Blog

Get informed about our latest news and events

PENYANGRAIAN BIJI KOPI

KOMPOSISI KIMIA BIJI KOPI

Aroma khas kopi dihasilkan oleh senyawa kimia yang mudah menguap [volatil], sedangkan rasa ditimbulkan oleh senyawa yang tidak mudah menguap [non-volatil] dan larut dalam seduhan kopi. Secara alami, biji kopi mengandung berbagai jenis senyawa kimia, yaitu karbohidrat, senyawa nitrogen, lemak, senyawa asam dan mineral. Jenis tanaman, faktor lingkungan tambuh [ketinggian, suhu dan kelembaban relatif udara], kematangan buah dan cara pengolahannya berpengaruh terhadap komposisi kimia dalam biji kopi. Jenis kopi yang umum diperdagangkan secara luas adalah robusta dan arabika. Selain secara genetik berbeda, masing-masing mempunyai ekosistem pertumbuhan yang berlainan. Habitat ideal tanaman kopi arabika adalah di dataran tinggi [> 1000 m dpl]. Sedangkan, habitat ideal tanaman kopi robusta tumbuh baik di dataran rendah. Sehingga, keduanya memiliki perbedaan komposisi kimia yang cukup signifikan [Tabel 1].

Saat biji kopi masih mentah, senyawa kimia tersebut berada pada kondisi tidak aktif dan tidak bersenyawa satu dengan yang lainnya. Setelah disangrai, masing-masing senyawa tersebut bersintesa dan menghasilkan berbagai jenis senyawa-senyawa kimia baru pembentuk citarasa khas kopi [Tabel 2].

Perbedaan genetik dan tempat tumbuh menyebabkan tampilan fisik biji kopi arabika sangat berbeda dengan biji kopi robusta. Biji kopi arabika berbentuk lonjong agak pipih dan berwarna kehijuan. Sedangkan, biji kopi robusta mempunyai bentuk agak bulat, berukuran lebih kecil dari ukuran biji kopi arabika dan memiliki warna sedikit kecoklatan [Gambar 1].

Demikian juga perbedaan komposisi kimia antar keduanya mengakibatkan karakter citarasa kopi arabika dan robusta sangat berlainan. Kopi arabika mempunyai karakter citarasa khas kopi yang lebih kuat, sensasi asam menonjol dan menyenangkan, tidak begitu pahit, tidak sepat, namun sensasi bodi tidak terlalu kuat dibandingkan biji kopi robusta. Sebaliknya, selain sensasi bodi yang kuat, biji kopi robusta memiliki karakter lebih pahit, sepat dan juga citarasa rasa tanah dan herbal ringan. Dengan keunggulan pada citarasa, biji kopi Arabika dijadikan sebagai bahan seduhan utama di gerai-gerai kopi, hotel dan resto papan atas.

RANCANGAN MESIN SANGRAI KOPI

Sangrai biji kopi dalah proses pemanasan biji kopi pada suhu tinggi untuk memicu terjadinya reaksi kimiawi antar senyawa kimia di dalam biji sampai terbentuk senyawa volatil [senyawa pembentuk aroma] dan non-volatil [senyawa pembentuk rasa]. Salah satu jenis rancangan alat sangrai yang umum digunakan adalah silinder-berputar [Gambar 3].

Gambar 3. Rancangan mesin sangrai tipe silinder berputar.

Mesin sangrai skala laboratorium/kafe/resto umumnya memakai elemen listrik sumber sebagai sumber panas. Sedangkan untuk kapasitas kecil, menengah dan besar, energi panas sangrai diperoleh dari pembakaran BBG atau BBM. Mekanisme transfer panas dari sumber panas ke biji kopi berlangsung secara konduksi lewat dinding luar silinder, konveksi aliran udara panas lewat ruang silinder dan radiasi dari permukaan dinding dalam silinder. Sebelum dioperasikan, silinder diputar dan dipanaskan terlebih dahulu sampai mencapai suhu antara 160 – 220 oC. Sirip pengaduk di bagian dalam silinder berfungsi untuk membalik posisi biji kopi secara berulang sehingga setiap biji kopi akan terpanaskan secara merata. Kualitas biji kopi sangrai sangat dipengaruhi oleh kondisi operasional sangrai [suhu dan waktu] dan oleh sifat-sifat biji kopi yang sedang disangrai [jenis kopi, kadar air, ukuran dan cara pengolahannya].

 

SUHU DAN WAKTU SANGRAI

Suhu dan waktu sangrai sangat berpengaruh pada perubahan fisik, kimiawi dan kualitas citarasa biji kopi. Secara teoritis, proses sangrai berlangsung secara berurutan dalam 5 tahapan. Namun, secara riil antar tahapan terjadi saling tumpang tindih [Gambar 4].

Tahap 1: Evaporasi air

Biji kopi mengandung air bebas dan air terikat dalam molekul senyawa karbohidrat. Setelah biji dimasukkan, suhu ruang silinder yang semula pada kisaran 220 oC  akan menurun secara cepat sampai kisaran 100 – 105 oC . Energi panas awalnya akan digunakan untuk penguapan seluruh air bebas dalam biji. Warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi pucat-keputihan. Dari lubang corong keluar uap air disertai aroma mirip rumput basah [grassy] yang kena panas dan bau uap biji kopi mentah. Tahap ini biasanya terjadi pada 2 menit setelah biji kopi dimasukkan ke dalam silinder sangrai.

 

Tahap 2: Reaksi Maillard

Reaksi ini yang dianggap sebagai cikal-bakal pembentukan warna dan aroma biji kopi sangrai mulai terjadi pada suhu 145 °C. Ratusan jenis senyawa pembentuk aroma dan rasa khas kopi muncul dari reaksi Maillard yang merupakan hasil reaksi dari gugus karbonil dari sukrosa dan asam amino dari protein. Karena sifatnya tidak stabil, sebagian senyawa produk reaksi Maillard tersebut membentuk senyawa Amadori. Senyawa ini kemudian mengalami dekomposisi membentuk senyawa-senyawa organik volatil dan non-volatil yang mempunyai berat molekul rendah. Setelah reaksi Maillard selesai, reaksi pembentukan citarasa mengikuti mekanisme degradasi Strecker. Reaksi ini melibatkan sintesa antara senyawa alfa asam amino dengan senyawa dikarbonil. Produk reaksi Strecker adalah beberapa jenis senyawa aromatis antara lain pirazin dan piridin. Pirazin berperan dalam pembentukan aroma karena mempunyai nilai ambang batas aroma paling rendah sehingga uap pirazin mudah dideteksi oleh indea penciuman [hidung]. Sedangkan piridin berperan sebagai senyawa penyumbang rasa pahit. Warna biji berubah menjadi kuning-kecoklatan. Tahap 2 ini terjadi pada kisaran menit kelima.

 

Tahap 3: Karamelisasi

Pada suhu di atas 170°C, sukrosa mulai membentuk karamel. Warna biji kopi menjadi kuning-kecoklatan disertai munculnya aroma gula. Sebagian besar sukrosa akan membentuk karamel yang kemudian memberi andil pada rasa manis. Akhir tahapan ini mendekati menit ke tujuh dan dianggap sebagai tingkat sangrai muda [light roast].

 

Tahap 4: Crack pertama [First Crack]

Pada menit ke delapan saat suhu sekitar 195 – 200°C, air terikat dalam sel biji kopi menguap dan berekspansi. Volume biji terus mengembang  yang menyebabkan dinding sel mulai pecah [first crack] disertai suara letupan-letupan kecil. Warna biji menjadi coklat penuh dan digolongkan sebagai tingkat sangrai medium.

 

Tahap 5: Crack kedua [Second Crack]

Pemanasan sampai kisaran 220 °C, sebagian kecil senyawa karbohidrat komplek mengalami reaksi pirolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana. Reaksi ini disertai pelepasan gas CO2, perubahan warna biji menjadi coklat-tua dan berat bijinya berkurang sekitar 13 % dari berat biji awalnya.  Reaksi pirolisis berlanjut terus sampai suhu sangrai mencapai di atas 220 °C pada menit ke 11. Semakin banyak senyawa selulosa [karbohidrat komplek] di dalam sel terpecah, suara letupan pecahan dinding sel lebih intensif, pelepasan gas CO2 makin banyak dan warna biji berangsur coklat-kehitaman serta sedikit berminyak. Pada tahap ini, gas berwarna putih dan beraroma khas kopi terlihat lebih banyak keluar dari corong.

PENGARUH SIFAT-SIFAT BIJI KOPI

Operasional mesin sangrai akan sangat ditentukan oleh sifat-sifat biji kopi, antara lain,

 

Struktur sel biji kopi

Habitat tumbuh tanaman kopi, seperti ketinggian  tempat, iklim mikro, unsur hara tanah, akan berpengaruh pada komposisi kimia dan struktur sel biji kopi. Biji kopi hasil tanaman dataran tinggi [arabika] umumnya  memiliki  struktur sel padat daripada biji kopi hasil tanaman dataran rendah [robusta]. Kepadatan sel dihitung atas dasar jumlah sel per mili-liter kubik volume biji. Biji densitas tinggi memiliki jumlah sel lebih banyak daripada biji densitas. Densitas biji kopi secara sederhana bisa diamati dari tampilan visual bentuk dan posisi celah tengahnya [center cut]. Biji kopi arabika yang ditanam di ketinggian 1600-an m dpl terlihat memiliki celah sempit dan tertutup rapat. Kontras dengan celah tengah biji robusta dataran rendah yang terbuka agak lebar [Gambar 5].

Densitas biji kopi berkolerasi positif dengan sifat kekerasannya [hardness]. Biji kopi arabikan densitas tinggi memiliki tingkat kekerasan biji yang tinggi pula. Suhu dingin pada habitat kopi arabika menjadikan ukuran sel mengecil dan tersusun lebih rapat. Selain ekosistem tempat tumbuh, tingkat kekerasan biji kopi arabika bervariasi sesuai varietasnya. Dengan begitu banyaknya varietas kopi arabika yang telah dikembangkan, tingkat kekerasan biji kopi arabika dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: hard beans [tingkat kekerasan paling tinggi], medium hard beans [tingkat kekerasan menengah] dan soft beans [tingkat kekerasan paling rendah]. Sifat kekerasan biji akan menentukan kondisi operasional mesin sangrai.  [Gambar 6].

Pada suhu rendah, biji keras bersifat menahan panas dan tidak mudaah menghantarkan panas. Maka, biji kategori ini menggunakan mekanisme pemanasan awal tinggi. Masukan [input] panas pada awal sampai menit ke 6 diatur kira-kira 90 % dari ketersediaan energi panas mesin sangrai. Setelah menit ke 6, konduktivitas panas biji keras meningkat. Selain itu, reaksi kimiawi senyawa-senyawa dalam biji kopi pada tahap crack pertama bersifat exothermis [keluar panas]. Sehingga, masukan panas sampai menit ke 8 diturunkan menjadi hanya 20 %. Jika diinginkan proses sangrai mencapai crak kedua, masukan panas di tahap terakhir bisa dinaikkan lagi ke tingkat 35 %.

Biji lunak menerima panas lebih cepat lewat celah tengah biji sudah terbuka. Setelah air bebas menguap, biji densitas rendah akan mengalami ekspansi dan mudah menyerap panas. Masukan panas pada awal sangrai sampai menit ke-9 diatur pada 70 %. Sampai menit ke-9 bersamaan dengan terjadinya crack pertama, masukan panas dikurangi separonya tinggal 35 % sampai menit ke-11. Setelah itu, masukan panas disetel pada tingkat 20 % sampai menit ke-14. Secara keseluruhan proses penyangraian biji lunak memakai mode pemanasan rendah-moderat dari awal hingga akhir [Gambar 7].

Seperti halnya biji keras, biji keras medium bisa disangrai dengan mengadopsi kondisi proses sangrai antara biji keras dan biji lunak, yaitu proses penyangraian moderat-moderat dari awal hingga akhir proses. Pada biji keras, biji kopi dimasukkan ke dalam silinder sangrai pada suhu mendekati 200 oC. Sedangkan, suhu masuk biji lunak diatur pada suhu 170 oC. Jika diambil nilai tengahnya, maka suhu masuk biji kopi moderat diperkirakan pada kisaran 185 oC.

Ukuran biji

Dalam standard mutu kopi nasional [SNI], ukuran biji kopi dimasukkan ke dalam kriteria mutu khusus. Secara umum, ukuran biji kopi digolongkan menjadi 3 ukuran, yaitu ukuran besar [7,50 mm], sedang [6,5 mm] dan ukuran kecil [5,5 mm]. Secara thermal, ukuran biji akan berpengaruh pada kecepatan pindah panas dari sumber panas ke permukaan biji. Tumpukan biji kecil memiliki porositas [ruang kosong antar biji] yang lebih rapat. Perpindahan panas antar biji kecil berlangsung lebih cepat dibandingkan pada tumpukan biji besar [Gambar 8].

Secara operasional, masing-masing ukuran biji kopi dianjurkan untuk disangrai secara terpisah agar diperoleh tingkat dan warna biji sangrai yang seragam [Gambar 9].

Dengan pengaturan suhu masuk yang sama, biji kopi ukuran kecil akan matang dan mencapai titik crack pertama lebih awal dari pada biji kopi ukuran besar. Jika biji kedua ukuran tersebut dalam satu sesi penyangraian yang sama, biji ukuran kecil sudah gosong saat biji ukuran besar mencapai tingkat sangrai optimal. Hasil sangrai yang demikian akan memberikan warna biji sangrai tidak seragam dan menurunkan citarasa seduhannya. Selain disangrai secara terpisah, biji kopi ukuran kecil sebaiknya dimasukkan pada suhu sangrai di bawah 180 oC.

Kadar air biji

Menurut standar mutu SNI, kadar air biji kopi maksimum adalah 12,50 %. Air dalam biji kopi terdiri atas air bebas [free moisture] dan air terikat [bound moisture] dalam struktur karbohidrat. Air memiliki kapasitas penyerapan panas yang tinggi dan titik didihnya relatif rendah dibanding senyawa kimia lainnya dalam kopi. Maka, air bebas akan menguap lebih awal pada tahap pertama proses sangrai.  Tahapan penguapan dimulai dari penyerapan panas dari dinding silinder sangrai ke permukaan biji. Panas kemudian akan merambat menuju ke dalam biji sampai suhunya mencapai 100 oC, suatu kondisi ideal untuk penguapan air bebas. Pada kadar air biji kopi sekitar, 14,50 %, suhu biji drop mencapai 90 oC karena air dalam biji menyerap panas dari silinder cukup banyak. Sedangkan, suhu terendah biji kopi dengan kadar air 9,10 % masih berada di kisaran 100 oC [Gambar 9].

Pada biji kopi kadar air rendah [< 10 %], air bebas akan menguap sangat cepat. Demikian juga proses sangrai akan berjalan sangat cepat. Crak pertama dicapai lebih cepat. Operasional penyangraian harus dimulai dengan masukan panas yang rendah. Sebaliknya, biji kopi kadar air tinggi [> 14 %] perlu dipanaskan awal dulu secara perlahan pada suhu 165 oC. Sesudah warna biji kopi hijau tua, masukan panas dinaikkan untuk melanjutkan tahap penyangraian. Dengan dua mekanisme pemanasan tersebut, biji kopi kadar air tinggi membutuhkan waktu penyangraian lebih lama untuk mencapai crack pertama.

PENDINGINAN

Setelah proses sangrai selesai, biji hasil sangrai yang masih bersuhu tinggi harus segera didinginkan secara cepat. Tujuan proses pendinginan adalah untuk menghentikan proses sangrai. Tanpa pendinginan, suhu biji kopi sangrai akan bertahan beberapa jam pada suhu tinggi. Biji sangrai berwarna hitam, beraroma gosong dan memiliki rasa pahit menonjol dan disertai berkurangnya rasa asam. Waktu pendinginan biji sangrai dari suhu 200 oC sampai 45 oC sebaiknya tidak lebih dari 5 menit [Gambar 10].

CITARASA KOPI

Citarasa seduhan kopi sangat tergantung pada tingkat sangrai. Secara visual, tingkat sangrai bisa diidentifikasi dari sampel warna biji kopi yang diambil dari dalam silinder selama proses sangrai berlangsung. Beberapa karakter rasa dan aroma akan berubah sesuai dengan derajat penyangraian [Gambar 11].

Pada derajat sangrai ringan-medium [light-medium], rasa varietal dan asam menonjol, aroma mulai muncul tetapi belum maksimal dan rasa manis serta bodi baru terbentuk separonya. Peningkatan derajat sangrai medium masih bisa mempertahankan rasa varietal dan asam yang dominan, aroma khas kopi sudah muncul maksimal dan disertai peingkatan rasa asam dan bodi. Derajat sangrai medium-gelap [medium-dark] menghasilkan sensasi manis, aroma dan bodi yang kuat, namun tidak terlalu asam. Derajat sangrai gelap [dark] berlangsung pada suhu yang relatif tinggi. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah senyawa kimia pembentuk asam, varietal, manis dan aroma akibat terurai dan menguap. Sensasi bodi hanya sedikit berkurang karena senyawa pembentuknya relatif tahan terhadap suhu tinggi. Namun, sensasi bodi akhirnya juga berkurang saat masuk ke derajat sangrai gelap [dark] disertai dengan makin menipisnya jumlah senyawa pembentuk rasa asam, manis dan varietal. Aroma kopi masih terasa samar-samar tertutup oleh bau karbon akibat proses karbonasi senyawa karbohidrat komplek. Secara umum, masyarakat Indonesia menyukai seduhan kopi hasil derajad medium atau medium-gelap.

 

PENYIMPANAN BIJI KOPI SANGRAI

Sebelum diseduh, biji kopi sangrai sebaiknya disimpan dalam ruang tertutup-rapat supaya aroma khas kopi tidak hilang menguap dan rasanya tidak turun. Selain rapat, kemasan biji kopi sangrai harus dipilih yang kuat dan mampu menahan tekanan gas CO2 yang lepas dari dalam biji. CO2 adalah hasil peruraian senyawa kimia dalam biji kopi selama penyangraian. Sebagian gas tersebut menguap dan meninggalkan rongga-rongga kosong di dalam biji. Sebagian lainnya terperangkap masih terperangkap dalam rongga biji kopi. Selama disimpan, gas CO2 akan keluar dari dalam biji kopi sangrai. Peristitiwa ini sering disebut sebagai “degassing”. Oleh karena itu, kemasan biji kopi sangrai harus mampu menahan akumulasi tekanan gas CO2 di dalamnya, yaitu kemasan dari bahan kaca [stopless] atau dari bahan aluminum yang dilengkapi dengan katup-searah [Gambar 11].

Untuk penyimpanan berjangka waktu medium, kemasan aluminum dengan katup searah [one-way valve] umumnya lebih disukai karena faktor harga dan tidak mudah pecah. Mekanisme kerja katup tergantung pada dinamika tekanan gas CO2 dalam kemasan. Katup dirancang untuk mengatur kesetimbangan tekanan gas CO2 di dalam kemasan. Pada awal pengisian setelah kemasan dilekatkan [sealing], posisi dinding katup [warna hitam] tertutup rapat. Tekanan udara luar [Pa] sebanding dengan tekanan gas CO2 dalam kemasan[Pg]. Seiring dengan lamanya waktu penyimpanan, gas CO2 terlepas secara bertahap dan menimbulkan akumulasi tekanan. Akibatnya, nilai Pg lebih besar dari Pa. Pada saat tekanan gas CO2 yang berlebih, dinding katup bagian bawah akan sedikit terbuka dan menjadi akses gas CO2 untuk keluar dari kemasan. Setelah mencapai kesetimbangan, katup akan kembali ke posisi tertutup. Mekanisme buka-tutup ini berlangsung dengan cepat sehingga oksigen dan uap air dari udara luar tidak sempat masuk ke dalam kemasan.

 

Selain oksigen dan uap air, beberapa sumber perusak mutu kopi adalah kontaminan bentuk gas [bau], cair [bahan kimia], biologis [jamur] dan radiasi [panas dan sinar matahari]. Secara kimiawi, mekanisme kerusakan kopi paling sering adalah reaksi oksidasi oleh oksigen dan hidrolisis oleh uap air yang terjadi dalam bahan pengemas yang kurang rapat. Sedangkan secara biologis, oksigen dan uap air akan dipakai sebagai media pertumbuhan mikroba [jamur] yang juga berpotensi merusak aroma kopi. Reaksi kimiawi dan biologis akan berlangsung lebih cepat pada suhu penyimpanan yang tinggi [radiasi panas matahari]. Sumber lain yang juga muncul dalam skala minor adalah kontaminasi secara fisis dengan benda padat non kopi dan bau asing [odoran]. Bau yang kurang sedap dalam ruang penyimpanan akan mudah diserap oleh bubuk kopi melalui mekanisme adsorpsi.

 

==========O=========

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

× WhatsApp