ini bisa diproses lanjut menjadi gula putih dengan kristal yang lebih halus, yang disebut gula rafinasi. Keduanya sudah bisa diproduksi skala besar oleh industri dalam negeri, namun jumlahnya belum cukup. Indonesia masih perlu impor cukup banyak kedua jenis gula tersebut. Beban impor ini harus dikurangi melalui diversifikasi bahan pemanis lain, yaitu, gula semut. Secara kimiawi, gula pasir dan gula semut tersusun dari mayoritas senyawa sukrosa [> 90 %]. Bahkan, gula semut memiliki kandung nutrisi lebih baik dari pada gula pasir dan diklain lebih menyehatkan. Hanya saja, gula semut yang ada di pasaran sebagian besar merupakan produksi pengrajin desa dengan cara dan sarana produksi seadanya. Tulisan ini mengupas secara ringkas cara produksi gula semut yang baik [GMP]. Aplikasi GMP secara luas diharapkan bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas gula semut nasional sesuai kebutuhan industri makanan/minuman.

PRODUKSI GULA SEMUT TRADISIONIL

Rantai pasok produksi gula semut terdiri dari 3 kelompok, yaitu, petani pemilik pohon, pengrajin gula semut dan prosesor. Petani sekaligus berperan sebagai pemasok nira, pengrajin berskala rumah tangga yang menerima nira dan mengolahnya menjadi gula semut granul [kasar]. Prosesor merupakan pengepul gula granul dari beberapa pengrajin desa. Prosesor mempunyai skala usaha lebih besar, memiliki peralatan untuk mengolah lanjut gula granul menjadi gula semut halus sesuai syarat baku dan sekaligus sebagai pemasar ke industri makanan.

 

Pengumpulan Nira Pohon Palma

Nira adalah cairan yang mengandung senyawa gula yang selanjutnya dipakai sebagai bahan dasar gula. Nira tebu diperoleh dari perasan pada bagian batang pohon tebu. Sedangkan, nira gula semut berasal dari sadapan [irisan] bunga [manggar] pohon kelapa dan pohon aren  [Gambar 1].

Gambar 1. Pohon tebu, kelapa dan aren sebagai penghasil nira gula.

Pohon aren [Arenga pinnata] tumbuh dan berkembang secara alami di ekosistem hutan dan lereng-lereng perbukitan pada ketinggian di atas 1000 m dpl [di atas permukaan laut]. Berbeda dengan pohon aren, pohon kelapa [Cocos nucifera] tumbuh dengan baik mulai dari lingkungan pesisir sampai ketinggian 700 m dpl. Sedangkan, tanaman tebu [Saccharum officinarum] memiliki habitat di dataran rendah dan termasuk jenis tanaman musiman [1 tahun].

Penyadapan bunga palma dilakukan oleh petani pemilik pohon atau buruh tani. Bunga kelapa mulai disadap pada umur sekitar 8 tahun. Penyadapan umumnya dilakukan pagi [sebelum pukul 08.00] dan sore [setelah pukul 16.00]. Setiap bunga kelapa dapat dipanen niranya selama ± 40 hari. Produksi rata-rata nira berkisar antara 2 – 3 liter/pohon/hari. Nira akan menetes dari ujung manggar dan ditampung dalam wadah, jerigen plastik atau botol yang bersih. Ciri-ciri nira hasil panen yang baik adalah warna bening, rasa manis, bau harum, larutan netral [pH ≥ 6,5] dan memiliki komposisi kimia sebagai berikut [Tabel 1],

Tabel 1. Komposisi kimia nira dari tebu, kelapa dan aren [%].

Selama panen, nira harus dijaga kesegaran dan stabilitas nilai pHnya. Penurunan nilai pH akan berpengaruh pada rendemen dan kualitas gula semut. Beberapa faktor penentu mutu cairan nira adalah,

  1. Faktor internal: kandungan gula, keasaman, kontaminasi. Faktor ini berasal dari jenis dan umur tanaman, masa sadap, kebersihan wadah nira dan pisau sadap.
  2. Faktor eksternal: jarak pengangkutan dari kebun ke pabrik, kondisi lingkungan [suhu dan kelembaban], kontaminasi dan kecepatan pengolahan nira di pabrik.

 

Kristalisasi Nira

Nira hasil panen harus segera dibawa ke pengrajin untuk segera diolah lanjut menjadi granul gula semut. Setelah sampai pabrik, nira hasil panen disaring untuk menghilangkan kotoran-kotoran padat non-gula. Nira hasil panen mengandung sebagian besar air dan sisanya adalah senyawa gula, beberapa senyawa organik non-gula serta mineral. Semua senyawa tersebut dalam bentuk padatan terlarut dalam air [Tabel 1]. Senyawa gula mudah diurai oleh khamir [saccharomyces sp] dan bakteri [acetobacter sp] menjadi alkohol dan lebih lanjut menjadi asam asetat. Keberadaan senyawa asam ini akan menurunkan nilai pH nira dan mengganggu proses kristalisasi, antara lain, waktu kristalisasi menjadi lebih lama, rendemen gula semut menurun dan demikian juga kualitas gula semutnya. Nira bersih kemudian dimasukkan ke dalam wajan kristalisator yang merupakan inti dari proses produksi gula semut. Kristalisasi adalah proses pembentukan butiran gula padat [kristal] dengan cara penguapan air dalam nira. Secara tradisionil, pengrajin melakukan kristalisasi nira dalam wajan dengan volume 20-22 liter dan dipanaskan bertahap dengan kayu bakar, batok kelapa atau pelepah kelapa kering. Selama pemanasan, nira diaduk dengan secara manual dengan centong  [Gambar 2].

Gambar 2. Proses kristalisasi nira secara tradisionil.

Dari awal sampai akhir pemanasan, nira akan mengalami perubahan fisik dan kimiawi cukup menonjol. Warna nira yang semula putih berangsur menjadi kecoklatan. Viskositas nira semakin kental akibat makin berkurangnya volume air. Sedangkan perubahan warna dipicu oleh adanya reaksi kimia secara berurutan, yaitu inversi gula, reaksi Maillard dan reaksi karamelisasi. Pada awal pemanasan, mikro-organisme dalam nira berperan dalam proses inversi melalui proses hidrolisis sukrosa diubah menjadi gula pereduksi [glukosa dan fruktosa]. Kedua senyawa ini akan bersintesa dengan asam amino pecahan dari senyawa protein melalui mekanisme reaksi Maillard. Produk reaksi ini berkontribusi dalam pembentukan aroma gula yang makin menonjol dan warna nira menjadi kecoklatan [non-enzymatic browning]. Sedangkan, reaksi karamelisasi berperan munculnya rasa manis yang spesifik pada gula semut disertai perubahan warna kecoklatan yang semakin tua. Reaksi ini merupakan kondensasi antar senyawa gula yang terjadi saat kadar air rendah dan nira mendekati jenuh dan membentuk granul padat. Secara visual, tingkat kejenuhan larutan nira diuji dengan cara meneteskan larutan nira pekat ke dalam air dingin. Jika tetesan memadat dengan cepat berarti larutan nira sudah jenuh dan siap diproses lanjut.

 

Pengemasan Gula Semut

Pada kondisi masih hangat, granul gula semut kasar dihaluskan langsung di atas wajan dengan entong kayu berulang-ulang. Setelah itu, granul gula semut halus diayak dengan saringan ukuran lubang 18 Mesh. Granul yang tertahan di atas saringan digerus ulang di dalam wajan, sedangkan granul gula semut halus yang lolos saringan dikemas dalam plastik dan kemudian dipress [seal] sampai rapat  [Gambar 3].

Gambar 3. Proses penghalusan, pengayakan dan pengemasan gula semut.

Gula semut hasil pengrajin biasanya dipasarkan di tingkat desa ke pedagang pengumpul. Pedagang juga berperan sebagai prosesor untuk mengolah ulang gula semut dari pengrajin yang sebelum dipasarkan ke kota.

PRODUKSI GULA SEMUT BERBASIS GMP

Meskipun pengrajin sudah bisa membuat gula semut, kualitas produknya perlu ditingkatkan terutama dari aspek kesehatan pangan [food safety] dan konsistennya. Tanpa dilengkapi dengan alat kontrol [minimal pengukur suhu], konsistensi mutu produk gula semut dari waktu ke waktu sangat sulit dipertahankan. Dalam jangka panjang, Dinas terkait perlu menerapkan konsep pengengolaan produksi gula semut di pedesaan secara industrial. Target dari konsep ini adalah untuk memenuhi kriteria kuantitas, kualitas dan keberlanjutan pasokan gula semut sesuai kebutuhan industri minuman lokal maupun global.

Dengan konsep ini, fungsi dan peran masing-masing pelaku bisnis gula semut mengalami pergeseran. Petani selaku penghasil nira diharapkan fokus untuk mengelola kebun supaya produktivitas nira meningkat dan berkelanjutan. Penyadap bertugas memanen nira, menampung, menyaring dan menyetor nira bersih ke sentra pengolahan. Hindari kontaminasi nira dari bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan sedini mungkin. Pengrajin, yang selama ini dijalankan oleh isteri petani, bisa meluangkan waktu lebih banyak untuk pendidikan anak, perbaikan gizi dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Sedangkan prosesor, bisa berperan sebagai investor atau pengelola sentra pengolahan gula semut. Sentra pengolahan dirancang memiliki kapasitas ekonomis dan dilengkapi dengan mesin-mesin pengolah secara terintegrasi [Gambar 4].

Gambar 4. Proses produksi gula semut berbasis industrial.

Kristalisasi Nira Secara Mekanik

Bagian utama alat kristalisasi nira adalah tungku pemanas, wajan wadah nira, pengaduk, blower pendingin dan indikator suhu nira. Sebagai bahan bakar tungku bisa digunakan limbah padat yang banyak dijumpai di kebun kelapa, seperti, tempurung kelapa [batok], pelepah kayu dan daun kering. Kapasitas wajan adalah 25 liter nira dengan kandungan air awal kurang-lebih 80 %. Selama pemanasan, nira diaduk secara mekanik dengan kontinu. Tungku kayu dilengkapi dengan blower pemasok udara pembakaran. Sehingga, intensitas pembakaran kayu bisa diatur sedemikian rupa disesuaikan dengan suhu nira dalam wajan. Dengan bantuan perangkat mekanis dan alat kontrol, profil suhu nira dalam wajan selama proses kristalisasi dapat dimonitor dan diatur setiap saat dengan lebih teliti [Gambar 5].

Gambar 5. Mesin kristalisasi nira.

Pada 17 menit pertama pemanasan, panas dari tungku digunakan untuk menaikkan suhu nira [sensible heat] secara bertahap, mulai dari 25 – 30 oC [suhu lingkungan] sampai mencapai sekitar 100 oC [suhu didih air]. Setelah menit ke 17, masukan panas dari tungku hanya dipakai hanya untuk penguapan air. Suhu nira berangsur konstan pada 100 oC sampai menit ke 78 [Gambar 6].

Gambar 6. Profil suhu nira sebagai fungsi waktu kristalisasi.

Selama periode tersebut, buih terbentuk dalam jumlah cukup banyak di permukaan nira. Buih tersebut harus diambil setiap saat dengan entong [irus] agar tidak meluap keluar bibir wajan. Pembentukan buih bisa juga dicegah dengan cara menambahkan parutan kelapa, kemiri atau minyak goreng secukupnya [kira-kira 5 gram/25 liter nira] ke dalam larutan nira yang sedang dimasak. Jumlah buih makin sedikit saat proses kristalisasi mendekati akhir. Saat suhu nira mulai beranjak naik di atas 100 oC. Nyala tungku dimatikan. Kemudian, blower segera dioperasikan untuk pendinginan gula granul dalam wajan secara cepat dari suhu 100 oC sampai di bawah 60 oC. Hembusan udara juga berfungsi untuk menguapkan sisa air dalam granul kasar. Pada akhir proses, kadar air dalam granul diharapkan tinggal 7 – 8 %.

 

Penggilingan Granul Gula Semut

Granul gula semut kasar kemudian digiling secara mekanik untuk mendapatkan ukuran kristal gula semut halus dan seragam. Granul kasar akan halus akibat tekanan dan geseran 2 buah roll yang berputar secara kontinu  [Gambar 7].

Gambar 7. Mesin penggiling gula semut.

Setelah penggilingan, gula semut halus diayak dengan saringan 18-20 Mesh atau menyesuaikan dengan permintaan konsumen. Gula semut diayak dengan mekanisme getaran mekanis dari sebuah motor vibrator [Gambar 8].

Gambar 8. Mesin pengayak gula semut dengan teknik vibrasi.

Mesin terdiri atas 2 tingkatan. Tingkat atas adalah ayakan ukuran 18 atau 20 Mesh berbentuk persegi yang dilengkapi dengan corong untuk memasukkan gula semut hasil dari mesin penghalus. Sedangkan, tingkat bawah adalah pelat untuk menampung gula semut halus hasil pengayakan yang terhubung dengan corong pengeluaran. Gula halus akan lolos lewat saringan, sedangkan gula yang masih kasar tertahan di atas saringan. Getaran mesin akan mendorong hasil gula halus dan kasar keluar corong yang berbeda. Gula semut kasar digiling ulang, sedangkan gula semut halus dikeringkan lanjut dalam oven.

Pengeringan

Meskipun kadar air gula semut dalam SNI tertera 10 %, beberapa konsumen lokal maupun global mensyaratkan gula semut halus dengan kadar 3 %. Untuk itu, gula semut halus perlu dikeringkan lanjut dalam oven kabinet [Gambar 9]

Gambar 9. Pengeringan gula semut dengan oven tipe kabinet 3 ruang pengering.

Di dalam kompartemen tersusun 10 rak yang masing-masing menyangga 2 buah nampan tahan karat [stainless steel]. Setiap rak mampu menampung 4 – 5 kg gula semut halus. Kapasitas total per ruangan [kompartemen] berkisar antara 80 – 100 kg gula semut halus. Pemanas jenis inframerah dengan bahan bakar gas LPG diposisikan di bagian bawah kompartemen. Oven ini menggunakan mekanisme pengeringan secara tidak langsung. Radiasi inframerah memanaskan permukaan pelat pemindah panas [plate heat exchanger] yang terletak di dasar kompartemen. Udara panas untuk pengeringan dihasilkan dari hembusan udara lingkungan ke permukaan pelat panas tersebut oleh sebuah kipas sentrifugal yang terpasang di atas masing-masing kompartemen. Udara panas kemudian disirkulasikan secara berulang di dalam ruang kompartemen agar suhunya konstant pada kisaran 45-50 oC.

Pembersihan Gula Semut

Gula halus hasil oven dibersihkan dahulu dari kemungkinan kontaminasi logam dengan sebuah detektor magnet [Gambar 10]. Alat ini dilengkapi dengan beberapa batang magnet yang dipasang di dalam leher corong. Beberapa jenis logam yang tercampur dalam gula halus akan tertarik dan menempel ke permukaan magnet. Selanjutnya, gula halus dilewatkan pada sabuk konveyor. Apabila masih ada logam yang tidak tertangkap oleh magnet, sensor logam yang terletak di atas sabuk konveyor akan berbunyi dan sekaligus secara otomatis akan menghentikan laju sabuk konveyor. Pada saat itu, operator harus segera mencari logam dalam gula semut di sekitar sensor dan mengambilnya. Setelah itu, konveyor bisa dijalankan lagi.  Gula halus bersih kemudian langsung dimasukkan ke dalam kemasan yang ditempatkan di ujung konveyor.

Gambar 10. Konveyor pembersih logam dalam gula semut.

Pengemasan

Pengemasan ditujukan untuk mempertahankan citarasa dan aroma gula semut hasil produksi pabrik sampai ke tangan konsumen tidak mengalami penurunan. Bahan kemasan berfungsi melindungi gula semut dari kontak langsung dengan senyawa-senyawa perusak yang ada disekitarnya, antara lain: gas [oksigen, uap air, bau], kontaminan padat non-pangan [logam], cair [bahan kimia], biologis [jamur] dan radiasi [panas dan sinar matahari]. Bahan pengemas yang umum untuk gula semut halus adalah plastik. Beberapa jenis kemasan plastik yang ada di pasaran adalah jenis Poli-Etilen [PE] dan Poli- Propilen [PP]. Pemilihan jenis kemasan ditentukan atas dasar permintaan konsumen [pembeli] dengan pertimbangan teknis seperti disajikan dalam Tabel 2 berikut,

 

Tabel 2. Sifat fisik beberapa jenis kemasan gula semut.

Selain kualitas kemasan, ukuran kantong kemasan juga ditentukan atas dasar kebutuhan konsumen. Ukuran kantong untuk keperluan retail [warung, toko, minimarket, mall] umumnya berkisar antara 100-1000 gr. Untuk grosir diperlukan kantong ukuran 5 kg. Sedangkan, kantong ukuran lebih dari 10 kg biasanya digunakan untuk tujuan ekspor. Sebelum diangkut ke konsumen, ujung kantong kemasan yang terbuka perlu direkatkan dengan perlakuan panas dan tekanan [Gambar 11].

Gambar 11. Pengemas kantong gula semut tipe pres panas.

Pengemas tersebut dilengkapi dengan 2 buah lempengan pemanas dari tembaga yang suhunya bisa diatur. Lebar lempengan bisa untuk merekatkan ujung kantong dengan ukuran sampai 35 cm. Suhu lempengan diatur mulai dari 60 – 120 oC tergantung tebal dan jenis kantongnya. Setelah suhu tercapai, ujung kantong dijepit oleh kedua lempengan dengan cara menyinjak pedal pengepresnya selama beberapa detik. Ujung kantong akan terekat satu dengan lainnya dengat kuat agar tidak bocor.  Gula semut yang telah dikemas dalam kantong disimpan dalam ruang penyimpan [gudang]. Kondisi gudang harus dijaga dalam hal kebersihan dan ventilasinya supaya suhu  dan kelembaban udara gudang terjaga serendah mungkin [± 20 o C dan rH 50 – 60 %]. Selain disajikan dalam bentuk serbuk curah, gula semut bisa juga dicetak dalam bentuk kubus dalam berbagai ukuran [Gambar 12].

Gambar 12. Gula bentuk kubus.

Dengan bentuk kubus ini, gula semut menjadi lebih mudah untuk diambil dan dimasukkan ke dalam cangkir seduhan kopi, tanpa kawatir tumpah dari sendor. Selain itu, peminum kopi juga bisa mengatur dengan lebih tepat jumlah gula yang harus ditambahkan ke dalam cangkir seduhan. Gula semut bentuk kubus ukuran sisi 2x2x2 cm mempunyai berat kira-kira 9 gr atau setara kurang lebih 2 sendok teh. Ukuran kubus bisa juga diperkecil menjadi 2x2x1 cm atau setara dengan 4 gr gula semut.

 

Karakteristik Gula Semut

Secara visual perbedaan menonjol antara gula pasir dan gula semut adalah warna. Gula pasir mentah [raw sugar] berwarna putih-kecloklatan akibat residu molasis yang masih menempel. Setelah proses pelepasan molasis dan pemutihan secara kimiawi, gula pasir menjadi berwarna putih dan disebut gula rafinasi. Sedangkan, warna coklat pada gula semut berasal dari reaksi Maillard dan karamelisasi. Kedua reaksi ini juga memunculkan aroma harum dan karamel [manis] pada gula semut. Keberadaan senyawa lemak pada gula semut memicu rasa gurih. Kompleksitas reaksi pada kristalisasi gula semut menjadikan komposisi kimia antara gula pasir dan gula semut berbeda cukup signifikan [Tabel 3].

Proses produksi gula semut relatif lebih pendek dan sederhana dibandingkan proses produksi gula pasir. Proses gula semut tidak membutuhkan proses pemurnian dan pemutihan warna seperti halnya pada proses gula pasir rafinasi. Sehingga, gula semut tidak kehilangan nutrisi penting di dalamnya, antara lain, protein, vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh. Gula semut juga mengandung senyawa inulin [Gambar 13].

Gambar 13. Struktur kimiawi senyawa inulin.

Inulin merupakan polimer komplek sampai 300 molekul gula fruktosa dan membentuk sejenis serat pangan yang tidak dapat dicerna oleh usus halus. Senyawa ini akan menstimulir secara selektif pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang menguntungkan dalam usus besar. Inulin diklaim bermanfaat untuk melindungi usus dari resiko penyakit saluran pencernaan.

 

Selain kandungan nutrisi, manfaat bahan pangan terhadap kesehatan tubuh diukur dari nilai Indek Glikemiknya [IG]. Nilai ini merupakan indikator seberapa cepat bahan pangan jenis karbohidrat terurai dalam pencernaan dan melepaskan kandungan glukosanya ke dalam aliran darah. Karbohidrat dalam makanan dengan nilai IG tinggi akan terpecah dan melepaskan glukosa dengan cepat. Dalam selang waktu singkat setelah makan, kadar glukosa dalam aliran darah meningkat dengan pesat dan mencapai puncaknya pada menit ke 50. Hal ini memicu pankreas secara spontan untuk melepaskan hormon insulin dalam jumlah yang memadai untuk menurunkan kadar glukosa darah menjadi kembali normal [Gambar 14].

Gambar 14. Komparasi kurva makanan dengan nilai IG rendah dan tinggi.

Minuman bernilai IG rendah akan cenderung melepaskan glukosa ke aliran darah secara bertahap dan terkendali [slow release]. Pankreas akan merespon dengan dengan pelepasan insulin secara proporsional. Ketersediaan biologis [bio-availability] glukosa dalam darah sebagai sumber energi tubuh terjamin sesuai batas normal dalam kurang waktu lebih lama. Sehingga, keinginan untuk mengkonsumsi minum manis secara berulang-ulang menjadi tertahan. Bagi pengidap jenis penyakit tertentu, kondisi itu dianggap lebih aman.  Pemeringkatan nilai IG bahan pangan dibagi menjadi 3 golongan: nilai IG tinggi ≥ 70, IG medium antara 56 – 69 dan nilai IG rendah ≤ 55. Nilai IG gula pasir berkisar antara 68 – 70. Sedangkan, nilai IG gula semut antara 35 – 44 atau termasuk golongan IG rendah. Senyawa inulin dalam gula semut diduga punya andil pada nilai IG yang relatif rendah.

 

CACATAN PENUTUP

  1. Gula semut diketahui memiliki kandungan nutrisi yang lebih lengkap dan diklaim lebih menyehatkan, namun konsumsi terbesar untuk bahan pemanis seduhan kopi masih didominasi oleh gula pasir putih [rafinasi].
  2. Penerapan GMP gula semut diharapkan bisa mendongkrak pemasaran gula semut sebagai pemanis seduhan kopi yang memenuhi kriteria konsistensi kualitas, kuantitas, keamanan pangan serta harga yang kompetitif dengan gula rafinasi.

 

Daftar Pustaka

Anonymous. [1980]. Coconut processing technology information documents parts 5 of 7. Domestic Coconut Food Processes, p. 152-170. Austria: United Nations Industrial Development Organization [UNIDO].

Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Neger [2017]. Peluang ekspor gula semut.

WARTA EKSPOR. Edisi Juni 2017.

Itoh, T., Matsuyama, A., Widjaya, C.H., Nasution, M.Z. and Kumendong, J. [1982]. Compositional of nira palm juice of high sugar content from palm tree. Proceedings of IPB-JICA International Symposium on Agricultural Product, Processing and Technology.

Jatmika, A., Mahlil-Hamzah, A. and Siahaan, D. [1990]. Alternatif produk olahan dari nira kelapa [Alternative processed coconut sap products]. Buletin Kelapa Manggar, 3 [3]: 37- 57.

Purnomo, H [2007]. Volatile Components of Coconut Fresh Sap, Sap Syrup and Coconut Sugar. ASEAN Food Journal 14 [1]: 45-49.

Sumarmin [1994]. Pengaruh Penambahan kapur dan tatal kayu nangka terhadap mutu gula kelapa [Cocos nucifera Linn]. [The effect of the addition of limestone and jackfruit bark on the quality of coconut[Cocos nucifera Linn] sugar]. Bandar Lampung: Lampung University, Bachelor Thesis.

Sri Mulato [2018]. Agroindustri Gula Semut Bersertikat Organik Dengan Bahan Baku Kelapa [Cocos Nucifera] Di Wilayah Banyumas. Indonesian Rainforest Foundation [IRF] Semarang.

Trinidad, P., A.C Mallillin., R.S. Sagum [2013]. Natural Indigenous Sweeteners:

Sugar Composition And Glycemic Index. Food and Nutrition Research Institute-Department of Science and Technology,Bicutan, Taguig City, Metro Manila 1631 Philippines.

 

=====O=====

Leave a Reply

Your email address will not be published.

× WhatsApp